Jaemin tidak pernah merasakan sesuatu yang seperti ini. Dimana dirinya disorot dengan banyak blitz kamera ketika pintu mobil mercedes benz milik majikannya dibuka. Jeno adalah yang pertama kali keluar.Tangan pria itu terulur, dengan senyum manis menghiasi wajah tegasnya. Luar biasa topeng yang dikenakan Jeno. Begitu palsu, dan menipu. Ketika pria manis itu terlalu lama untuk meraih tangannya, tarikan bibirnya menjadi semakin naik dengan mata yang melotot marah—memang Jaemin tidak pernah salah, senyum manis Jeno ternyata hanya mampir sebentar saja.
"Ahh Tuan Lee sudah datang!"
Para gadis yang ada di acara itu berseru, memandang Jeno dengan pandangan berbinar. Jaemin tersingkir, ia mundur membiarkan majikannya dikerubungi oleh gadis-gadis yang lapar.
Matanya melihat sekeliling. Dari pesta terakhir yang ia datangi bersama Jeno, tempat ini jauh lebih megah, jauh lebih besar dan demi Tuhan—Jaemin melihat Perdana menteri dan istrinya datang. Entah hal apa yang membuat pemimpin nomor satu di negeri ini datang ke pesta para milyuner.
"Jaemin!"
Seseorang memanggil namanya di tengah-tengah riuh pesta. Pria berkulit eksotis itu tersenyum lebar dan dengan setengah berlari menemuinya. Sedikit konyol.
"Jangan berlari di tempat seperti ini Lee Haechan bodoh. Jaga sikapmu." Jaemin melotot gemas.
"Aku tidak peduli. Orang-orang harus tau sifatku yang apa adanya ini." Cengirnya.
Haechan adalah salah satu teman Jaemin selain Renjun. Pria dengan badan berisi dan kulit eksotis itu tunangan dari sahabat Jeno, Mark Lee—pria setengah kaukasia yang kemarin mengerjai dirinya habis-habisan di hotel. Jaemin mengenal keduanya dengan baik.
"Bukannya ini suit limited edition Alexandre Mcquinn?" Haechan mengomentari pakaian yang sikenakan Jaemin. "Jeno yang memilihkan untukmu atau kau yang berinisiatif?" Cecarnya lagi.
Jaemin mendesah. "Jeno yang melakukannya."
"Woahh. Biasanya ia tak serepot itu."
Terlalu lama berada di kerumunan membuat kepalanya sedikit pening. Ditambah Haechan yang sering sekali mengoceh dan mengomentari sesuatu di depannya. Jaemin tidak pernah suka berada disini tapi karena statusnya sekarang sebagai tunangan seorang Lee Jeno, mau tak mau ia harus mengikuti alur yang ada.
Jaemin mengerjapkan matanya.
Tunangan Lee Jeno
Entah kenapa Jaemin jadi semakin pusing. Ketika Haechan sedang berbicara dengan rekan lainnya, Jaemin memanfaatkan waktunya untuk pergi.
"Kopi.. aku butuh kopi.."
"Silahkan Tuan.."
"Terima kas—shit ini bukan kopi."
Yang diajak bicara hanya tersenyum, sembari mengulurkan tangan. "Namaku Karina. Anda sendirian Tuan?"
Jaemin menyambutnya dengan kaku. "Aku.. Jaemin. Tidak, aku bersama tunanganku." Ucapnya dengan senyum yang dipaksakan.
"Omong-omong terima kasih." Jaemin mengangkat gelas pemberian dari Karina. "Meskipun ini bukan kopi, aku akan tetap meminumnya."
Karina tertawa pelan dengan penuh keanggunan. "Tidak masalah, anda terlihat kebingungan disini. Jadi aku berinisiatif membantu."
"Yahh.. tunanganku sedang sibuk dengan rekannya yang lain. Jadi aku memisahkan diri dan mencari udara segar."
Karina mengangguk singkat. "Kalau anda tidak keberatan ada tempat yang cocok untuk mencari udara segar." Wanita itu menunjuk balkon yang tak terlalu ramai.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ideapolism
Non-FictionEntah Jeno yang terlalu memonopoli atau Jaemin yang terlalu idealis