chapter 13

6.5K 672 32
                                    

Harvy mengemasi seluruh barang miliknya dari kamar itu. Ia tak punya hak lagi atas kamar yang telah ia perebutkan tadi. Devika punya hak lebih daripadanya.

"Sorry yah om." Ucap Devika saat Harvy keluar dari kamar itu. Ia terlihat tersenyam-senyum, mungkin karena menang atas kamar yang mereka rebutkan ataukah sesuatu yang lain yang lebih menarik untuknya.

Harvy tak terusir dari apartemen itu, ia hanya perlu memindahkan barang-barangnya ke kamar Devan. Mulai hari itu ia dan Devan akan berbagi kamar dan mungkin karena itu yang telah membuat Devika tersenyam-senyum. Melihat dua orang pria dewasa berbagi kamar, bagi wanita itu sungguh sebuah pemandangan yang sangat menarik untuknya.

Bagi Harvy sendiri, ia tak ada masalah jika hanya sekedar berbagi kamar dengan Devan. Meski dalam waktu singkat, ia telah mengenal baik Devan, sedikitpun ia tak merasa sungkan lagi dengan lelaki itu. Bahkan baginya, akan lebih baik jika mereka berbagi kamar.

Pakaian Harvy tak begitu banyak, tak perlu memakan waktu lama untuknya ia menyusun pakaian miliknya di lemari Devan. Bahkan ia meletakkan begitu saja, tanpa peduli standar kerapihan yang dimiliki oleh lelaki itu. Baju Devan tertata sangat rapih di lemari itu, bahkan saat melihat bajunya yang tergantung, semuanya tersusun rapih berdasarkan gradasi warna.

Karena sudah siang, tak ada alasan lagi baginya untuk melanjutkan tidur. Ia masuk ke kamar mandi, membersihkan dirinya yang sedari tadi sekedar mencuci muka pun tak ia lakukan. Ia tak ingin terlihat lusuh di depan wanita yang akan tinggal bersamanya sekarang.

Devan berlibur selama lima hari, itu berarti selama itu juga, ia hanya akan berdua di apartemen ini bersama Devika. Perlukah ia mencari tempat tinggal sementara?

Saat Harvy keluar dari kamar, Devika masih di dalam kamarnya, menyusun barang bawaannya yang tak sedikit. Ia juga berusaha menghilangkan jejak bau lelaki di dalam kamarnya. Bukan bau mengganggu sebenarnya, hanya saja bau itu terlalu merangsang pikiran liarnya. Setelah semuanya beres, barulah ia keluar, saatnya berkenalan dengan teman se-apartemennya itu.

Harvy duduk di sofa, menyalakan tivi walau ia sedang asik bermain game. Devika kemudian memilih duduk di sofa yang sama dengan lelaki itu.

Harvy sesekali meliriknya, kemudian pandangnya fokus kembali ke layar ponselnya. Dari apa yang ditangkap oleh mata Devika, ia bisa menebak bahwa Harvy adalah tipe orang yang dingin, tak banyak bicara dan terlihat kaku. Tapi karena itu juga yang membuat Harvy menarik di mata Devika, sikap itu sangat bertolak belakang dengan Devan, kakaknya. Belum lagi, tampilan fisik lelaki itu, yang tak hanya sekedar maskulin tetapi terpancar aura gangsternya yang sangat kuat. Sangat menarik untuknya. Bagaimana seorang Devan bisa bertemu dengan lelaki modelan Harvy.

"Om..." Panggilnya mengusik Harvy. Lelaki itu melirik kearahnya sejenak, kemudian beralih ke ponselnya lagi.

"Udah berapa lama om, tinggal disini?" Tanyanya. Ia sama sekali tak punya informasi mengenai lelaki itu. Devan tak pernah cerita bahkan mungkin dengan orang tua mereka.

"Sebulan." Jawabnya singkat yang tertunduk ke layar ponselnya.

"Oh." Tanggapnya. Masih banyak pertanyaan yang ingin ia tanyakan. "Emang ketemu kak Epan di mana?"

"Di jalan." Jawab lelaki itu kembLi dengan ekspresi sama.

Devika serasa tak bisa percaya dengan jawaban itu. Ketemu dijalan serasa terlalu tak masuk akal, ibarat cerita fiksi dalam novel. Tapi anggap saja ia percaya dengan jawaban itu, ia masih punya banyak pertanyaan.

Dari sekian banyak pertanyaan yang ia lontarkan, ia sedikit geregetan juga dengan jawaban singkat yang terus di berikan Harvy. Namun akhirnya ia makin tahu karakter Harvy yang sebenarnya yang kemudian geleng-geleng kepala tak habis pikir, bagaimana sebenarnya keduanya dipertemukan.

"Om, beneran cuman sekedar temanan sama kak Epan?" Tanya Devika kembali. Lelaki itu kemudian memalingkan wajah kearahnya, menatap Devika cukup lama. Apa yang terlontar dari mulut lelaki itu kemudian membuat Devika tak tahu harus berkata apa lagi.

"Bagaimana menurutmu hubungan untuk dua orang yang sudah berciuman?"

Devika menganga lebar, kemudian membekap mulutnya dengan kedua tangannya. Ia tak pernah menyangka, jawaban itu yang ia dengar. Ia kemudian menelan liurnya, perlahan garis senyumnya tertarik, wajahnya berseri, seolah itu ekspresi kesenangan.

Tentu saja ia senang mendengarnya, inilah yang ada di pikirannya sedari tadi, inilah tebakannya akan hubungan mereka berdua. Ia hanya tak menyangka bahwa Harvy akan mengatakannya segamblang itu.

Devika makin mesem-mesem tak jelas, di otaknya hanya ada Devan dan Harvy. Bisa menyaksikan hubungan dua orang pria dewasa adalah pertunjukan paling menarik untuknya. Apalagi melihat tampang keduanya yang ibarat berasal dari dunia yang berbeda. Meski tak tahu latar belakang Harvy, ia punya fantasi sendiri dari kehidupan yang dijalani Harvy sebelumnya. Seorang mafia atau mungkin seorang gangster jalanan bertemu dengan seorang dokter lembut seperti kakaknya. Bukankah itu latar cerita yang sangat menarik? Ia ibarat sedang menonton drama boyslove yang memang digandrungi oleh wanita itu.

Senyumnya kemudian kuncup saat menyadari sesuatu. Apakah ia telah berekspektasi lebih akan hubungan keduanya? Jika hubungan keduanya lebih dari sekedar teman, mengapa Devan meninggal Harvy demi liburannya bersama Hannah? Bukankah itu sebuah penghianatan? Kakaknya lelaki brengsek yang selingkuh?

Devika memukul telapak tangannya dengan tinju yang terkepalkan, giginya terkatup, ia geram dengan penghianatan Devan. Ia tak boleh membiarkan itu terjadi, ia harus bertindak. Ia merilik Harvy dengan lirikan yang tajam, seolah ia akan menerka Harvy. Amarahnya akan dilimpahkan kepada lelaki itu.

"Kamu kenapa?" Tanya Harvy sedikit ngeri melihat tatapan Devika.

"Om, kok diam aja sih om." Ucapnya dengan amarah yang meledak.

"Hah?" Harvy sama sekali tak mengerti apa maksud Devika. Mungkinkah karena ia hanya diam sedari tadi?

"Kak Epan selingkuh, kok om dia aja?" Jelas Devika dengan suara yang masih meninggi.

Harvy akhirnya paham apa yang dimaksud wanita itu. Mungkin jawabannya tadi telah membuat Devika salah paham tentang hubungannya dengan Devan. "Hubungan kami tak seperti itu, tak ada yang selingkuh." Jawabnya terdengar lirih.

Devika mungkin telah salah paham, namun kemudian yakin setelah melihat ekspresi yang terpasang di wajah Harvy. Di matanya ada ada harapan dan ketir yang semuanya Devika bisa hubungkan ke Devan. Harvy punya perasaan kepada kakaknya. Apakah Devan terlalu bodoh mengabaikan perasaan Harvy?

Nyatanya memang Harvy punya perasaan ke Devan. Perasaan lebih yang tak pernah ia rasakan sebelumnya. Ia pernah bilang, dia bukanlah seorang gay. Lelaki yang tidur dengannya hanyalah sebatad pemuas nafsu. Namun perasaannya kali ini ke Devan, bukan karena alasan itu. Perasaan itu serasa tulus, tumbuh dari dalam hatinya.

Mungkin karena kebaikan Devan, perhatian yang diberikan kepadanya yang belum pernah ada orang seperhatian Devan sebelumnya terhadapnya. Ia telah menyadari perasaan ini cukup lama, ia kemudian ia terpikir, mungkinkah karena takdir ini kemudian mempertemukan mereka?

Mungkin memang seperti itu, tapi ia memilih untuk tetap diam, memendam perasaan yang ia rasakan hingga Devan memiliki perasaan yang sama dengannya.

Jika tidak? Tak apa, tak masalah jika perasaan ini hanya bertuan kepadanya.

Mereka berdua terdiam dalam waktu yang lama. Harvy kembali fokus di layar ponselnya, ia masih belum berhenti bermain game. Sedang Devika sendiri masih geram dan terus mengutuk kakaknya di dalam pikirannya. Namun ia juga tetap sadar bahwa hubungan keduanya tak seperti yang ia inginkan. Fantasinya akan sepasang lelaki itu telah hancur berpuing-puing. Sangat mengecewakan untuknya. Ternyata dunia per-BL-an di dunia nyata tak seindah di dalam drama.

"Hhmmmm...." Ia menghela nafas lesu. Apakah memang tak ada harapan di antara keduanya? Ia kemudian bertekad untuk menjadi penghubung antara hubungan keduanya. Ia terlihat menyemangati dirinya, ia yakin bahwa kisah mereka akan seperti yang ia inginkan.

Fall In Love by AccidentTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang