Luka

670 72 1
                                    

Malam itu menjadi malam yang cukup melelahkan bagi Vito. Waktu sudah menunjukkan pukul 9 malam, tapi Vito masih berada di dalam gerbong kereta menuju Bogor.

Hampir seharian ini Vito menghabiskan waktunya untuk berjalan-jalan sendiri. Ia memilih kota Jakarta sebagai tujuannya. Dari pukul 8 pagi, ia sudah bergegas menuju perpustakaan nasional, setelah dari sana ia langsung mengunjungi galeri Nasional tepat di seberang tugu Monas.

Vito mengenakkan jaket jeans miliknya, lama-kelamaan jaket ini cocok juga dengannya. Vito akhirnya menyukai gaya seperti ini. Awalnya, ia tidak suka. Tapi, lama-kelamaan ia nyaman juga.

Suasana malam hari itu di kereta selalu ramai. Vito perhatikan banyak sekali sorot mata lelah yang terpancar dari orang-orang. Ada yang tertidur di kursi dengan kepala menunduk lalu mendongak hingga berulang kali. Ada juga yang berdiri menyender sambil tertidur. Adalagi yang sedang asyik mendengarkan lagu atau membaca buku.

Setelah berjalan-jalan ke perpustakaan nasional dan galeri Nasional, Vito mampir untuk membeli buku di mall Margonda city, Depok. Ia membeli dua buku tentang self-improvement dan sastra klasik. Vito menabung hingga beberapa Minggu agar bisa membeli buku favoritnya ini.

Walau masih bersekolah, Vito sudah memiliki penghasilan dari menulis artikel di salah satu website berbayar. Vito bekerja sebagai freelancer di sana. Uang dari hasil menulis artikel itu cukup untuk jajan dan membeli buku. Vito jadi tidak perlu merepotkan ibu dan kak Nabila.

Vito adalah anak kedua di keluarganya, kakaknya Nabila saat ini sedang berkuliah semester 3 jurusan pustakawan. Vito dan kak Nabila memang memiliki hobi yang sama sejak kecil, membaca. Sejak kecil ibu rajin membeli buku-buku dongeng dan cerita legenda untuk Vito dan kakaknya. Karena ibu sudah membiasakan kegiatan membaca sejak kecil, Vito dan kak Nabila akhirnya menyukai membaca hingga saat ini.

Lamunan Vito terhenti begitu mendengar pemberitahuan dari pengeras suara bahwa pemberhentian selanjutnya adalah stasiun Bogor. Vito bersiap-siap untuk turun. Ia berjalan mendekati salah satu pintu kereta dan berdiri tepat di depannya.

Selang beberapa menit, pintu kereta pun terbuka. Vito melangkahkan kedua kakinya lebar. Ia melepas masker hitam yang ia kenakan. Belum sempat Vito melangkahkan kakinya untuk menyeberangi rel, ia melihat ada keributan tepat di hadapannya.

Ia melihat ada seorang wanita menangis sambil berteriak-teriak dan menunjuk ke sekumpulan lelaki muda yang mengenakkan setelan kaus hitam dan jeans robek.

Karena penasaran, Vito pun mengurungkan niatnya untuk segera pulang dan menghampiri keramaian itu.

"Kamu! Jelas-jelas kamu tadi pegang-pegang saya! Kurang ajar kamu!" Teriak wanita muda itu sambil terisak-isak.

"Mana buktinya? Saya gak melakukan itu, jangan sembarangan menuduh! Kamu mau saya laporkan ke polisi karena pencemaran nama baik?!" Balas lelaki itu dengan nada suara yang membentak.

Orang-orang di sekitar hanya melihat pemandangan itu, ada yang berbisik-bisik, ada yang malah sibuk merekam dengan ponselnya. Dan adalagi yang melempar pandangan heran dan kesal.

"Kamu sudah melakukan tindakan pelecehan seksual! Kamu yang akan saya laporkan ke polisi. Jangan bohong ya kamu! Kamu dan dua temanmu itu berani memegang bokong saya dan kamu menempelkan badan kamu ke badan saya!"

Vito yang melihat kejadian itu tiba-tiba langsung membeku. Napasnya tercekat, ia merasakan pukulan hebat di dada dan kepalanya. Benar-benar kuat, hingga membuat Vito terjatuh sambil memegangi kepala.

"SAMPAH MASYARAKAT!" Teriak Vito membuat orang-orang yang berkerumun menatapnya terkejut.

Setelah berteriak seperti itu, Vito langsung menerjang lelaki berkaus hitam dan memukulnya dengan kencang.

Alter Ego | TELAH TERBITTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang