"Hhheumm.. Aaahhh"
Seraya menutup mata ia hembuskan napas secara perlahan lalu disusul dengan senyum yang tak berhenti mengembang sehingga membentuk dua dimple kecil di kedua pipi chubbynya. Senyumnya makin mengembang kala melihat monitor diujung sana yang bertuliskan "Selamat datang di Korea Selatan".
Ya, disinilah ia berada sekarang. Bandara Incheon, Korea Selatan.
Sudah kali ketiga Willy melakukan hal yang sama -menarik napas panjang membiarkan segala aroma yang ia rindukan menelusuk hingga rongga pernapasan sambil sesekali menyesap hot chocolate di tangan kanannya.
Rindu. Iya rindu. Entah bagaimana ia bisa sangat rindu dengan tempat ini. Tempat kelahirannya namun tak ada satu kenangan pun yang ia ingat darinya. Cukup aneh bukan? Merindukan tempat yang seakan tidak pernah kau ingat. Jangan bertanya pada willy mengapa hal ini bisa terjadi karena ia pun tidak tahu jawaban apa yang bisa ia beri. Setidaknya itulah yang ia rasakan. Entah rindu kepada apa atau siapa. Seperti ada yang menungguinya selama ini.
Terasa seperti mimpi ia diperbolehkan kembali ke tempat ini. Pasalnya, pernah dulu ia meminta untuk kembali barang mengisi waktu senggang namun tidak diperbolehkan. Eomma-nya selalu berkata, "Kamu boleh berlibur kemana saja tapi tidak di Korea".
Sepuluh tahun sudah ia meninggalkan tanah kelahirannya ini. Semenjak dua hari setelah kecelakaan yang merenggut hampir seluruh ingatannya itu ia tidak pernah mengunjungi kampung halaman eomma-nya lagi.
Bukan tanpa alasan ia meninggalkan tanah kelahirannya. Semua karena orang tua Willy sangat trauma dengan rekan bisnis baba-nya dulu yang mengidap pedofilia. Dia terobsesi dengan visual Willy yang terlahir dengan wajah asli turki -turunan dari baba-nya
Karena hal ini juga Willy mempunyai body yang overweight, karena dia tidak diperbolehkan oleh eomma-nya untuk mempunyai badan ideal.Seperti yang terjadi sekarang..
"Eoh, yeoboseyo? nee, eomma aku baru saja sampai. "
"Kau harus ingat willy, jangan turunkan berat badanmu selama di sana!"
"Ne, eomma, akan kuingat. "
Selalu seperti itu. Takut. Sangat takut.
Setelah berbincang atau lebih tepatnya mendapat peringatan melalui obrolan telpon, sebuah mobil Lexus sudah terpampang jelas di hadapannya.
Willy mengernyit ketika melihat hanya supir yang keluar dari mobil itu.
"Jinjja? Aahh mereka sesibuk itu ternyata. Gwenchana, aku bisa bertemu mereka di waktu senggang" Ucap willy menenangkan dirinya sendiri.
Untuk yang pertama kalinya dalam sejarah hidup Willy, ia tidak merasa kantuk sama sekali menaiki mobil!
Dia merasa pemandangan hari ini sangat sayang untuk dilewatkan.Dengan senyum yang senantiasa terukir sempurna di wajahnya ia memandang langit kota yang seakan terus mengekorinya.
"Gomawoyo baba, karena sudah menyuruhku untuk kembali. Aku janji akan mengembalikan ingatanku disini." Batinnya.
Jarak dari bandara Incheon ke Seoul membutuhkan waktu setidaknya setengah jam lebih. Tapi, itu tidak jadi beban pikiran Willy.
Hingga sampailah Willy di sebuah Mansion yang dibangun baba-nya baru-baru ini.Rumah megah penuh dengan pohon rindang serta kolam ikan dibawah jembatan kecil menuju pintu utama persis seperti desain yang pernah ia dan appanya buat dulu. Ia tak menyangka rumah ini selesai tepat dua hari sebelum baba-nya dinyatakan tak bernyawa.
Dengan perasaan rancu ia menapaki jembatan kecil itu dengan senyum yang tak kalah kecilnya. Ada tiga maid perempuan yang menyambutnya di pintu utama. Dengan sopan mereka meminta tas tenteng willy untuk dibawakan, namun willy menolak. Baginya ini hanya tas tenteng yang masih bisa ia bawa sendiri.
Willy mengedarkan pandangan. Ia puas dengan desain interiornya. Simple, modern dan tetap terlihat mewah dan elegan. Semua masih normal hingga ia memasuki ruang tengah atau ruang santai, semua terlihat gelap.
"Eoh, mwoya, Kenapa gelap sekali? Apakah ada pemadaman listrik? Kamchagi?" Willy bermonolog.
Seketika lampu di sana hidup begitu saja dan menampakkan dekor bernuansa ungu serta dua gadis ulzzang yang memegang bucket bunga dan kue perayaan. Mereka adalah anak dari kembaran eommanya atau bisa dibilang sepupu.
"Surprise!!" Ucap keduanya.
"Kamchagiya!"
"Wae, Kenapa kamu terkejut? Yak, Apa kamu pikir kami tidak akan menyambutmu?" Ucap freya yang usianya lima tahun lebih tua darinya.
"Ish, maldo andwae" (Tidak mungkin) sahut sherina, yang lima bulan lebih muda.
"Wae? Menurutku itu bisa saja terjadi. Geundae.. neomu bogosipeo (Tapi aku sangat merindukanmu) Sahut Willy merentangkan tangan lalu mereka berpelukan layaknya teletabis.
"Ya! Willy-ya, kamu tidak meragukan kami sebagai sepupumu lagi, kan? "
Sherina membuka suara dalam pelukan hangat mereka.Mereka menguraikan pelukan.
"Menurutmu? Aku tidak akan meminta sebuah pelukan jika masih meragukan kalian, bukan? Eoh, Apa aku yang dulu mudah untuk meminta sebuah pelukan?"
"Tidak. Kamu memang seperti ini dari dulu. Menjadi kehangatan bagi setiap orang dan enggan menerima kehangatan dari orang lain" Willy dan freya tersenyum mengiyakan.
"Jamkkan! yang kamu pegang itu... "
Atensi sherina jatuh pada boneka yang seakan tertempel kuat di tangan willy.
"Ahh, benarkan? Rj! yak Willy-ya, apa kamu baru saja menjadi seorang army? Waaahhh aku akan sangat senang menambah teman untuk pergi ke konser bersama! "
"Eoh? Apa kamu tahu banyak tentang karakter ini?"
"Geureom! (Tentu) Aku bahkan tahu kapan karakter ini dibuat"
"Woah, aku tidak menyangka willy bisa menjadi army. " Ucap Freya menimpali.
Willy hanya tersenyum dan responnya ini mereka anggap sebagai jawaban.
"Yak, apa kau tahu ini dibuat oleh siapa? Aah pasti kau membelinya hanya karena lucu, iya kan? Padahal mang boneka kuda itu pun tak kalah menarik"
"Benarkah? Woah, haruskah kita bergadang malam ini dan membicarakan nya?"
❃❃
Maaf guys panggilan appa-nya aku ubah jadi baba ya biar dapet kesan turkinya wkwk
KAMU SEDANG MEMBACA
RJ
FanfictionKompas. Penunjuk arah. Sejak kompas itu berada ditangan Willy, ia berharap benda ini akan membantunya menemukan seseorang. Seseorang yang sangat berharga dan menjadi kunci atas segala keraguan dalam hidupnya kini Namun, pada kenyataannya hidup di...