Hari demi hari, kesibukan yang telah kualami pun berlalu, pagi yang cerah ini aku mendapatkan kembali kabar dari umi, mengenai perjodohanku dengan putra dari ibu Ratih.
Seperti biasa, sebelumnya aku sarapan dengan mbok Atun di dapur, karena aku takut mengganggu keharmonisan keluarga mereka jika aku hadir di kursi meja makan tersebut.
Tidak tahu kenapa, akhir-akhir ini memoriku sering berputar tentang ibu kandungku. Aku yang sangat sulit menahan bendungan air mata, jikalau memoriku sudah benar-benar ingat kepada ibuku, bahkan akhir-akhir ini pun aku sering melamunkan segala hal.
Ketika sudah selesai makan, dan membereskan dapur, aku dipanggil oleh umi untuk bisa berbincang dengan umi dan abi di ruang keluarga. Aku sangat gugup, dan tidak tahu harus bagaimana lagi jikalau umi dan abi terus menunggu jawaban mengenai perjodohan itu.
"Rii..sebelumnya abi mau nanya sama kamu, apakah kamu sudah siap untuk memiliki pasangan, lalu menikah?". Abi pun langsung bertanya kepadaku.
"Maaf abi, seperti yang sudah Riri sampaikan kepada umi, bahwa Riri belum memikirkan tentang pernikahan, Tapii...Insyaa Allah jikalau ada yang ingin serius menjadi pendamping hidup Riri..Insyaa Allah akan Riri pertimbangkan kembali setelah bertemu secara langsung dengan orang tersebut". Jelasku kepada abi.
"Sebelumnya maaf ri, umi dan abi menanyakan ini kepada kamu, karenaaa...". Ucap abi menggantungkan kalimatnya, lalu melanjutkan
"Ekhemm..karena umi dan abi akan sibuk di Surabaya bulan-bulan ini, umi dan abi takut kalo kamu merasa sangat kurang nyaman dengan keberadaan kak Vivi jikalau dia berbuat ulah lagi, apalagi jika umi dan abi sedang tidak ada di rumah". Jelas abi.
"Nggak apa-apa kok abi, umi...Insyaa Allah Riri tetap mau tinggal disini, walau ada kejadian apapun".
"Alhamdulillah kalo begitu, yasudah sekarang kamu tinggal memutuskan apakah kamu sudah siap untuk menerima lamaran ataukah belum ya riii...". Jelas abi dengan sangat ramah.
"Yasudah kalo gitu Riri pamit dulu ke kamar ya, mi, abi".
Akupun segera pamit menuju kamar.
Di dalam kamar aku tidak tahu harus berbuat apa, bahkan fikiran dan juga rasa di hatiku ini menjadi bercampur aduk. Lalu akhirnya, aku pergi ke kamar mandi untuk mengambil wudhu dan juga segera melaksanakan Sholat Dhuha.
Ada banyak fikiran yang bahkan aku sendiri kurang mengerti dengan isi fikiranku sendiri. Aku hanya bisa mengeluh kesahkan semua ini kepada Allah SWT. Lalu, tiba-tiba ada sekelibat fikiran seperti ini, lebih baik aku menerima perjodohan dari ibu Ratih, aku takut semakin lama aku hadir di dalam keluarga ini, semakin hilang keharmonisan dari keluarga ini.
Aku menyeka air mataku yang sudah mulai megalir, sekarang hanya ada 2 pilihan, menerima perjodohan, atau aku yang harus pergi dari keluarga ini.
~●~
Pukul 03.15 aku terbangun dan segera beranjak dari tempat tidurku untuk mengambil air wudhu, setelah berwudhu akupun segera melaksanakan Sholat Sunnah Tahajud. Rakaat demi rakaat tiada hentinya air mataku mengalir, hingga tiba di akhir rakaat Sholat Tahajud aku pun berdo'a kepada Allah.
Aku mengambil sebuah kertas yang berisi foto seorang adik dan kakak. Pada foto itu ada tante Vina dan juga ibu kandungku. Aku ingiiin sekali berkunjung ke makam ibu kandungku. Aku rindu dengan beliau, aku rindu dengan suara hangatnya, aku rindu bila aku jatuh ataupun sakit beliau yang selalu merawatku.
Tiba-tiba perutku terasa sangat sakiitt dan perih sekali, sudah beberapa hari ini aku merasakan kembali sakit seperti itu pada perutku. Aku mencoba untuk menguatkan diri berjalan ke dapur untuk mengambil air minum. Perutku masih terasa sangaat sakit ketika aku sudah minum air hangat. Akupun kembali ke tempat tidurku, lalu merebahkan sebentar tubuhku. Aku menekan perutku dengan rapalan istighfar kepada Allah SWT. Tidak terasa adzan subuh pun sudah berkumandang, kini saatnya aku mengambil air wudhu kembali untuk melaksanakan Sholat Subuh.
~●~
Haloo guys..Gimana nii..Kasian gak sama ceritanya Riri? Kalo aku sii..sedih ..hehe 😁..
Ayoo Ramein donk Comment and Vote nyaa 😄..
Stay Healthy yaa..Fastabiqul Khoirot
KAMU SEDANG MEMBACA
Tentangku
RandomDisaat umurku memasuki umur 4 tahun, aku sudah merasakan bagaimana rasanya kehilangan orang yang berharga dan orang yang terpenting dalam hidupku. Ini bukan tentang hidupku yang nyata, tapi dalam tulisan ini aku mewakili perasaan-perasaan orang yang...