BAB V - Kelinci Nakal; Giok Biru Pecah

534 107 17
                                    

NSFW for Violence

Baiklah, Taeyong benar-benar terjatuh ke dalam jurang pesona Jaehyun hingga dia tidak tahu bagaimana dia harus kembali bangkit dan menapakkan kaki. Tingkat jatuh cintanya hingga sampai di mana dia menamai kelinci yang ia temukan tempo hari di Lepus dengan nama 'Jung' yang dia ambil dari nama keluarga Jaehyun.

Taeyong sudah gila.

Kesempatannya untuk bertemu Jaehyun bahkan hampir nihil. Tetapi dia masih saja menjalani rutinitas untuk bercakap dan saling mengentaskan gairah diri hampir setiap seperti apa yang yang terjadi tempo hari.

Dia sedang memasak makan siang di hari libur ketika Jung yang biasanya diam dengan tenang di tempat tidur bertingkah agresif. Kelinci putih itu terlihat resah. Melompat ke sana ke mari dan terlihat jika dia tidak ada bedanya dengan cacing kepanasan.

"Jung!" Taeyong menghardik. Ia mematikan kompor untuk menggendong bulu-bulu salju yang masih tidak tenang dalam pangkuan. "Kau kenapa?"

Kelincinya tidak menjawab. Malah, kelincinya terlihat ingin menggigit Taeyong agar membiarkannya lepas. Benar-benar tingkah yang tidak wajar. Taeyong menghela napas dan membiarkan kelincinya mengelilingi kamar gelisah sekali lagi. Ia tidak mungkin membawa Jung ke dokter hewan, terlalu berbahaya. Dia tidak ingin mengambil risiko. Bisa saja dia ditahan karena telah menyembunyikan hewan yang punah dan tidak melaporkan kepada pemerintah setempat.

Oleh karena itu dia hanya bisa melihat kelincinya yang berkeliling kamar, menabrak benda-benda miliknya dan membuat mereka jatuh berserakan ke lantai. Taeyong baru waspada ketika Jung menaiki rak. Dia menyimpan gioknya di sana ketika dia memasak, dia khawatir jika Jung akan menabraknya dan memecahkan satu-satunya hadiah yang diberikan Jaehyun untuknya.

Dia baru akan memegangi Jung ketika kekhawatirannya menjadi nyata. Jung menabrak tempat ia menyimpan giok dan membuatnya jatuh terbelah menjadi dua di lantai. Emosinya naik, dia baru akan kembali menghardik Jung jika saja giok tadi tidak tiba-tiba memancarkan cahaya; atau lebih tepatnya seperti proyektor dengan layar yang cukup lebar.

Dadanya berdegup kencang. Di layar itu, dia melihat Jaehyun sedang dihajar oleh polisi yang berseragam lengkap. Wajah Jaehyun berlumuran darah dengan ujung bibir yang sobek. Memar karena tinju yang ia terima mulai membiru. Jaehyun melawan balik, melayangkan bogeman yang sempat memukul mundur beberapa orang. Dia mengumpat dengan darah yang diludahkan di antara cakapnya, memandang para polisi dengan tatapan membunuh yang kuat. Pakaiannya koyak tanpa perlindungan yang memadai. Taeyong mencengkram tangan melihatnya.

Jantungnya semakin berdetak tidak karuan ketika salah seorang petugas yang terlihat seperti kepala polisi maju dan berhadapan dengan Jaehyun. Jaehyun menaikkan ujung bibir dan dengan satu hantaman kuat, dia berhasil meninju polisi tadi hingga pelindung kepalanya lepas.

Hati Taeyong mencelos. Wajah dari polisi yang ditinju Taeyong adalah wajah yang benar-benar ia kenal. Wajah yang teramat akrab. Itu adalah wajah milik Johnny Suh. Johnny Suh adalah teman yang ia kenal secara dekat dan dia juga adalah kepala polisi. Ketika kemudian Taeyong melihat lebih lekat, seragam polisi yang dikenakan adalah seragam polisi yang sama dengan seragam yang ada di tahunnya.

Tanpa sadar, tangan Taeyong mengepal rapat.

—-

Taeyong sama sekali tidak ingin menunggu. Esoknya, dia langsung pergi ke rumah Johnny tanpa pemberitahuan lebih dahulu. Biasanya, dia akan selalu memberitahu Johnny jika dia berkunjung. Itu adalah sebuah kewajiban, Taeyong sendiri tidak paham kenapa hal tersebut menjadi wajib. Awalnya, ia berpikir karena Johnny adalah salah satu petinggi kepolisian dan Taeyong adalah orang kementerian. Oleh karena itu perlu ada pemberitahuan terlebih dahulu karena dikhawatirkan akan ada hal yang mengindikasikan penyelewengan.

Ketika akhirnya, dia menginjakkan kaki di sana. Dia terkejut ketika melihat rumah Johnny yang sama sekali berbeda dengan rumah yang biasa ia kunjungi. Rumah ini terlihat sedikit usang dengan cat yang mulai mengelupas di sana sini. Hampir terlihat seperti rumah yang tidak dirawat.

Taeyong menahan napas, lantas mengetuk pintu beberapa kali sampai akhirnya pintu tadi terbuka–menampilkan Johnny yang membelalak terkejut melihat kehadirannya.

"Taeyong?!"

Taeyong tidak kalah terkejut. Johnny memiliki luka yang sama di tempat di mana Jaehyun menghajar di video yang ia lihat kemarin. "Kenapa wajahmu?"

Johnny berdeham. "Apa yang aneh dari wajah polisi yang memiliki lebam? Bukankah itu hal yang paling wajar? Masuklah."

Taeyong menurut dan melihat sekeliling. Sejak kapan rumah Johnny menjadi seperti ini? Dua bulan lalu, ketika dia mengunjungi Johnny, rumahnya sungguh tidak ada cela. Tetapi rumah yang sekarang ini benar-benar jauh dari apa yang Taeyong tahu. Perkakas berserakan, putung rokok terbuang bebas dan debu di mana-mana.

Taeyong mulai berpikir, apakah selama ini dia harus memberitahu kedatangannya kepada Johnny karena dia harus membersihkan tempat tinggalnya terlebih dahulu? Itu alasan yang sangat mungkin. Tetapi, jika melihat bagaimana kerak di salah satu dinding rumah Johnny, jelas itu kerak yang sudah ada lebih dari tiga bulan dan tidak bisa dibersihkan kecuali dengan pengecatan ulang.

Jadi, apa yang sebetulnya terjadi?

Taeyong mendudukkan diri di sofa dan meneguk air minum yang disediakan Johnny untuknya. Ia menghela napas berat. Dia menatap Johnny yang menghindari tatapannya; lebih memilih melihat ke arah manapun selain menatap Taeyong. Sekali lagi, sikap Johnny membuatnya kembali menghela napas panjang.

Tanpa ingin membuang waktu, Taeyong langsung menodong Johnny dengan pertanyaan yang membuat badan Johnny kaku untuk sejenak. Johnny mungkin mengira jika Taeyong tidak melihat jika dia sempat tegang karena dia langsung kembali dengan sifatnya yang santai. Tetapi, orang yang memiliki ketelitian seperti Taeyong sama sekali tidak bisa dibohongi.

"Kau kenal dengan Jung Jaehyun?"

Johnny menaikkan alis. "Jung Jaehyun siapa?"

Taeyong kembali menatap Johnny, alisnya bertaut. "Luka di wajahmu, itu didapat dari Jaehyun, bukan? Jaehyun yang menghajarmu di sana."

"Taeyong, aku tidak tahu apa yang kau bicarakan. Tetapi luka ini berasal dari pemberontak yang mencoba melawanku kemarin. Aku tidak tahu nama mereka dan aku tidak butuh. Mereka tidak lebih dari tikus jalanan."

Ada kekesalan jelas yang terpasang di raut wajah Johnny ketika Taeyong terus menuntutnya untuk bicara. Dia sama-sama menghela napas panjangnya seperti Taeyong. "Kalau tidak ada hal penting yang ingin kau bicarakan denganku, pergilah. Aku tidak ingin menggunakan tanganku untuk menyakitimu."

"Apa ada dari pertanyaanku yang menyulutmu untuk menyakitiku?"

"Taeyong,"

"Johnny,"

Keduanya berujar bersamaan dan saling menatap. Hal itu sampai Johnny berdiri dan membuka pintu rumah–terang-terangan mengusir Taeyong. "Keluar,"

"John,"

"Kubilang keluar!"

Taeyong tidak pernah melihat Johnny yang semarah dan bernada tinggi kepadanya. Taeyong menggertakkan gigi dan menyerah untuk saat ini. Badannya ia paksa bangkit, dan kakinya ia paksa untuk berjalan melewati pintu. Taeyong sedikit berjingkat ketika Johnny menutup pintunya keras dan ia hanya bisa memejamkan mata.

Ketika matanya terbuka, tanpa sengaja dia melihat cahaya yang berkilau di trotoar rumah Johnny. Ia menoleh ke kanan dan ke kiri, melihat apakah ada orang yang tanpa sengaja memiliki barang yang terjatuh di sana, tetapi kosong. Ia lantas mendekat dan ketika matanya melihat benda apa yang ada di sana, kedua matanya membeliak.

Itu adalah gelang giok lain.

Namun kali ini gioknya berwarna merah.

bersambung.

Simulasi || JaeYongTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang