"Setidaknya diriku pernah berjuang...
Meski tak pernah terlihat di matamu."
Lagu Tak Pernah Ternilai yang dipopulerkan oleh Last Child itu kini sedang dinyanyikan oleh sebagian Geng Delta yang begitu menggema di penjuru kantin.Ada Rendi yang anteng dengan gitarnya mengiringi suara para cowok yang tengah makan dan mabar game. Sisanya ikut bernyanyi memenuhi seisi kantin yang sudah berisik. Bahkan Oki dan juga Reza mendadak jadi drummer menggunakan meja kantin di depannya.
Tidak peduli dengan pandangan orang lain, cowok-cowok yang menyandang statusnya sebagai anak Delta tetap melanjutkan aktivitas mereka seperti biasa.
"MAS MIE AYAM SATU LAGI YE." Teriakan Pandu tadi spontan langsung mendapat pukulan ringan dari Fardan, laki-laki yang duduk di sebelahnya.
"Toa banget suara lo," ujar Rafa. Berdecak pelan seraya mengusap telinga kanannya.
"Ya maklum, nyokap gue dulu ngidamnya toa masjid," imbuh Pandu.
"Dosa lu Tante Resa dinistain," tambah Reza yang sudah menghentikan posisinya sebagai drummer dadakan.
"Gibahin nyokap gue, gue jadi kangen Mama Aul, Raf." Pandu menaik-turunkan alisnya. Menggoda sang sahabat yang sudah mendelik kesal melihat Pandu.
"Kangen cheesecake nyokap gue maksud lo?"
"Tau aja pak ketu." Pandu menyengir kuda. Kemudian merangkul pundak Rafa sambil mempertahankan senyuman lebarnya. "Balik sekolah ke rumah lo yuk, Raf."
"Gak bisa, hari ini di rumah banyak sepupu gue pada datang," kata Rafa kemudian melepaskan rangkulan Pandu dan kembali fokus pada mie ayam di depannya.
Reza tiba-tiba menjentikkan jarinya. "Lo balik ke rumah dulu, kita tunggu di apart lo, gimana?"
Rafa kembali berdecak pelan. "Gak usah maksa."
"Heh Reza, hari ini lo jangan lupa cek Caffe. Udah seminggu belum dicek," tegur Fardan.
"Balik sekolah ke caffe lo dulu lah, Za. Udah lama gue gak mampir," kata Oki.
"Gue nyusul, ya. Mau balik dulu. Nyapa sepupu gue doang sebentar." Rafa menggeser mangkuk mie ayamnya yang telah kosong. "Nanti gue bawain cheesecake."
"Atur aja."
Mereka -Delta- seringkali kumpul-kumpul sebentar saat pulang sekolah. Ntah untuk bermain sebentar atau melepas penat setelah hampir 8 jam berkutat dengan berbagai mata pelajaran.
Caffe Reza atau apartemen Rafa adalah dua tempat favorit mereka berkumpul. Tentunya selain di tempat utama mereka. Wartan (Warung Tante) yang ada di area belakang sekolah. Tempat yang cukup luas untuk menampung murid-murid SMA Kencana yang ingin mampir sejenak ke sana. Atau bahkan tepatnya, Wartan itu seringkali didominasi oleh anggota Delta untuk nongkrong.
"WOI DELON KEMANA LU?" Lagi, teriakan Pandu yang lagi-lagi memekik telinga. Laki-laki dengan dasi yang sengaja diikat di kepalanya itu melambaikan tangan ke arah Dela yang kebingungan mencari tempat di kantin bersama dua orang teman lainnya. Diana dan satu lagi Pandu hanya pernah melihat sekilas tanpa ingat nama. "Sini aja Del, meja penuh. Gak akan gue gigit. Santai."
"Suara lo kebiasaan, Pan. Berisik," tegur Diana yang beberapa langkah dari meja anak-anak Delta.
Pandu menyengir kuda. "Nanti juga kalau udah lulus, lo kangen sama suara gue, Na."
"Najis banget. Muntah gue." Dela bergidik ngeri. "Lo pada udah makannya belum? Kalau udah pergi sana."
Melihat bagaimana juteknya Dela memang bukan hal aneh lagi. Perempuan yang memperlihatkan warna midnight blue di bagian belakang rambutnya itu memang selalu terlihat jutek pada siapapun. Dela Dwi Antasari itu tipe-tipe cewek yang bar-bar, serem, dan jutek mampus. Jadi harap-harap jangan cari masalah sama dia. Apalagi Dela termasuk anggota Delta yang jumlah anggotanya begitu banyak.

KAMU SEDANG MEMBACA
ASMARALOKA
Teen FictionTentang Rafardhan Sayudha, laki-laki SMA yang menyabet sebagai ketua geng motor. Si ambisius yang pintar dalam mengatur segala strategi. Mengatur untuk melawan musuh dan juga mengatur segala kebohongan yang ia simpan rapat-rapat. Dan juga tentang Ar...