Berdiri di depan pintu kaca mewah sembari mengenakan pakaian dengan papan nama di dada sebelah kiri adalah pekerjaan sehari-hari jaemin. Bertemu tamu, menyambut mereka, memberikan senyum terbaik dan sesekali membantu menyajikan piring di atas meja kemudian membersihkannya.
Bahasa simpelnya, Jaemin adalah seorang pelayan.
Bukan pelayan yang seperti kau bayangkan, Jaemin mengambil pekerjaan ini secara freelance. Bukan pelayan di restoran murah atau kafe kecil. Pria manis itu lebih suka bekerja pada restoran fine dining italia atau hotel mewah berbintang lima.
Seperti saat ini, siang yang begitu sibuk karena ia harus membantu menyiapkan tatanan makan siang untuk agenda meeting para miliuner. Sangat fancy, penuh dengan hidangan mahal yang mempu membuatmu menjerit kala membelinya.
Acara dimulai beberapa menit lagi dan pria manis itu sudah menyiapkan semuanya dengan baik—mulai dari meja, hingga kudapan untuk konsumsi nantinya.
Pukul 10 siang beberapa mobil mewah mulai datang, seiring dengan petugas-petugas valet yang mengambil alih. Para wanita cantik masuk dengan langkah mereka yang anggun. Benar, meeting yang dimaksud bukan mengenai masalah bisnis serius yang harus dibicarakan, melainkan acara para sosialita yang sedang bosan.
Seperti mengadakan agenda untuk bergosip dengan cara yang mahal.
Memang beginilah cara orang kaya menghabiskan uang..
Jaemin sedang menyajikan parfait manis ke meja-meja sebelum telinganya menangkap percapakan diantara mereka.
"Kau tau Lee Jeno? Boss dari perusahaan properti Lee Group. Kudengar ia mulai menambah cabang bisnisnya ke Dubai."
"Gila. Apa Korea tak cukup luas untuknya?"
Seorang wanita yang duduk tak jauh dari mereka menoleh, mencoba untuk masuk dalam pembicaraan. "Lee Jeno ya. Bukankah dia definisi nyata dari pria sexy? Sexy secara pemikiran dan tubuhnya. Membayar berapapun aku akan sudi asalkan bisa merasakan tidur dengannya."
Diam-diam pria manis itu mengerutkan dahinya. Apa wanita itu gila? Berurusan dengan Lee Jeno adalah hal yang paling buruk di dunia. Bukan berarti ia kejam atau sejenisnya. Pria itu suka seenaknya sendiri. Mengubah pekerjaan Jaemin secara tiba-tiba, tak memberikan hari libur untuknya bekerja. Oh ayolah, ia seperti pemimpin yang otoriter.
Dan wanita-wanita ini seperti tak punya pengalaman untuk menghadapi pria seperti Jeno..
"Mungkin aku bisa mendekatinya nanti ketika ada perjamuan lagi. Aku akan berbicara pada ayahku untuk mengaturnya!" Serunya antusias.
"Hei aku akan melakukannya lebih dulu!"
"Enak saja, kan aku yang mengatakannya lebih dulu!"
Salah diantara mereka kemudian menepuk-nepuk tangan untuk menghentikan perdebatan. "Hentikan. Daripada merebutkan sesuatu yang belum terjadi, mari bertanya pada pelayan siapa yang akan mendapatkan Lee Jeno terlebih dahulu." Ujarnya bodoh.
"Hei pelayan!"
Jaemin yang masih berada tak jauh dari mereka lantas menoleh—dengan wajah ramah yang dibuat-buat hanya untuk menghormati mereka semata-mata.
"Ada yang bisa saya bantu?"
"Menurutmu diantara kami siapa yang akan mendapatkan Jeno lebih dulu. Aku, Xiyeon atau Nancy?"
"Dasar bodoh. Ia tidak tau siapa itu Lee Jeno. Kalau kau bertanya seputar pekerjaan pelayan padanya, baru ia bisa membantumu."
"Nancy benar. Ia terlihat tak berpendidikan, ia tak akan mengerti obrolan kita."
KAMU SEDANG MEMBACA
Ideapolism
Non-FictionEntah Jeno yang terlalu memonopoli atau Jaemin yang terlalu idealis