Kepalaku berdenyut ketika mendengar ucapan manajerku yang datang sambil memberi kabar buruk.
"Kau sungguh-sungguh akan hal itu?" Tanyaku sekali lagi mencoba untuk memastikan berita yang dia bawa benar atau ia sengaja membuat semacam prank padaku.
Pria berumur 25 tahun itu mengangguk ragu-ragu, mungkin karena wajahku yang menampilkan ekpresi tak suka pada kabar yang ia bawa.
"Keluarga nyonya Hyejin sudah memastikan bahwa nyonya kabur dari rumah dengan membawa semua perlengkapan serta aset pribadinya. Kini keluarga nyonya sedang menghubungi kantor polisi untuk menindaklanjuti perihal ini, tuan." Jelasnya panjang lebar dengan nada ketakutan. Aku menghela napas kasar dan mengacak rambutku tanpa memedulikan asistenku yang bergetar.
"Huh. Baiklah. Kau boleh keluar dari sini. Aku ingin menjernihkan pikiranku dulu." Perintahku langsung dilaksanakan oleh pria tersebut dengan sangat cepat.
Aku benar-benar tidak suka berita buruk yang menyapaku dipagi hari seperti ini. Biasanya moodku akan rusak sepanjang hari dan itu akan menganggu kinerja karyawan lainnya.
Setelah pikir panjang, tangan kiriku merogoh saku celana yang didalamnya terdapat sekotak rokok yang sama sekali belum kusentuh hari ini. Tidak kusangka aku akan memulai hari dengan menghirup asap rokok yang entah dari kapan sudah mengepul didalam ruang kerjaku.
"Hah. Hidupku kacau sekali. Padahal aku sudah memesan tiket tour keliling Eropa selama 100 hari untuk honeymoon kami nanti." Kalau dipikir-pikir lagi, hubunganku dan Hyejin selama ini berjalan dengan mulus dan wanita itu menerima lamaranku bulan lalu. Namun, apa yang membuatnya berubah pikiran disaat-saat seperti ini?
"Tiketnya jadi rugi. Ck. Sialan."
.
.
.
Tiga bulan setelah kulalui dengan Omelan keluargaku yang tak kunjung mencapai akhir, kuputuskan untuk berdiri disini. Didepan stasiun Busan yang padat dengan pekerja kantoran seperti biasanya.Rute yang kugunakan untuk sampai ke Eropa adalah mulai berangkat dari Stasiun Busan menuju Incheon internasional airport. Perjalanan yang harus kutempuh menuju bandara membutuhkan waktu sekitar 3 jam 30 menit. Sekarang jam tanganku menunjukkan pukul 07.45 pagi, jadi aku bisa sampai di bandara tepat pukul 11.15 siang.
"Barang-barangnya sudah masuk ke bagasi, tuan. Nanti sampai di bandara akan dijemput oleh Tuan Jae-Hee. Silahkan menikmati perjalanannya, tuan." Ujar asistenku yang bernama Choi-an. Aku mengangguk sebagai balasan.
Tanpa perlu basa-basi lagi, aku langsung masuk ke dalam gerbong kereta yang bertuliskan 'business' didepan pintu gerbongnya. Segeralah aku mencari tempat duduk yang sesuai dengan tulisan yang tertera diatas kertas tiket yang kugenggam sedari tadi.
Perjalananku menuju Eropa pun dimulai dengan bunyi klakson kereta yang sangat keras walaupun gerbong kereta milikku sudah tercap kedap suara. Kereta mulai bergerak secara perlahan dan aku melirik ke arah jendela dimana asistenku melambai girang ke arahku.
Aku menyeringai sedikit karena tahu alasan dibalik lambaian girang asistenku itu. Selama 100 hari kedepan bos yang dinyatakannya galak dan menyeramkan itu akan pergi jalan-jalan ke benua tetangga.
Sebenarnya aku sedikit keberatan dengan keputusanku sendiri mengenai pergi tour ke Eropa seorang diri tanpa adanya Hyejin disini. Yah, apa boleh buat. Daripada aku mendengarkan Omelan dan kutukan dari kedua orang tua ku serta paman dan bibi, lebih baik aku menjernihkan pikiran sekaligus berlibur di Eropa walau hanya sendiri. Siapa tahu aku bertemu seseorang yang dapat menggantikan Hyejin disana. Benar, 'kan?
.
.
.Setelah melewati perjalanan yang cukup melelahkan karena masalah 'kebenaran' tiket yang kubawa--maksudku para penjaga airport bertanya-tanya tentang siapa partner yang kubawa dalam perjalanan tour ini sebab tiket yang kugunakan adalah tiket khusus perjalanan honeymoon yang tentu saja terlalu romantis untuk kulalui seorang diri. Untung saja sesuai perkataan Choi-an, salah satu orang suruhannya yang bertugas menjemputku yaitu Jae-Hee datang dan mengurus semua masalah itu.
Dan aku akhirnya bisa terbang ke Eropa tanpa masalah. Pesawat yang kunaiki mendarat di dataran Amsterdam.
Seharusnya kereta yang menjemputku menuju stasiun Amsterdam centraal akan datang 10 menit lagi. Sepanjang waktu itu aku duduk di bangku peron stasiun sambil menyibukkan diri dengan melihat berita di koran yang sengaja disediakan oleh pihak bandara.
Tak perlu waktu lama hingga kereta yang akan membawaku ke Amsterdam centraal datang. Ku jejakkan kakiku diatas kereta yang bernuansa klasik khas daratan Eropa. Sambil menunggu waktu keberangkatan kereta yang diperkirakan membutuhkan waktu 15 menit, aku duduk disalah satu bangku kosong sambil menanggalkan Coat hitamku dan hanya menyisakan turtleneck hitam yang menyelimuti tubuhku.
'Perkiraan waktu yang dibutuhkan kereta ini untuk menempuh perjalanan menuju Amsterdam centraal adalah 10 menit. Kira-kira aku bisa sampai 15.30 waktu setem--"
"Halo, om." Pikiranku tertepis akibat sapaan dari bocah yang tak kuketahui sudah sejak kapan ia duduk di bangku depan ku.
Rambut hitam mid-length miliknya tersapu oleh angin dan menampilkan wajah polosnya dan bibirnya yang menyeringai lebar. "Apa om keberatan kalau aku duduk bersama om disini?"
Apa-apaan bocah ini. Siapa dia?
KAMU SEDANG MEMBACA
100 days in Europe
RomansKisah ini hanya menceritakan seorang CEO yang baru saja putus cinta setelah ditinggalkan oleh tunangannya bertemu dengan anak SMA tak tahu diri di salah satu gerbong kereta yang akan membawa mereka kepada perjalanan yang penuh dengan keajaiban. War...