The Lady Escort - part 7

4.2K 96 0
                                    

Maaf ya kalau alur The Lady Escort berjalan lambat, menye - menye dan nggak langsung masuk ke pokok permasalahan. Tapi beginilah caraku mengemas cerita ini, nggak mau sekedar memberikan tag kalau Wanda El Zhafira itu Escort atau seorang Rangga itu (sesuai definisi kalian) , aku mau menjabarkannya secara nyata, Bagaimana hidup mereka lah yang membentuk kepribadian mereka. bagaimana hidup dan manusia saling angkuh dan saling menundukkan.

Bukannya hidup juga begitu? Harus Ada pondasi,tembok, genteng untuk menjadikannya terlihat seperti sebuah rumah. Ada tahapanya, ada sampingannya juga selain cerita utama antara dia dan dia? Semoga kalian tetap setia membaca :) . Next Part perjalanan hubungan Wanda - Rangga dimulai.

***

Author PoV

Rangga menatap kosong tabung labu erlenmeyer berisi larutan ekstrak daun katup, menarik napas sesaat lalu memipet larutan tersebut kedalam 12 tabung reaksi sebanyak 2 ml per tabungnya, menambahkan berbagai larutan seperti anilin sulfat, asam sulfat dan larutan lainnya, menghomogenkan dengan cara menggoyang tabung tersebut. Lalu menunggu reaksi yang terjadi.

Ia bersyukur sesama rekan kerjanya tak ada yang berubah sikap menjauhi ataupun memandangnya tak hormat tapi itu pasti karena ia tak tahu apa yang dia lakukan.

Ia berusaha melupakan apa yang terjadi, tapi sulit rasanya memaafkan diri yang berbuat khilaf. Ia melakukan dosa.

Dan rasa menyesal itu sulit buatnya mengangkat wajah.

***

Sophia PoV

Rangga bergerak dalam diam saat tangannya aktif memipet beragam larutan baik ekstrak maupun zat kimia kedalam tabung reaksi yang menghasilkan warna kuning muda jika negative, setelah itu menambahkan mikroba M. Luteus sebanyak 1 ml menggunakan pipet serologis.

Aku selalu suka melihatnya saat bekerja dilaboratorium wajahnya yang pada dasarnya serius jadi sangat cool saat sedang fokus seperti ini, begitu maskulin dan um, seksi. aku menyukainya, Tapi tidak dengan wajah sedih yang dia tunjukkan itu.

Dia sangat manis, dia berkali - kali meminta maaf melalui email saat aku dilondon dan terus begitu saat aku sudah kembali ke Indonesia. Dia begitu menyesal dan merasa bersalah saat ibunya menolak merestui hubungan kami.

Sakit tentu saja. Itu bukan penolakan pertama, sebelumnya kami sudah mencoba dan selalu berakhir dengan penolakan.

Aku marah tentu saja, ditolak oleh ibu - ibu cerewet padahal anaknya yang memaksa agar kami menikah saat aku tak mempedulikannya. Tapi perjuangannya itu justru yang meyakinkan aku tentang masa depan yang akan kami miliki kelak. Membuatku sungguh menginginkan dan tak mau melepasnya.

Kepribadiannya lah yang membuatku terpesona. Dia begitu rasional, realistis dan logis dalam semua aspek hidupnya. Dia dapat mengukur apa yang Mungkin dan tak mungkin ia dapatkan. Begitu rasional dalam bermimpi yang selalu menjadi kenyataan. Dia memiliki perhitungan yamg tajam, tau masa depan yang seperti apa yang ia inginksn dan tahu bagaimana cara mewujudkannya.

Aku mengrenyit kembali menemukan wajah sedih itu. Apa dia masih menyesal karena membuat aku ditolak ibunya sekian kali lalu memutuskan untuk mengakhiri hubungan kami? Oh itu tak boleh terjadi.

"Honey."

Dia menoleh dan tersenyum. "Kenapa kamu belum pulang?"

"Kenapa kamu belum pulang?" aku membeo dan berdiri disampingnya merebut tabung reaksi tersebut untuk diletakkan di rak miring. "Sekarang kan pekerjaanmu sudah selesai."

"Dan itu karena kamu. Terima kasih." katanya tersenyum, mencuci tangannya diwashtafel yang ada dipojok ruangan. Aku mengikuti apa yang dia lakukan dan ikut melangkah keruangannya yang terletak disamping lab.

"Aku memaafkanmu." kataku sambil menggantungkan jas lab dicapstock yang ada didinding ruangan.

"Hah?"

Aku berbalik untuk menatap wajah lucu seorang pria yang sedang duduk disofa hitamnya yang sedang menyandarkan diri.

"Aku merindukanmu. Aku lelah bersikap marah sementara aku rindu. Aku memaafkanmu honey." aku duduk disisinya memberikan sebuah pelukan yang pasti membuatnya mengerti kalau aku merindukan dia.

"Aku nggak pantas dimaafkan sophia, kesalahan ku begitu besar." katanya berkeras.

I hate dramas. hanya butuh sedikit kesabaran tapi kenapa mendramatisir begini sih? "Ini bukan salah siapa - siapa oke. Kita hanya perlu meyakinkan ibumu, sedikit lagi. Ya kan."

Dia melepaskan pelukanku dan memegang kepalanya frustasi. "Sophia, kamu nggak mengerti."

Aku menatapnya bingung. Ya, sekarang aku tak mengerti dengan keadaan ini.

Dia menatapku memelas, bibirnya bergerak ragu. "Maafkan aku."

"Untuk?" aku menanti.

Air mukanya begitu sedih, sangat sengsara dan putus asa. Bibirnya membuka tanpa kata sebelum akhirnya dia bicara dengan suara pelan "Aaku... telah mengkhianatimu. Aku tidur dengan seorang wanita. Maafkan aku sophia. Aku bersumpah, aku tak berniat melakukannya, semua terjadi begitu saja. Maafkan aku, kumohon" wajahnya penuh rasa bersalah, matanya memerah, bibirnya bergetar.

Aku memeluknya untuk menenangkan dan menyembunyikan... Senyumku. Aku geli, senang tapi juga kesal menanggapinya.

Rangga. dia begitu manis, dia sangat cemas akan melukaiku apalagi saat dia bilang ".... Aku bersumpah, aku tak berniat melakukannya, semua terjadi begitu saja." Bagaimana aku sempat marah kalau dia langsung meluluhkanku hati begitu saja?

Rangga benar - benar seorang timur sejati, sementara darah Barat mengalir deras dalam tubuhku. Jadi kalian pahamkan pemikiranku terhadap hal ini? Aku sama sekali tak mengutukinya, Aku hanya sedikit kesal pada entah siapa itu. Huh.

Aku melepas pelukannya dan menatapnya, kucium keningnya lama lalu bebisik sambil memeluknya. "Aku mencintaimu. Jangan pasang wajah seperti itu lagi, karena aku sudah memaafkanmu."

Ku rasakan tubuhnya yang kaku berubah rileks dan tangannya balas merengkuhanku.

***
Wanda El Zhafira PoV

Aku mengeluh sendiri melihat badanku yang semakin melebar dari cermin. Agh, ini nggak boleh terjadi, pokoknya gue harus diet titik.

"Fira? kamu ngapain baby?" teriakan mas Rio yang bahkan umurnya lebih tua 8 tahun dari bang bara itu menyadarkanku kalau diluar ada om - om yang menungguku penuh napsu.

Aku merapihkan lingerie-ku lagi, memakai stocking berenda yang sewarna, mentouch up make up sekali lagi.

"Mas." panggilku dengan desahan palsu.

Mas Rio yang sedari tadi fokus dengan tabnya menatapku penuh napsu. Dilempar sembarang tabnya demi menghampiriku.

"Fira, kamu makin bohay aja deh, jadi makin sexy. mas suka." matanya jelalatan memperhatikan semua bagian tubuhku.

Aku mengeluh dalam hati. "Gemukan kali mas." gumamku manja.

"Masa sih? Ditest dulu yuk coba." tangannya menuntunku lalu mendorongku kekasur.

Aku terkekeh mengikuti permainannya.

The Lady EscortTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang