Kang Yo Han Pov
Perjalanan dengan kereta yang lainnya. Hari demi hari, malam demi malam. Aku memikirkannya, menunggu dalam debaran harap-harap cemas. Apakah pemuda tampan di rumah nomor tujuh belas akan menampakkan diri? Apakah aku bisa melihatnya sekali lagi?
Tetapi di luar dugaanku, apa yang tertangkap pandangan mataku yang malang adalah jendela rumahku yang kini dimiliki dan dihuni Jung Sun Ah.
Aku melihatnya duduk dekat jendela, bersulang pada seseorang di depannya. Kutajamkan pandanganku, aku yakin orang itu perempuan.Aku melangkah keluar dari kereta pada satu perhentian yang tidak biasa. Menyeret langkah ke mana insting membimbingku pergi sampai aku masuk ke dalam sebuah bar dan mabuk seperti biasa. Sebenarnya aku berada pada saat mabuk yang aku sebut sebagai momen kebebasan. Pada saat gembira, orang akan minum alkohol untuk merayakan, dan pada saat yang rumit dan tertekan, orang akan minum untuk melarikan diri dari kenyataan. Semua tentang minuman keras menjadi masuk akal. Namun begitu, aku selalu mencoba untuk meregangkan momen itu, dan kemudian mau tidak mau aku akan mengaku, "Aku tidak bisa menikmati alkohol lagi, aku pikir momen kebebasan sudah berlalu."
Pada malam ini, sambil memandang ke luar jendela ke bulan di atas puncak gedung dan pepohonan, aku mengatakan pada diriku sendiri bahwa momen kebebasan mungkin tidak lagi berada pada minuman keras, melainkan pada saat aku menatap pemuda tampan di rumah nomor dua puluh. Wajahnya putih cemerlang seperti bulan di atas sana. Sesekali tertutup awan, dan aku menunggu di bawah, memandang penuh harap, menunggu tirai awan menepi untuk menunjukkan rembulan lagi.
Kesalahanku pada saat ini adalah aku mengeluarkan ponsel, menggulir media sosialku dan menemukan postingan Jung Sun Ah yang terlihat sangat bahagia dengan hidupnya, dengan bisnis kafenya. Walau pun di beberapa foto dia nampak sangat serius, terlihat seperti lelah dengan perjuangannya sendiri. Tetapi secara keseluruhan, semuanya sempurna.
Tidak --
Ini tidak adil. Dia membeli rumah itu dariku dengan cara yang curang.
Pada saat aku tenggelam dalam depresi karena kematian kakak laki-lakiku, satu-satunya keluarga yang kumiliki. Jung Sun Ah yang serakah melebihi srigala lapar, mencurangiku dengan perjanjian jual beli yang tidak adil. Memaksaku menandatangi dokumen itu di saat aku pulang dalam kondisi mabuk berat. Aku tidak paham isi pikiran wanita, dan apa yang ada dalam hatinya.
Pada momen yang lebih bersahabat, Sun Ah yang telah menjadi asistenku selama bertahun-tahun berkali-kali mengatakan bahwa dia mencintaiku. Tetapi aku selalu menganggapnya sebagai asisten, tidak peduli seberapa cantik dan menawan dirinya, aku tidak menyukainya dengan cara yang dia inginkan. Setelah aku kehilangan rumah itu dan terpaksa menumpang di rumah mendiang kakakku, aku baru tahu bahwa menolak wanita cantik rupanya adalah kesalahan besar.
"Anda mau tambah lagi?" Seorang bartender berkata padaku saat aku tanpa sadar mendorong gelas kosong padanya.
Aku terkesiap, "Ah ya, satu lagi."
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐓𝐇𝐄 𝐓𝐑𝐀𝐈𝐍 (𝐓𝐡𝐞 𝐃𝐞𝐯𝐢𝐥 𝐉𝐮𝐝𝐠𝐞)
FanfictionSetiap hari, Kang Yo Han yang berprofesi sebagai pengacara menaiki commuter untuk bekerja di kantornya di pusat Seoul dan setiap hari ia melewati rumah yang pernah dia huni dan meninggalkan jejak kenangan buruk. Selagi dia berjuang menepis emosi set...