"Bentar Tha, gue dipanggil pelatih dulu. Tungguin jangan kabur." Ujar Dirga meninggalkan Artha yang sudah menunggu di parkiran.
Artha memisuh kesal. Jika tau akan sama saja begini lebih baik ia pulang bersama Rissa.
Gadis itu mulai bosan. Ia memainkan kakinya, menendang batu di sekitar hingga batu tersebut berhasil mengenai kepala orang lain.
Artha segera berseru meminta maaf. Seorang siswi yang menjadi korbannya hanya melayangkan tatapan risih dan kesal.
Artha jadi tidak enak hati, ia berniat menghampirinya namun perempuan itu berlalu pergi melewati Artha tanpa menghiraukannya.
"Najis, jutek amat." Dengusnya pelan. Melihat respon si perempuan justru membuat Artha semakin ingin melempari batu. Ia malah dibuat kesal sendiri melihatnya.
Begitu melangkah mundur, tubuh Artha terantuk dengan punggung yang juga tengah membelakanginya. Ia spontan berbalik dan terkejut melihat Shaga menatapnya sinis.
Laki-laki itu sedang mengeluarkan sepeda motornya, ia berhenti karena Artha menginjak kakinya juga.
"Eh, gue kira gak ada orang." Ucap Artha canggung.
"Maaf." Artha hendak merunduk untuk membersihkan sepatu Shaga, namun sang empu segera mengelak. Ia masih memberi tatapan yang membuat Artha kikuk.
"G-gue gak sengaja. Sini gue bersi-"
"Gak usah." Balasnya ketus. "Bangun, jangan halang!"
"Tapi sepatu lo."
Shaga lantas menurunkan kembali standar motornya dan menarik tangan Artha agar berdiri. Ia juga sedikit mendorong tubuh gadis tersebut untuk menyingkir.
"Shaga." Panggil Artha tak dihiraukan. "Nama lo Shaga kan. Arah rumah lo ke mana?"
Shaga terdiam beberapa saat, menarik nafasnya dalam. Bukannya mendapat jawaban, Artha justru disodorkan helm oleh laki-laki itu.
Memang niat Artha bertanya demikian untuk meminta tumpangan andai arah rumah mereka satu jalur. Tanpa ia duga Shaga ternyata lebih peka memahami maksud Artha.
"Gak repotin?" Tanyanya memastikan.
Shaga lagi-lagi tidak menjawab. Ia lantas menyerahkan helm miliknya pada Artha dan segera menaiki sepeda motornya.
"Naik."
"Beneran?" Seru Artha antusias. Tanpa pikir panjang ia duduk di jok belakang. Wajah Artha begitu senang karena ia dapat pulang dengan tumpangan gratis.
Tanpa disadari Dirga tampak memicingkan mata dari kejauhan, terhenyak mengetahui jika Artha berada di boncengan lelaki lain.
"ARTHA!!!"
Shaga melirik ke asal sumber suara. Ia tak acuh menarik pedal gasnya secara kencang, meninggalkan parkiran sekolah.
Dirga berdecak, mengacak rambutnya. Bisa gawat jika Kino tau hal ini.
"Mati gue."
• • •
Sepanjang jalan, Artha tak hentinya mengucapkan terima kasih. Meski Shaga tidak menanggapinya sedikit pun, Artha tetap senang karena laki-laki itu dengan sukarela mengantarnya pulang.
Padahal mereka baru saja kenal dan belum terbilang teman satu kelas yang akrab. Tapi bagi Artha tidak masalah, anggap saja ini awal mula pertemanan mereka.
Di tengah perjalanan, Shaga tiba-tiba menepikan motornya. Ia lalu merogoh ponsel dari dalam kantung celananya yang berdering untuk menerima telepon masuk.
KAMU SEDANG MEMBACA
ARTHA
أدب المراهقين"Kemarin kamu membuatku merasa spesial, tapi hari ini kamu membuatku merasa tidak diinginkan." Ketika Artha menyadari jika hati dan perasaannya berlabuh pada dua orang yang berbeda. • • • Artha, gadis periang sederhana yang sangat gemar tidur di dal...