Haloo semua, maaf banget slow update. Karena emang lagi ada sedikit kesibukan dan problem, sebisa mungkin aku bakalan secepatnya tamatin fanfic ini. Happy reading, jangan lupa vote yaa!!
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.Atap tembok berwarna putih menjadi pemandangan pertama bagi kedua mataku, terlihat datar, lebar dan putih. Badanku terasa masih lemah dan nyeri, kepalaku masih lumayan pusing. Aku mencoba mengerjapkan kedua mataku pelan, mencoba mencari pemandangan lain. Aku mencoba menoleh ke arah kiri kanan, memastikan bahwa ini adalah kematian. Rambut berwarna hitam, dan tubuh lumayan tinggi dan berisi sedang tertidur pulas di samping kiriku-cocok bagi anak berumur enam sampai tujuh tahun.
Siapa? Mungkinkah itu.. bodoh, mana mungkin. Aku mencoba melihat kearah sekitar, tanganku dibalut beberapa selang infus. Kepalaku juga dibalut perban tebal, aku selamat? Air mataku sudah habis untuk menangisi bahwa diriku selamat dari maut, tanganku mencoba meraih rambut hitam anak itu. Dirinya terbangun.
"Haaaahhh, ngantuk. Tadi itu siapa sih?" Anak berambut hitam dengan kedua mata salju yang masih celingak-celinguk mencari seseorang yang memegang rambut hitamnya, kelihatan sangat imut. Jadi ini benar? Sial, tiba-tiba saja air mataku menetes tanpa aba-aba. Mataku masih terlalu lelah untuk menangis, anak laki-laki disampingku menoleh.
Masih terdiam sambil membuka mulut tak percaya, aku bisa melihat air mata anak itu mengalir begitu deras-perasaanku senang sekaligus sesak. Anak laki-laki itu mencium tangan kiriku berkali-kali, aku mencoba memegang pipi tembamnya. Halus, aku merindukan sensasi perasaan ini. Air mata kami masih mengalir, dan berhenti saat dokter datang kembali memeriksaku.
"Kalau begitu saya tinggalkan dulu sebentar, ingat jangan terlalu lama mengobrolnya ya nak Gray. Mama kamu juga perlu istirahat." Dokter yang bertugas memeriksaku keluar dengan satu suster.
"Gray... hari ini udah makan?" Suaraku memang masih sedikit serak, tapi Gray bisa mendengarnya.
"Udah! Tante jangan banyak bicara dulu ya.. kata dokter tante gak boleh banyak aktivitas dulu. Jadi biar Gray aja yang nanya-nanya tante." Senyumku terukir dengan jelas, aku mendecih pelan. Seperti ada yang ngilu di jari manis kananku, Gray mencoba mengecek. Wajah Gray berubah menjadi murung.
"Gray? Kenapa? Jari manis kanan tante udah gak sakit kok, Gray gak perlu se-"
"Janji papa.." aku tak terlalu mendengar ucapan Gray.
"Gray sayang mama Hime." Ekspresiku berubah menjadi terkejut, Gray kembali ke posisi semula-berada di samping kiriku.
"Mama?" Aku ingin tahu maksud ucapan Gray.
"Mama harus istirahat dulu, gak boleh banyak aktivitas. Gray mau keluar sebentar, pokoknya mama harus tidur. Oke?" Tingkah lakunya.
"Mah... mama denger suara Gray kan?" Aku menatap kedua mata salju itu lekat. Aku menggangguk pelan, lalu mengalusi pipi tembam Gray.
-
Sudah hampir seminggu lebih lima hari aku terbaring di kasur rumah sakit, pada hari keenam aku sudah diperbolehkan untuk pulang. Gray, Megumi, Shoko, Geto dan.. Gin datang menjemputiku. Aku jelas terkejut melihat Gin di lobby rumah sakit, raut wajahnya begitu lelah, begitu pula dengan Megumi, Shoko dan Geto-aku tak mencoba berbicara bahkan menyapa dirinya. Canggung.
Aku kembali, benar. Aku datang kembali ke rumah besar bermarga Satoru ini. Sejak di mobil aku terus berpikir, siapa yang akan aku lihat untuk pertama kalinya di rumah ini-apakah dirinya? Harapanku pupus dengan cepat, tapi tak apa. Rumah ini kosong, tak sebersih dulu-bahkan aku belum melihat bibi. Gray tersenyum sambil memegang tanganku, benar. Belum saatnya aku banyak berpikir, hanya untuk sekarang.
KAMU SEDANG MEMBACA
taste like you - Gojo x Utahime . [REVISI]
RomanceBerawal dari pertemuan yang tidak disengaja, dan berujung kisah pahit untuk selamanya. Waktu terus berjalan, perasaan semakin lama semakin tak terkontrol, dan air mata terus jatuh tanpa aba-aba. Dinamakan apa ini? photo by : @diiier on weit+pinteres...