01- Ratu

2 1 0
                                    

"Stop disitu. Jangan maju selangkah lagi!" Seorang gadis bersurai coklat menghembuskan nafas lelah. Ia benci jika ada yang mengganggu privasinya.

Pria di depannya menunduk hormat. Dengan pakaian serba hitam, ia memundurkan kembali langkahnya. "Maaf Nona, kami lengah hingga membuat Tuan muda Gentara berhasil masuk"

"Ratu Ratu Ratu, udah lah. Lo jangan terlalu keras. Lagian gue juga suka liat koleksi lo". Lelaki bernama Gentara tampak mengelilingi ruangan tersebut, menatap lemari kaca besar yang menyimpan koleksi sang adik.

Saat akan menyentuh lemari kaca tersebut, tanpa diduga, Ratu melemparkan pisau lipat tepat ke arah Gentara, namun dengan sigap Gentara mampu menggenggam pisau tersebut sebelum membolongi tangannya. Lemparan itu tak main main.

"Jauhin tangan lo dari sana. Gua gak suka barang gua disentuh!"

Darah menetes, membuat genangan kecil di lantai Granit tersebut. Gentara membalikkan badan menatap Ratu, "Ohh. Liat Ratu gue udah besar sekarang"

"Gentara Aldebaran. Sepupu kurang ajar yang beraninya masuk kawasan privasi gua!" Desisnya.

Gentara terkekeh lalu meletakkan pisau berdarah itu ke meja di dekatnya. "Kemampuan lo ternyata bertambah. Gue suka, jangan lupa berlatih lagi adik kecil."

Gentara berjalan mendekati Ratu, darah yang menetes mengotori lantai bahkan ia hiraukan. Tak ada ringisan berarti. Baginya, itu tak seberapa, luka kecil.

Sampai didepan Ratu, Gentara memeluk erat gadis itu, bahkan darah dari telapak tangannya mengotori piyana yang dipakai Ratu. "Besok lo sekolah, sama Deo. Sekarang udah jam sebelas lewat empat menit kenapa belum tidur?"

Gentara semakin mengeratkan pelukannya, membuat Ratu sedikit kesulitan bernafas, "Ini cara baru lo bunuh lawan lo?"

Ucapan Ratu malah membuat tawa Gentara menguar, Ratu mendorong Gentara untuk melonggarkan pelukannya. "Siapa yang bisa tidur kalo ada babi ngepet masuk rumah gua?" Sarkasnya.

Lagi, Gentara terkekeh, ia tak tersinggung. Adik sepupunya ini memang menguasai karakter ayahnya. Selalu siaga kapanpun.

Melepaskan pelukan dan merangkul Ratu, Gentara membawa Ratu ke luar ruangan tersebut dan melangkah menuju ruang keluarga. Duduk di atas sofa, lalu kembali memulai pembicaraan.

"Ratu," menghela nafas berat, Gentara menoleh.

"Lo udah lima kali di drop out cuma karna bikin anak orang masuk rumah sakit. Yang terakhir ini cowo, lo ngapain dia sampe bisa koma gitu?"

Ratu mengedikkan bahu, "Lebay banget, gitu aja sampe koma."

Gentara yang mendengar itu tersenyum miris. "Ratu, adik kecil gue, keturunan cewe satu satunya dari keluarga Asta, gue mohon ya. Mulai besok kurangin bikin orang masuk rumah sakit."

Ratu menghela nafas, "Gua gak bisa janji. Pengusik emang harus diberantas."

Ratu berdiri, melangkah menjauh. Sebelum benar benar pergi, Ratu berhenti. "Obatin tangan lo, minta bantuan sama Om Sam." Setelahnya, Ratu benar benar memasuki kamar nya.

Gentara tetap memperhatikan pintu hitam yang tertutup rapat, hingga seorang pria mengalihkan atensinya.

"Maaf Tuan, biar Saya bantu obati." Dengan jas formal, Sam- Samuel Wirama yang merupakan kaki tangan keluarga Asta membersihkan darah Gentara.

"Bang? Dia mirip banget kan sama Om Nolan?" Gentara memfokuskan netranya pada telapak tangan yang sobek.

Sam menghela nafas, "Iya Tar, mirip banget kan? Sampe rasanya gue bisa liat Nolan lagi dalam versi cewe."

Keduanya tersenyum sendu, bergelut dengan pemikiran masing-masing.

***

HANASTATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang