Bab III : Buang bahan-bahan tidak penting

207 42 8
                                    

〰️〰️〰️〰️〰️
〰️〰️〰️〰️〰️

"MAS LIO??!" Seru Celo di ambang pintu ruang kelas Lio dengan nyaringnya. Untung Dosennya udah pergi.

"Raya...." Celo menjeda kalimatnya karena nafasnya yang terengah.

Lio langsung berdiri. "Raya kenapa, Cel???" Mukanya udah panik.

"Raya berantem sama Sania di lapangan!"

Seisi kelas melotot. Ada yang kaget, ada juga yang biasa saja.

Sania itu Si Cewek biang onar yang cinta mati banget sama Lio. Cewek uler. Kalo Raya disebut Nenek Sihir, Si Sania ini disebut Cewek Iblis. Dan sialnya cewek itu adalah mantan pacar Lio sejak tiga tahun yang lalu.

Kayanya tipe Lio emang yang antagonis gitu ya?

Tapi kenapa Raya sampe berantem sama Sania?

Lio langsung nyamber tasnya dan segera lari keluar kelas untuk segera ke lapangan. Sempet papasan sama Jemi, Ilham, dan Adam tapi Lio nggak peduli.

"Kenapa tuh?" Tanya Ilham ke Celo.

"Raya berantem sama Sania."

"What??!!!?" Jemi kaget setengah mati. Dia tau siapa Sania, dan apa hubungannya sama Lio. Ilham dan Adam juga tau itu semua.

"Serius Ai??" Adam bertanya memastikan, dan diangguki oleh Celo.

"Perkelahian akbar nih. Gas ke TKP!" Ajak Ilham dengan semangat 45nya. Pun diikuti oleh Jemi.

"Sania tuh mantannya Lio." Jelas Adam ke Celo yang tampak masih kebingungan dengan semua situasi ini.

"HAH??! Cewek blasteran neraka jahanam itu??? Pernah jadi pacarnya Mas Lio???"

Adam menggaruk tengkuknya seraya mengangguk. Ya memang itu adanya. "Emang tadi awalnya gimana??"

Terik matahari siang ini tak kunjung menghentikan perkelahian Raya dan Sania sebelum seorang yang berperan penting di kampus mereka datang.

"Cewek ganjen ini duluan Kak yang mancing! Main mau rebut Lio seenaknya!" Seru Sania saat perkelahiannya dengan Raya dihentikan oleh Presma di kampus mereka, Arka.

"Hah, cewek ganjen?? Lo ngomongin diri lo sendiri?? Dan gue ngerebut Lio??? Ngerebut Lio dari siapa hah?? Elo? Mau  Lio ngelihat lo dari lubang sedotan juga dia udah nggak selera sama kelakuan lo duluan kali!" Sarkas Raya ngebuat Ilham dan Jemi bertepuk tangan dengan bangga. Bahkan Lio pun sempat terlihat begitu keras menahan tawanya.

Sarkasan Raya berhasil membuat belasan Mahasiswa yang ada di sekeliling mereka bersorak bangga. Akhirnya ada yang berani mewakilkan mereka untuk memojokkan Sania.

"Sialan lo bitch!" Sania udah mau maju untuk kembali menjambak rambut Raya yang udah kelihatan acak-acakan itu, tapi keburu dicegah oleh Arka.

Arka melihat Raya sekilas. Ada sedikit luka cakaran di wajah pujaan hatinya Lio itu. Tapi wajah Sania sama sekali tak ada luka.

"Kak, dia ngomong kasar." Aduan Raya berhasil membuat Sania semakin tersulut emosi. Mau ngelawan lagi, tapi dia keburu mati kutu.

"Sania, Raya, Lio, dan Celo. Ikut saya." Perintah Arka dengan tegas sebelum dirinya berjalan terlebih dahulu untuk meninggalkan lapangan.

Raya tampak begitu mengenaskan di ruang praktik keseniannya. Salah satu pipinya ditempeli sebuah plaster, dan pergelangan tangannya dibalut karena terkilir.

Kondisi Raya benar-benar kacau. Udah kaya abis tawuran antar kampus.

Dilemparnya pensilnya karena tangan kanannya tidak sanggup bergerak lebih untuk menggoreskan coretan-coretan berharganya di permukaan kertas kosong di hadapannya.

Dia nyoba gambar pake tangan kiri, tapi nggak bisa karena dia nggak terbiasa.

Lio menyodorkan satu botol Fruit Tea dingin rasa Stroberi kepada Raya. "Makasih. Tapi aku lagi nggak pengen ketemu kamu. Bisa tolong keluar?"

"Kamu marah sama aku ya?"

"Nggak."

"Tanganmu." Lirih Lio seraya berusaha menyentuh pergelangan tangan Raya, tapi cewek itu keburu ngindar.

"Lio, please. Aku lagi pengen sendiri."

Lusa Raya ada kompetisi melukis, tapi tangannya sedang dalam kondisi yang tidak bagus.

Jadi tadi dia sempet terjatuh waktu berantem sama Sania. Posisi tangannya salah saat menahan tubuhnya sendiri.

Lio mendapat pukulan di lengannya dari Ilham saat keluar dari ruang kesenian. "Udah dibilangin biarin Raya sendiri dulu. Ngeyel!"

"Sekarang biarin Raya sendiri dulu. Nanti biar gue yang ngomong." Kata Celo. Lagian cuma dia yang paling deket sama Raya disini. Dia ngerti gimana Raya, tapi bukan berarti paling ngerti.

〰️〰️〰️〰️〰️














"Better?" Pertanyaan Celo hanya mendapat jawaban berupa gerakan bahu dari Raya.

Raya masih ada di ruang kesenian sore ini. Kampus sudah sepi, hanya ada beberapa orang termasuk Celo yang dari tadi dengan setia menemani Raya di pojok ruangan. Nunggu Raya sampai merasa baikan.

Celo menarik sebuah kursi untuk duduk lebih dekat dengan Raya. "Jadi kenapa tadi lo sampe seemosi itu sama Sania?"

"Gue juga nggak ngerti. Dia narik rambut gue, nyebut nama Lio, dan ya... gue jambak balik."

Dahi Celo mengkerut. Sumbu kemarahan Raya memang pendek. Gampang tersulut. Tapi nggak segampang itu. Raya nggak segabut itu untuk meladeni amukan tak berfaedah dari Sania.

"Gue tau lo nggak setolol itu. Pasti ada omongan Sania yang ngusik lo banget."

Raya menghela nafasnya dengan berat. Dia melihat Celo dan botol Fruit Tea yang isinya tinggal seperempat itu bergilir. "Dia bilang bakal bikin Lio suka sama dia lagi."

"Gue ralat omongan gue tadi. Lo emang tolol, Ray."

"Gimana kalo Sania beneran bisa bikin Lio suka sama dia lagi??"

"Ray?"

"Gimana kalo Lio akhirnya pergi dari gue??"

"RAYA! Dengerin gue dulu!"

"....."

"Sekarang gue tanya. Selama ini siapa yang ngindar dari perasaan Mas Lio?? Siapa yang narik ulur?? Siapa yang nyembunyiin perasaan sendiri???"

Raya terdiam. Semua tuduhan yang dilontarkan oleh Celo memang pantas untuk dirinya. Lagian itu bukan sekedar tuduhan, tapi memang kenyataannya seperti itu. Gambarannya gini, selama ini Lio maju terus tapi Raya justru mundur u tuk menghindar.

"Elo sendiri kan? Jadi kalo Mas Lio sampe mundur dan memutuskan untuk berhenti ngejar lo, itu bukan salah dia Ray. Tapi memang itu yang harus lo dapet kalo lo terus kaya gini."

Pandangan Raya terarah lurus kearah Fruit Tea pemberian Lio beberapa waktu yang lalu. Give and take, selama ini Raya sudah menerima apapun yang Lio berikan kepadanya. Bukankah seharusnya dia juga melakukan sebaliknya?

"Gue harus apa?"

"Jawabannya...." Celo menunjuk pelipis dan dada Raya bergantian. "....ada disini."

"Gue pulang duluan, Adam udah nunggu di parkiran dari tadi. Kayanya Lio juga masih ada disana. Perlu gue minta kesini?"

Raya menggelengkan kepalanya. "Biar gue yang kesana."

"Oke. Gue duluan kalo gitu."

Sekarang, apa yang harus Raya lakukan?

〰️〰️〰️〰️〰️
〰️〰️〰️〰️〰️



Gemes. Pengen dorong Raya 😭

How to get herTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang