01

502 26 16
                                    

"Jadi.. salju seperti ini... dingin."

"Hehe.. itu lah salju, dingin bukan? Tapi warnanya indah."

"Warna... Aku ingin melihat warna."

"Iya. Aku berharap semoga kau dapat melihat warna lagi."

Garis bibir di tarik membentuk lengkungan, mata menyipit karena terapit tulang pipi. Senyuman menawan di tunjukan kepadanya walau gadis itu tidak dapat melihat senyuman itu.

Ia menatap mata emas yang selalu menatap kosong, rambutnya putih serupa salju terurai membuat pemuda itu semakin menyunggingkan senyum.

Nanase Riku kembali mendorong kursi roda tersebut, berjalan dan menikmati hawa dingin dan salju serta melihat pernak pernik natal pasca natal kemarin.

"Riku-san ingin membawa ku kemana?"

"Taman."

"Eh? Tapi kata dokter aku tidak boleh pergi jadi dari rumah sakit.."

"Sesekali tak apa bukan? Hitung-hitung refreshing karena selalu berada di dalam kamar."

Ia hanya mengangguk menanggapi pernyataan tersebut, memang benar ia butuh sedikit waktu untuk menikmati suasana di luar kamar rumah sakit, menghirup udara luar selain bau obat yang menumpulkan indra penciuman.

Matanya memang tidak dapat melihat tapi indra pendengarannya masih berfungsi dengan baik bahkan mungkin lebih baik di bandingkan manusia normal.

Mungkin benar perkataan orang-orang jika seseorang kehilangan satu indranya maka indra yang lain akan berfungsi lebih tajam dari sebelumnya.

Seperti saat ini. Sayup-sayup ia mendengar suara anak kecil tertawa, bukan hanya satu suara tapi banyak sekali seolah mereka sedang di kelilingi oleh banyak anak-anak bermain.

"..disini ramai sekali... Riku-san mengajak ku pergi kemana?"

"Taman hiburan."

Dia terdiam mendengar jawaban tersebut. Apa dia bilang? Taman hiburan? Di musim dingin seperti ini? Memangnya ada?

Seiringnya mereka berdua berjalan, semakin terdengar jelas suara anak kecil berteriak kesenangan dan lainnya serta suara wahana. Sekarang ia yakin Riku memang membawanya menuju taman hiburan.

Ia cukup senang dengan hal itu namun ada satu hal yang mengganjal hati nya sejak tadi.

"..Riku-san... Apa semua orang menatap kita?.."

Riku terdiam mendengar pertanyaan itu, memang benar beberapa orang ada yang menatap mereka secara intens dan ada juga yang memfoto keduanya.

Tentu saja siapa yang tidak heran, seorang idola terkenal berada di taman bermain sedang membawa gadis buta dengan kursi roda.

"Tidak. Tidak ada yang menatap kita. Aika-san tenang saja."

Bohong. Nyatanya ada penggemar perempuan yang mencoba mendekat namun Riku menyadari hal itu dan menyuruh mereka pergi. Riku juga sedikit menyesal dia tidak mengenakan penyamaran apapun saat datang ke rumah sakit.

Riku terus berjalan, berkeliling di taman itu tanpa berhenti. Dirinya berusaha bersikap normal menanggapi Aika yang terkadang bisa lebih peka dari dirinya.

"Ingin beli sesuatu, Aika-san?"

"Tidak.. aku sedang tidak ingin apapun.."

"Sayang sekali.. Banyak stan makanan disini."

Sempat berhenti di stan penjual permen kapas dan membeli satu berukuran sedang, Riku melanjutkan minitour di taman hiburan sampai sore hari.

Riku duduk di bangku dan Aika dengan kursi roda di sebelahnya sedang memakan permen kapas yang di belikan oleh Riku untuk dirinya. Manik merah melirik ke arah gadis tersebut, memperhatikannya dari atas sampai bawah lalu tersenyum simpul.

Melihat gadis itu makan dengan ekspresi datar membuat Nanase Riku merasa gemas sendiri, caranya memakan permen kapas dengan mengambil lalu memasukkan ke mulut dan memakannya.

Riku mengambil ponsel, menekan tombol power dan melihat jam. Sudah berapa jam mereka di taman hiburan ini, ketika melihat langit seperti nya sudah sore. Ia tidak bisa melihat langit dengan jelas karena semua tertutup oleh awan kelabu dan salju yang masih turun.

"..apa sekarang sudah sore? Sepertinya kita harus kembali ke rumah sakit Riku-san. Kau juga harus pulang.."

"Aika-san benar. Ayo kita kembali."

Riku beranjak dari duduk lalu kembali mendorong kursi roda tersebut keluar menjauh dari bangku dan keluar dari taman hiburan, sudah cukup dengan berkeliling di taman hiburannya untuk hari ini. Riku sudah harus kembali karena teman-temannya sudah mengirim pesan untuk ia segera kembali.

"Sebentar lagi.. tahun baru benar bukan?"

"Benar. Kenapa Aika-san bertanya? Ingin berkeliling juga saat malam pergantian nanti? Aku akan temani."

"Tidak perlu.. malam pergantian tahun baru bukannya waktu yang sibuk untuk para idol. Mungkin saja Idolish7 akan mengadakan konser nanti dan aku tidak ingin mengganggu."

"Tidak-tidak. Tidak ada akan konser, kami tidak melakukan konser apapun untuk pergantian malam tahun baru nanti."

Keduanya kembali terdiam selama perjalanan menuju rumah sakit tempat Aika berada sejak lama.

Pertemuan mereka terjadi saat malam natal setahun yang lalu, saat Riku tengah berjalan-jalan malam dan tanpa sengaja melihat Aika duduk dengan kursi roda di sebelah bangku taman.

Berawal dari rasa penasaran dan simpati membuat seorang Nanase Riku ingin mengetahui tentang seorang Aika lebih dalam lagi. Aika pun sendiri tahu jika Riku adalah seorang idol, walau dia tidak tahu bagaimana rupa pemuda itu tapi ia dapat mengenali suara yang selalu muncul di televisi.

Riku melangkahkan kakinya dengan cepat ketika ia sudah melewati pagar rumah sakit dan bergegas masuk ke dalam gedung. Saat berjalan menuju kamar Aika beberapa suster dan dokter menyapa dirinya.

Aika hanya diam seiring perjalanan menuju kamar inap miliknya, saat suara pintu terbuka terdengar ia tahu jika keduanya sudah sampai di depan kamar.

"Sudah sampai."

"Arigatou Riku-san.."

"Um!~ Douitashimashite!~"

Aika memutar kepala, sedikit mengubah posisi dan mendongakkan kepala.

"Arigatou.. karena telah menemani ku seharian. Sekarang Riku-san bisa pulang karena hari pasti sudah hampir malam."

Riku menyunggingkan senyum dan mengelus pucuk kepala putih tersebut. Setelah itu ia menutup pintu tersebut dan pergi dari sana.

Merasa sudah tidak ada seseorang di dalam kamar dan sekitar sana, Aika segera mengambil obat yang terletak di laci dan meminumnya.

Nyeri di kaki nya semakin menjadi dan tidak seharusnya ia keluar hari ini. Dada nya juga terasa sakit bahkan ia sedikit kesusahan dalam bernafas.

'sudah lima tahun bukan?...'

Tangan kecil dan kurus mengepal, meremas baju pasien yang selalu ia gunakan. Tatapan mata emas yang selalu terlihat dingin melunak, mengeluarkan bulir-bulir bening yang mengalir membasahi pipi pucat.

Di iringi matahari terbenam di ufuk barat, menandakan hari sudah berganti malam. Aika masih tetap menangis, membiarkan cairan bening itu membasahi pipi.

-------------------------------------

Wuiiihh~  inilah chap pertamanya, semoga kalian suka dan jangan lupa untuk vote dan komen, saran atau kritik pun tak apa.

Jaa~

Say Goodbye✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang