iv. Do We Continue or Stop?

26 5 8
                                    

Harsha<3

| Kirain kakak gak tau.
| Jujur gue bingung kedepannya harus gimana
| Do we continue or stop?

Riana terdiam dalam kamarnya. Sesak mulai menjalar dalam dadanya, rasa panas mulai berkumpul di matanya. Ia lelah, namun ia tidak ingin pisah.

"Turun. Papa minta makan bareng."

Panggilan dari ibunya yang tiba-tiba membuat bulu kuduk Raina berdiri. Tapi sebisa mungkin Raina tutupi itu semua, demi keselamatan hubungan dirinya dengan Harsha

"Iya, Mama. Nanti Riana turun, mau mandi dulu."

"Oke, Mama tunggu dibawah sama Papa, ya."

Tungkainya melangkah menuju kamar mandi, dibasuhnya liuk tubuhnya dari kepala hingga kaki untuk menghilangkan efek sembab. Dirinya sedang tidak mau dihujani pertanyaan yang mungkin bisa membuatnya emosi, khususnya tentang Harsha.

Riana menatap pantulannya di cermin kamar mandi, menguatkan diri. Masih terngiang di kepala, bagaimana cara gertakan dari kak Genia memecahkan keceriaannya dalam sekejap.

Berbekal dengan segala pertanyaan yang belum masih teracak-acak di kepala, Riana melangkahkan kakinya keluar dari kamar mandi, memakai baju, lalu menuruni tangga

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Berbekal dengan segala pertanyaan yang belum masih teracak-acak di kepala, Riana melangkahkan kakinya keluar dari kamar mandi, memakai baju, lalu menuruni tangga. Pemandangan yang tidak bisa ia lihat lebih dari empat kali dalam satu bulan, Papanya ada dalam satu meja makan yang sama dengannya juga Mama.

"Kenapa, Ana? Daritadi kok kelihatannya kamu diam terus. Kaya lagi banyak masalah," tanya Mama karena mendapati muka Riana agak pucat.

"Engga, kok, Ma. Ana cuma capek sama sekolahan aja, serius."

"Beneran kamu enggak sakit?" Kini giliran Papanya yang bertanya, tetapi lagi-lagi Riana bisa menyembunyikan yang terjadi.

Setelah mengecup pelan punggung tangan Papanya, Riana menarik kursi sebelah sang ibu. Netranya menelaah raut wajah ibundanya, ternyata masih menenangkan seperti ketika dirinya masih kecil dulu.

"Kenapa lihatin muka mama serius begitu? Ada masalah di sekolah?" tanya sang Ibunda. Riana hanya tersenyum tipis, menggeleng pelan dan melirik Jihan sepintas. Bagaimana ia bisa memberitahu keluarganya jika Riana masuk kedalam kisah cinta terlarang? Karena ia merasakan hawa yang sangat nikmat dari kisah tersebut, jadi bagaimana bisa?

"Ma, kalau Ana punya pacar, mama mau kenalan gak?"

"Ana udah punya pacar?" jawab sang Kepala Keluarga dari ujung ruangan dengan sangat bahagia. Riana menundukkan kepalanya, ia merasakan tubuhnya menggigil, dingin tak karuan. Sampai akhirnya sang ibunda menyadari ada yang tidak beres.

"Ana, kalo kamu punya pacar, gak apa-apa. Ana 'kan sudah besar, jadi apa salahnya punya pacar?"

Papanya meraih gawai dari sakunya yang berdering, "Ada telepon dari Genia, Papa ke kamar dulu, ya?" lalu menghilang dari sorot mata Riana.

"Ana, kenapa semurung ini? Pacar Ana jahat, ya?"

Riana menelisik sorot mata ibunya, ia menahan tangis. Gadis berkulit putih mengigit bibir yang ranum itu, sebisa mungkin ia tak membicarakannya di depan orang yang melahirkannya.

Jovanka—sang Ayah, keluar dari kamar seraya berkata "Ma, besok sepulang Riana dan Harsha sekolah, kita ke Bandara. Johan sama Vanesya besok landing sekitar jam 4 sore."

"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: 4 days ago ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Forbidden LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang