Seorang gadis cantik memakai sweater krem dan rok hitam selutut dengan make up dan rambut yang dihias sedemikian rupa membuatnya tampak manis, terlihat memasuki kafe. Tampaknya ia sedang mencari tempat duduk. Pandangannya menyapu seluruh penjuru ruangan kafe lalu berhenti begitu melihatku yang sedang asik mengaduk-aduk minuman dengan sendok.
"Rhea!" gadis itu menghampiriku.
Aku berseru terkejut "Ka... Kaira?!" teman SMA sekaligus sahabatku itu tersenyum lebar memamerkan deretan giginya. Si anak teater cewek yang paling terkenal di sekolah setelah Shelly. Dia gadis keturunan Belanda – Indonesia. Sejak kecil ia tinggal di Belanda, lalu ketika SMA pindah ke Indonesia untuk sementara dan kembali lagi ke Belanda begitu lulus sekolah. Meski begitu aku, Shelly, dan Kaira masih bersahabat.
"Gimana? Kaget ya lo?" Kaira terkekeh melihatku masih tidak percaya. Kaira pun duduk dihadapanku.
"Lo ke indo kok gak bilang-bilang, sih?!" Ujarku setengah senang, kaget, kesal.
"Hehehe... Sorry,"
"Lo kapan nyampe sini? Kenapa gak kabar-kabar?"
Kaira menghembuskan nafas "Wait, biarkan gue pesen minum dulu, capek nih! Masa baru ketemu lo dah ngomel-ngomel gini," ujarnya sambil cemberut. Aku memutar bola mata membiarkan Kaira memesan minum terlebih dahulu.
"Mbak!" Kaira memanggil salah satu pegawai kafe.
"Ya kak, mau pesan apa?"
"Caramel Macchiato satu,"
"Oke, caramel Macchiato satu ya, silahkan ditunggu," Pegawai itu berlalu pergi.
"Jadi gimana?" tanyaku begitu ia selesai memesan minum.
"Gimana apanya?" Kaira bertanya balik agaknya sengaja mengodaku.
"Hish... ceritain dong gimana lo nyampe ke sini,"
"Jadi gue ada urusan di Indo, trus gue juga pengen jalan-jalan, Nah pas gue lagi jalan-jalan trus pengen minum di kafe ini eh taunya ada lo jadi deh gue samperin aja,"
"Nyampe ke indonya kapan?"
"Beberapa hari yang lalu, sih,"
"Lo kok gak kabar-kabar ke gue sama Shelly?"
"Hehe... sorry, gue lupa ngabarin," Kaira tertawa kecil. "Kenapa? Lo udah kangen banget ya ama gue yang cantik ini?"
Andai saja situasinya lebih baik, aku akan meladeni candaannya. Namun, kematian Shelly masih membekas di hatiku. Tapi kenapa Kaira bersikap seolah-olah ia baik-baik saja? Apakah dia tidak tahu bahwa sahabatnya sudah mati dibunuh?
"Kai, lo gak tau tentang Shelly?" tanyaku dengan serius. Ku tatap matanya dalam-dalam.
Tawa Kaira terhenti. Ia balas menatapku, "Rhe, lo jangan ingetin itu ke gue. Gue gak suka bahas soal itu," jawabnya dingin.
"Tapi Shelly kan sahabat lo juga?"
"Ya. Gue tahu, dia udah mati dibunuh kan? Gue juga sedih Rhe! Lo pikir gimana rasanya ditinggal sahabat sendiri padahal gue terakhir ketemu dia pas SMA dan pas gue datang dia malah pergi dari dunia ini!" Kaira menunduk. Matanya berkaca-kaca.
Mataku ikut basah. "Tapi kalo lo udah di sini, kenapa lo gak ikut ngerayain ultahnya Shelly?"
Kaira diam. Menghapus air matanya.
"Permisi kak, ini silahkan minumnya," Tiba-tiba seorang pramusaji datang menghentikan perbincangan kami sejenak. Kaira mengucapkan terimakasih lalu pramusaji itu pergi. Secangkir kopi diteguknya perlahan.
"Gue..." akhirnya anak ini menjawab juga, "Gue gak bisa, kan gue udah bilang kalo ada urusan. Maaf ya. Andai saat itu gue ngasih tau kalian kalo gue datang ke indo, Shelly pasti masih ada,"
"Bukan salah lo, toh gak ada gunanya disesali, semua udah terjadi," aku menggeleng.
'Lo gak dateng gegara ada urusan apa sebenernya lo tau Shelly bakal mati?'
KAMU SEDANG MEMBACA
Riddle
Mystery / ThrillerLagi lagi kejadian menyesakkan terjadi hari ini. Hanya perlu waktu untuk menghilangkan rasa sesak di dada. Susah sekali merangkai kata dan mendeskripsikan sebuah rasa. Mungkin rasa kecewa, marah, penasaran dan kehilangan bisa menjadi wakil yang tepa...