Bab IV : Fate

70 10 3
                                    

Halooo... Apa kabar?
Gimana malam mingguannya semalam?

Siapa yang sudah menunggu Opia, cungg☝☝

Kalau begitu, selamat membacaa💓

•Kita adalah takdir yang terjebak oleh permainan waktu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Kita adalah takdir yang terjebak oleh permainan waktu."


~{OPIA_2024}~


"Nah.. Beliau ini adalah Dokter Aidan. Dokter spesialis kejiwaan yang juga merupakan Dokter termuda di rumah sakit ini." Perawat pemandu itu berhenti di hadapan Aidan yang kebetulan sedang lewat di depan rombongan anak magang yang sedang dipandu berkeliling guna mengenalkan berbagai macam ruangan beserta fungsinya.

Aidan tersenyum kemudian menundukkan kepala sedikit untuk menyapa mereka.

"Nah... Auretta nanti akan bekerja di bawah bimbingan Dokter Aidan." Keduanya saling bersitatap sebelum akhirnya sama-sama memalingkan wajah. Aidan pun menyudahi sapaannya, lalu bergegas pergi dari tempat itu.

Aneh sekali, bagaimana bisa orang yang menabraknya semalam ternyata adalah anak yang akan bekerja di bawah bimbingannya? Seolah semesta memang bena-benar sedsng bermain-main dengannya. Kenapa di antara sekian banyak orang di bumi, ia harus dilertemukan dengan orang itu. Terlebih... Aidan merasa tak asing dengan matanya. Sebenarnya kapan ia pernah melihat mata yang mirip seperti itu?

Di pertengahan jalan ia bertemu dengan sepupunya Sean---yang menatapnya dengan penuh kecurigaan.

"Kenapa wajahmu pucat sekali?" Sean bertanya kemudian.

Aidan menggeleng. "Bukan apa-apa."

Percakapan mereka pun cukup sampai di situ saja. Keduanya lantas pergi ke ruang makan. Di tengah itu semua netra Aidan kembali menemukan keberadaan Auretta. Tanpa sadar matanya terus mengikuti gerak-geriknya.

"Aidan!!" Aidan terhenyak. Kesadarannya kembali. "Apa kau mendengar ceritaku?" Sean lanjut bertanya. Aidan menoleh, keduanya bersitatap secara tidak sengaja. Detik itu juga, Aidan kembali merasakan kekuatannya.

"Apa dia masih memikirkan ucapan Ayah dan semalam? sejak tadi ia terlihat tak fokus."

"Ah, bukan, kok. Aku sama sekali tak memikirkan ucapan Paman dan Bibi kemarin, jadi kau tenang saja," jelas Aidan.

Mendengar penjelasan Aidan, Sean justru semakin tak mengerti, "apa maksudmu? Aku sama sekali tak menanyakan hal itu?"

Aidan mendesah gusar. Ia baru ingat akan kekuatan pembaca pikirannya. Ia memang bisa mendengar kegelisahan Sean tentang dirinya, tapi sejatinya Sean tak pernah benar-benar bertanya akan hal itu padanya. Seharusnya ia bisa lebih mengontrol sikapnya. Sebenarnya apa yang terjadi dengannya akhir-akhir ini? Ia benar-benar menyesali sikap kekanakannya.

Opia : In the Middle of You | [HIATUS] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang