16

10 3 0
                                    

Hai Liya."

Sapa seseorang dari belakang tubuhku, aku berbalik badan kemudian menatapnya.

"Andre, Alvaro? Kalian ngapain disini." Aku bertanya.

"Kita tadi ingin ke rumah lo, setelah sampai daddy lo bilang kalau lo lagi di luar." Alvaro menjawab.

"Memangnya ada urusan apa?"

"Gak ada sih, cuma pengen ketemu doang, soalnya kemaren lu gak ada kabar."

"Aku kemaren lagi gak main hape."

"Eh bentar, sepertinya lo lagi gak baik aja, kenapa? Ada masalah apalagi?" tanya Andre.

Aku menghembuskan nafas perlahan kemudian menatap mereka berdua.

"Kemaren mommy datang ke rumah, dia ingin aku tinggal bersamanya, namun daddy tidak mengizinkan, setelah itu mommy melukai lengan daddy dengan pisau sehingga mengeluarkan darah."

"Gak sepantasnya mommy lo begitu." ucap Alvaro.

"Ya, tapi itu kenyataannya."

"Lo jangan sedih lagi ya, kalau memang susah banget untuk menghadapi masalah, lo bisa menangis kok, jangan dipendam sendiri, lo punya temen, kami akan selalu ada buat lo." ucap Andre.

"Sekarang lo butuh pelukan atau sandaran? Atau lo pengen Agra? Gue akan menolong lo untuk menghancurkan hubungan mereka." tanya Alvaro. Aku hanya menggeleng tanda tidak setuju. Bagaimana pun, Agra pantas bahagia tanpa adanya aku.

"Aku pengen amnesia, biar semua masalah bisa terlupakan. Dan gak bisa mengingat apapun yang bisa membuat aku sakit hati seperti sekarang ini. Dan mulai menjalani kehidupan yang baru."

"Lo jangan begitu, masih banyak kok yang mencintai dan menyayangi lo dan peduli terhadap lo, jadi jangan seperti ini ya."

"Kamu gak bisa memaksaku untuk apapun Andre, aku berhak untuk kehidupan aku sendiri, aku capek, aku lelah dengan semua ini."

"Eh, kalau orang yang lagi amnesia, dia juga lupa gak ya caranya berak?" tanya Alvaro.

Sontak aku tertawa mendengarnya, dan pertanyaan ini malah menambah beban pertanyaan dalam otakku.

"Elu ya! Liya lagi sedih lu bawa ketawa gimana sih." ucap Andre.

"Ya, karena dia lagi sedih makanya gue berusaha untuk menghibur, jangan terlalu larut didalam kesedihan, nanti kalau sedih mulu, kapan bahagianya." balas Alvaro.

"Iya dia gak salah kok, jangan memarahinya." ucapku.

"Baiklah, mari kita ke taman yang berada didepan sana."

Kami berjalan bersama menuju taman, taman itu bisa dibilang sangat luas, ada beberapa ibu yang sedang olahraga. Aku juga bisa melihat banyak sekali kebahagiaan disini.

Mataku tak sengaja melihat keluarga kecil, mereka menggendong anaknya yang masih kecil didalam pangkuan. Hmmm, aku jadi teringat lagi dengan kasih sayang mommy dan daddy dulu sewaktu aku kecil mereka selalu membawaku ke taman setiap pagi.

Oh tidak, aku harus melupakan kenangan itu, sebab kenangan manis itulah aku kecewa sekarang, jujur aku iri melihat keluarga orang yang sangat indah, sedangkan di keluarga ku? Mommy dan daddy bercerai.

"Eh Liya, ngapain bengong disitu, sini duduk..." teriakan itu mampu membuatku tersadar, aku berjalan menghampiri Andre dan Alvaro.

"Sini duduk di samping gue." ucap Andre."

"Eh... Gak bisa dong, Liya harus duduk di samping gue!" ucap Alvaro.

"Gue udah berteman lama dengan Liya, jadi dia harus duduk di samping gue." balas Andre.

Ada waktunyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang