2. Lebih dari Pacar

27 6 3
                                    

“Renggi .. ”

“Renggi .. ”

Rissa yang sedang menyalin tugas di sebelah Artha dibuat terkejut saat Artha melantur di tengah lelap tidurnya. Ia pun mengibaskan tangan di depan mata Artha yang tak kunjung bangun, kemudian menggoyahkan tubuhnya.

“Mimpi, lo?” Cebik Rissa. “Mimpi apaan sampe bawa-bawa si Renggi?”

Artha masih setengah sadar, mengucek matanya seraya menguap.

“Jam berapa sekarang?” Tanyanya tak acuh.

“Yang pasti gue udah satu jam lebih nemenin lo setelah bel.” Dengus Rissa, menghentakkan pulpennya ke atas meja.

“Udah gue duga si Kino bullshit doang bentaran.”

“Gue pulang deh ya, dari tadi Ayah gue nelpon terus.” Rissa bimbang. Ia juga kasihan jika harus meninggalkan sahabatnya sendirian menunggu Kino yang entah sampai kapan bergelut dengan kesibukan organisasinya.

Bahkan tugas yang seharusnya dikerjakan Artha di rumah rela Rissa selesaikan sebab ia yakin anak itu tidak akan mengingatnya setiap kali sibuk menunggu Kino.

“Yaudah. Sambil bilangin Kino suruh cepetan.”

Rissa mengangkat ibu jari dan telunjuknya  membentuk huruf o. Berlalu pergi setelah memasukkan buku dan alat tulis Artha ke dalam tas.

Sementara Artha berangsur meregangkan tubuh, melirik arloji yang melingkar di pergelangan tangannya sudah menunjuk pukul tiga petang.

Suasana sekolah sudah sangat sepi, hanya beberapa gema suara yang berasal dari lapangan di mana beberapa siswa tengah bermain futsal.

Baru saja Artha berniat menyusul Kino ke ruangan OSIS, dering telepon masuk ke ponselnya dari Rissa.

Bener-bener emang si Kino."

"Masa udah pada kosong ruangannya, Tha.”

“Terus katanya Osis udah bubaran tiga puluh menit lalu.”

“Ngajak ribut emang tuh anak. Dia sengaja apa gimana!?” Sungutnya kesal.

Artha yang mendengar seketika naik darah. Ia lantas mendekat ke jendela yang mengarah langsung ke parkiran sekolah dan benar-benar tidak ada motor yang terparkir di sana.

Ini tidak akan bisa Artha biarkan. Ia sungguh marah pada Kino sekarang karena telah menipunya.

Dengan kasar ia mengambil tas dan beranjak menyusul Rissa.

“Cepet gue di deket tangga.”

• • •


Sepanjang hari, Kino tak berhenti membujuk Artha yang merajuk padanya. Ia sampai berlutut di depan Artha atas kesalahannya karena telah lupa jika Artha menunggunya di kelas.

Kino sudah meminta bantuan bundanya Artha, namun tetap tidak berhasil. Bima yang merupakan kakak Artha pun hanya menonton tanpa bisa membantu.

“Artha, gue salah. Gue bener-bener salah. Gue gak bohong lupa, Tha.”

“Maaf ya, sayang?” Ucap Kino yang justru mendapat sebuah jitakan di kepalanya.

“SEMUA AJA LU PANGGIL SAYANG!” balas Artha sebal.

Elah~ maafin napa, Tha. Segitu doang ngambek.” Cebik Bima membela Kino.

“Bisa diem gak lo? Jomblo tau apaan soal beginian!”

Bima yang merasa terhina sontak melempari adiknya dengan bantal kursi. “Gue jomblo karena udah senior soal percintaan, you know?!”

ARTHATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang