Beautiful Eyes || 01

16 0 0
                                    

"Aku membuat kesalahan telah datang kesini" Kinan membatin.

Kedua tangan Kinan saat ini sudah terlipat di depan dada. Ia mengambil nafas dalam-dalam kemudian menghembuskannya keras sambil memejamkan mata. Kinan sudah cukup sabar menghadapi sahabatnya yang kini tengah dimabuk cinta.

Apa sebutan yang pas untuk gadis di depannya saat ini? aneh? tidak, ini sudah lebih serius! kurang waras? Kinan menggeleng sendiri sambil berfikir keras menatap Aurel yang tersenyum dan tertawa sejak dua jam lalu. 

GILA! 

Benar! Aurel sahabatnya sudah gila. Sambil menatap ponsel dan sesekali menyesap kopi, Aurel tersenyum, tertawa, kesal dan marah-marah sendiri seperti orang gila. 

Kinan tidak percaya bahwa cinta akan membuat orang berubah seperti itu. Sejak bertemu Deo, sahabatnya hampir dicoret dari kartu keluarga karena menjadi kurang waras. Bukannya melebihkan, tapi ayah Aurel sendiri yang menceritakannya kepada Kinan. Sudahlah, mari beralih dari Aurel. 

Anyway, ini sudah lewat tengah malam. Astaga! Kinan akan terlambat ngampus besok pagi.

Kinan segera bergegas merapikan barang bawaannya dan beranjak dari kursinya. 

"Ehh, Kinan kamu mau kemana?" tanya Aurel baru sadar dunia ketika Kinan melewatinya begitu saja.

"Gedung putih! Ya pulang lah sayang, ini udah lewat tengah malam" jawab Kinan ketus.

"Ehh seriusan? Tungguin aku Nan...." Aurel panik sembari memasukkan semua barangnya asal ke dalam tas.

"Kinan bodo, tunggu!!" teriak Aurel sedikit tertahan karena kondisi cafe tempat mereka berada masih ramai.

Kinan tidak peduli tetap berjalan cepat meninggalkan Aurel yang mengejarnya.

Baru saja keluar beberapa langkah dari pintu cafe, tiba-tiba tubuhnya ditabrak seseorang hingga Kinan hampir terjatuh ke belakang. Untung saja sepasang tangah kokoh menahan lengannya. 

Sepersekian detik Kinan mengumpulkan kesadaran kemudian mendongak mencari sosok yang telah menabraknya itu. Seorang laki-laki dengan wajah berantakan dan rambut acak-acakan. Mata laki-laki itu setengah terbuka dengan kemeja yang hampir terbuka setengah. Wangi khas minuman keras dan rokok begitu menguar dari tubuh laki-laki itu. Sangat jelas bahwa ia mabuk.

Setelah bertatapan selama beberapa detik, pegangan pada lengan Kinan melemah dan laki-laki itu ambruk di pelukannya. Kinan yang terkejut malah terhuyung dan hampir saja mereka berdua jatuh. 

Aurel yang melihat adegan tersebut hampir saja berteriak, tapi untungnya ia segera membungkam mulutnya sendiri. 

Kinan membatu sesaat, sebelum ia disadarkan oleh tubuhnya yang tidak kuat menahan bobot tubuh laki-laki yang jauh lebih besar dari dirinya itu. 

********

Tidak pernah Kinan bayangkan akan membawa seorang lelaki ke apartemennya seperti saat ini. Perlu ditekankan, Kinan membopong seorang lelaki yang jauh lebih besar dari tubuhnya dari lift menuju ke unit apartemennya sendirian.

"Demi Tuhan, kamu berat banget" eluh Kinan sembari sekuat tenaga membuka pintu unit apartemennya.

Setelah Kinan berhasil menempatkan laki-laki itu di tempat yang layak, ia pergi ke dapur untuk mencari minuman dingin. Kinan meneguk habis jus jerus yang ia beli semalam sebelumnya. Sambil terengah, Kinan menelpon Aurel dan segera keluar dari apartemennya. 

Keesokan harinya laki-laki itu terbangun dengan kepala yang terasa sangat berat dan berdenyut sakit. Ia memegang kepalanya sembari mencoba duduk dan melihat ke sekeliling ruangan.

"Gue dimana sekarang?" Cicitnya seorang diri.

Ia sama sekali tidak mengenal tempatnya berada sekarang. Setelah berusaha keras mengingat kembali kejadian yang semalam, ia mengutuk teman-temannya yang mencecokinya minuman dengan paksa. Tapi ia tetap tidak mengingat kejadian yang membawanya sampai ke tempat asing ini.

"Aarrghhh, sakit banget! Awas lo sem...."

KRINGGG

Handphone-nya berbunyi. Seseorang dengan nama profile 'Mama' menelponnya.

"Gioooo.... Ya Tuhan, nak! Ribuan kali mama telfon baru sekarang kamu jawab? Kamu dimana Gio?" Laki-laki yang dipanggil Gio tersebut sedikit meringis mendengar teriakan nyaring mama tercintanya di telfon.

Belum sempat Gio menjawab wanita paruh baya tersebut malah terus saja menyerang Gio dengan pertanyaan. Sementara laki-laki itu memegangi kepalanya yang semakin berdenyut sembari menunggu mamanya selesai bicara. Namun sebelum itu matanya terkunci pada suatu obyek yang membuat ingatannya kembali berputar pada kejadian semalam.

Gio obyek yang merupakan foto di meja ruangan tersebut. Sebelah tangannya menggapai bingkai foto yang menampilkan seorang gadis yang sedang tersenyum cerah ke arah kamera. Tanpa ia sadari, guratan senyum amat tipis terukir di bibirnya.

Selain senyum gadis itu yang cerah, Gio tidak dapat berpaling dari kedua mata gadis tersebut yang berbinar indah bagaikan air laut yang disinari matahari pagi.

"Ma, aku tutup dulu ya. Bentar lagi nyampe rumah" potong Gio.

Kemudian sambungan telpon tersebut pun terputus. Gio fokus menatap bingkai foto tersebut, masih terpaku pada sosok gadis yang ternyata telah menolongnya semalam. Setelah beberapa saat Gio kembali tersenyum dan kali ini lebih lebar.

"Cantik...." gumam Gio kecil.

Sekelebat kejadian semalam berputar di kepalanya. Disaat dirinya tak sengaja menabrak seorang gadis di depan cafe. Gadis yang ternyata memiliki mata yang sangat indah. Mata yang berhasil membuatnya terpaku untuk beberapa saat.

To be continued.......

11:10 WITA
Senin, 31 Jan 2022

Salam hangat,
githaprawisanti ❤️

Sebelum Matahari TerbenamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang