1

18 7 0
                                    

"SELAMAT PAGI MAMAKU YANG CANTIK!!" Suara itu dari seorang anak laki-laki yang menuruni tangga dengan hebohnya.

"Hei hei, hati-hati turunnya! Luka di kakimu belum kering, jangan menambahnya lagi." Teriak seorang wanita yang sudah tidak terlalu muda, tapi tetap terlihat jelas kecantikannya dari arah dapur.

"Hehehe, maafkan anakmu ini mama. Aku terlalu semangat hari ini." Anak itu mendatangi meja makan dan duduk disana. Tangannya sibuk merapihkan seragamnya dan memakai sepatu.

"Memangnya ada apa? Kau habis bermimpi indah kah? Sampai-sampai kakakmu ini tidak disapa begitu." Suara wanita lain dari dapur terdengar. Orang itu keluar sambil membawa makanan yang sudah dimasak oleh wanita yang dipanggil mama tadi.

"OHH!! KAKAK! KAU MENGEJUTKANKU!! SEJAK KAPAN KAKAK ADA DI RUMAH??! BUKANKAH SEHARUSNYA KAKAK ADA DFSHFHSH HHSFH!!!" Bibir sang adik langsung dicubit dan ditarik kedepan. Terlihat jelas raut kesakitan diwajah itu.

"Tolong dengan sangat ya Nana, adik kakak yang manis dan tampan, tolong volume suaranya dikondisikan sedikit. Kakak kasihan dengan keadaan kuping kakak."

"Lalu kesampingkan dulu tentang kakak, dan jawab pertanyaan kakak barusan." Dengan senyuman yang sedikit menyeramkan, kakak Nana mengelus rambut sang adik.

"Ukh, sakit tahu kak." Nana mengelus bibirnya yang sedikit merah karena ulah kakaknya.

"Uhm, dan soal pertanyaan kakak tadi, yap betul. Aku habis mimpi yang indah sekali. Dimimpi aku bisa melakukan apapun, bermain, berolahraga, berlarian kesana kemari. Dan dimimpiku itu aku punya banyak teman! Indah sekali bukan?" Nana menceritakan mimpinya dengan semangat yang berapi-api.

Berbanding terbalik dengan kakak Nana dan mamanya yang ikut bergabung di meja makan. Mereka berdua saling bersitatap dan membuat raut wajah yang sama. Sendu.

"O-oh, mimpinya seperti itu. Sepertinya Nana belakangan ini sering bermimpi seperti itu ya?" Dengan kaku kakak Nana membalas kata-kata adiknya dan mengambil makanan untuk adiknya dan mamanya.

"Eh? Kakak tahu darimana aku sering bermimpi seperti itu?" Nana memiringkan wajahnya tanda dia sedang bingung.

"Mama yang memberi tahu. Kakakmu ini tidak berhenti bertanya tentangmu selama dia ada di luar kota." Mama yang menjawab, sambil menyuapi anak bungsunya.

"Oho. Sepertinya disini ada yang merindukanku." Nana mengatakan hal itu sambil menaik turunkan alisnya.

"Ish, mama ih. Kan aku bilang jangan kasih tahu ke Nana, jadi ngeselin tuh anaknya." Kakak Nana berbicara sambil memanyunkan bibirnya.

Nana yang melihat wajah sok imut kakaknya, dia langsung berpura-pura memuntahkan makanannya.

"Sudahlah tak apa. Disini kalian merasakan hal yang sama. Naura merindukan Nazhan, dan Nazhan merindukan Naura. Dan tentunya mama juga merindukan kalian setiap hembusan nafas mama." Senyuman tulus diperlihatkan mama kepada dua anaknya yang saling berpandangan.

Tidak lama, keduanya langsung tersenyum lebar dan berpelukan. Mereka mengeluarkan tangis haru yang dilebih-lebihkan. Mama yang melihat itu hanya menggelengkan kepala pelan.

"Sudah-sudah, ayo kita makan sekarang. Nanti Nana telat ke sekolahnya." Tutup kata dari mama. Dan setelah itu tidak ada lagi suara percakapan, melainkan hanya suara dentingan sendok garpu di meja makan.





#####





"Ma, aku berangkat dulu ya!" Nana memakai tasnya dan mencium kedua pipi mamanya.

"Tunggu dulu. Obatnya Nana nggak lupa dibawa kan?" Raut khawatir terlihat di wajah mama Nana.

"Tenang aja! Aku nggak lupa. Obatnya stand by di dalam tas!" Jawab Nana sambil menunjukkan tas digendongnya kehadapan mama.

Who Am ITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang