.Dua minggu berlalu dan Jungwon masih belum nyentuh esainya sama sekali. Dia gak bisa mikir apapun, otaknya buntu. Ketakutan kalo dia bakal kalah dan dihajar sama papanya, sama sekali gak bisa bikin Jungwon mikir jernih.
Apalagi ditambah dengan Sunoo dan Sunghoon yang makin deket tiap harinya, malah makin nambah beban pikiran Jungwon yang bikin tambah ruwet.
Dia gak bisa. Dia gak bisa dipaksa mikir dengan kondisi yang kayak gini. Mungkin dia harus ngomong ke papanya.
Sampai kemudian pada suatu malam, Jungwon beneran ngeberaniin dirinya ngomong ke papanya.
Waktu itu papanya lagi duduk di ruang kerjanya sambil baca buku.
Jungwon masuk dan ngedeketin papanya. "Pah.."
"Hm.." Papa Yang nyaut sambil masih fokus ke bukunya.
"Menurut papa.." Jungwon berdiri canggung, kedua tangannya saling bertautan. "Gimana kalo.. gimana kalo Jungwon mundur aja dari lomba?"
Tak!
Papa Yang langsung nutup bukunya dan ngeliatin Jungwon tajem.
"Udah setengah jalan, dan kamu mau mundur?"
Walau ngerasa ditelanjangi lewat tatapan itu, Jungwon tetep berusaha ngomong.
"Jungwon belum pernah bikin esai.. Jungwon juga.. udah.. udah.. berusaha semampu Jungwon, tapi.."
Papa Yang ngelepas kacamatanya. Kedua tangannya dia taruh di atas meja.
"Ini bukan tentang gimana caramu berusaha, Jungwon. Papa gak peduli sama semua usaha kerasmu itu. Ini tentang gimana caranya kamu bisa selalu ada di nomor satu."
Jungwon ngegeleng. "Tapi Jungwon gak bisa ngelakuin itu. Itu curang namanya."
"Papa juga pernah curang, ini yang disebut cara bertahan hidup. Persetan dengan kebohongan, orang-orang juga bisa lebih buruk dari ini dan mereka bisa kok tetep melanjutkan hidup mereka." Papa Yang ngomong dengan gak ada beban sama sekali. Yang bikin Jungwon makin gak habis pikir.
"Itu gak normal, pah.."
"Gak normal?" Desis Papa Yang. Kemudian ketawa pelan. Dia berdiri lalu jalan ke depan Jungwon dan duduk bersandar di atas meja kerjanya.
"Yang Jungwon... Anakku.." Pria paruh baya itu bersedekap. "Dimata papamu yang selalu lolos segalanya dalam sekali coba ini.... kamu yang abnormal disini." Dia nunjuk muka Jungwon.
"Makanya sekarang, kamu harus jadi normal di rumah ini. Kalo kamu gak bisa menang, bakal habis kamu di tangan papa."
.
.
.
Omongan papanya itu terus melekat di otak Jungwon, bahkan sampai keesokan harinya. Pas di dateng ke sekolah, Yuna, Jeongwoo dan, Sunoo ngeliatin dia heran.
"Jungwon.. gak tidur lagi lo ya?" Yuna yang pada dasarnya gak ada rem mulutnya, langsung nyerosos.
"Gais.." Jungwon jalan ke mejanya terus ngejatohin dirinya di sana.
Mukanya dia benemin ke meja. "Kalo seandainya gue mati suatu saat, gue titip surat wasiat ke kalian, ya?"
Ketiga temennya itu makin ngerasa heran. Dan Sunoo makin ngerasa khawatir sama kondisinya Jungwon.
"Lo kenapa, dah? Sesusah itu ya bikin esai?"
"Waktunya tinggal berapa hari sih?"
"Sepuluh hari lagi." Sunoo ngejawab pertanyaan Yuna sama Jeongwoo. Dia ngeliatin Jungwon. "Lo belom bikin apapun?"
KAMU SEDANG MEMBACA
✓ We're (not) Twins
FanfictionTerlepas dari wajah mereka yang mirip, mereka berdua berbeda.. dari segi nasib pun mereka berbeda. Tapi justru karena perbedaan itu, mereka jadi saling mengerti, dan bisa saling melindungi satu sama lain. Dan itu yang membuat mereka sama.. Warn: (BL...