Chapter 5

2K 266 18
                                    




Jaemin datang dengan membawa nampan silver berisi teh. Sebuah rutinitas yang ia lakukan hampir setiap pagi sejak ia menginjakkan kaki di rumah majikannya. Jeno memang mempunyai kebiasaan morning breakfast seperti orang barat—mengingat dirinya lama tinggal di US. Dan sialnya hanya ia yang selalu diutus setiap pagi untuk menyiapkan.

Setelah meletakkan nampan di atas nakas, tugas Jaemin selanjutnya adalah membangunkan sang majikan. Kamar bernuansa monokrom itu sedikit gelap, dan bertambah gelap karena tirai yang belum sepenuhnya dibuka.

Jeno masih berbaring dengan selimut tebal menutupi setengah badan. Dengan tubuh atletis yang tak tertutupi kain apapun, memperlihatkan otot lengan dan punggungnya yang kekar. Sebuah pemandangan indah di pagi hari namun tetap, tak membuat si manis merasa terusik sedikitpun.

Jaemin membuka tirai balkon kamar dan segera beranjak menghampiri ranjang.
"Bangun. Waktunya kau ke kantor."

Si cantik itu menepuk lengan Jeno sekali lagi, dan majikannya masih tak bergeming juga. Lututnya kemudian menaiki kasur, mencoba membangunkan Jeno lebih dekat.

"Bangun bajingan. Kau tidur seperti orang mati."

Dan berhasil, Jeno terbangun dan langsung berbalik badan menatapnya. Matanya menyipit, memandang Jaemin dengan kesal.

"Bisakah kau menggunakan bahasa yang lembut?" Ucap Jeno dengan penekanan. Moodnya di pagi hari memang tak selalu bagus. Ditambah dengan Jaemin yang memperlakukannya dengan kasar. Entah kenapa ia tiba-tiba mengingat sang adik yang memiliki sifat serupa.

"Oh maaf, aku hanya mengingatkan kalau hari ini kau harus menghadiri rapat saham. Nona Kang memberitahuku kalau waktunya Setengah jam lagi dan saatnya kau bersiap sekarang."

"Batalkan semuanya."

Jaemin mengangkat sebelah alisnya, tak mengerti. "Bagaimana?"

Jeno menghela nafas. Dengan malas ia kembali menumpuk bantalnya menjadi satu, kemudian kembali berbaring. "Kubilang batalkan semuanya."

"Kau tidak bisa seperti itu!" Ucapnya geram. Selalu saja pria ini bersikap seenaknya sendiri.

Jaemin adalah pribadi yang lebih menghargai pekerjaan dibanding siapapun. Mengingat dirinya yang terbiasa bekerja sedari muda, membuat ia sangat menikmati proses dan hasil. Mendengar tuannya berkata seperti itu sedikit membuat dirinya marah.

Ini tidak adil!

"Aku yang memimpin perusahaan. Tentu aku berhak membatalkan aktivitas apapun yang ada di dalamnya." Ujarnya dengan mata yang kembali menutup.

Menyerah, akhirnya Jaemin membiarkan Jeno. Dalam urusan adu mulut, sebenarnya majikannya ini memang tak tertandingi. Mulutnya pedas, kata-katanya menusuk. Belum lagi obsidian hitam yang menatap lawan bicaranya lekat saat berbicara.

Siapapun yang belum mengenal Jeno akan menganggap tuannya ini sedikit umm—sombong..

Ia meraih cangkir di atas nakas dan mulai meracik teh. Meskipun Jeno besar di US, sarapan paginya memang seperti orang Eropa—Jaemin akui ini sangat aneh. Harus ada teh dan handuk hangat. Harus ada racikan teh berkualitas tinggi untuk dinikmati di pagi hari.

"Kau seperti seorang istri yang sedang menjamu suaminya."

Slash!

Sialan. Panas!

"Kau mengejutkanku brengsek!" Ucap Jaemin marah. Ia mengibaskan tangannya yang tersiram air panas.

Jeno bangkit, menyingkap selimutnya dan segera menghampiri Jaemin. "Kemarikan tanganmu."

IdeapolismTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang