"Nara?" Panggilan itu menghentikan sejenak aktivitas Nara yang tengah memilah buku. Ia berbalik, sedikit terkejut dengan kehadiran Nevan yang saat ini tepat berada di hadapannya.
"Gue rasa, ini waktu yang tepat buat gue jelasin semuanya." Suara Nevan terdengar begitu tegas, seakan tidak mau membuang waktu lagi untuk menyelesaikan masalah ini.
"Maaf, untuk saat ini aku nggak ada waktu---"
"Nara, please ..." pinta Nevan memohon seraya menahan tangan Nara ketika cewek itu berniat pergi. "Gue capek kita kucing-kucingan kayak gini terus."
"Aku nggak minta kamu buat cari aku," balas Nara dengan nada begitu datar. Tangannya memberontak begitu mudah dari genggaman tangan Nevan.
Nevan memejamkan mata sejenak untuk mengumpulkan ingatan masa itu, lantas membuka mata dan menghela nafas panjang menatap Nara yang membuang muka.
"Gue pikir, kita perlu duduk buat obrolan panjang ini."
"Aku pikir itu nggak perlu," tukas Nara tanpa memandang Nevan.
"Oke, sesuai keinginan lo." Lagi, Nevan menghela nafasnya pelan.
Lelaki itu merubah posisi, bersandar pada rak buku tanpa melepas tatapan matanya dari Nara.
"Sorry, gue emang bego. Tanpa dengerin penjelasan lo, gue main asal benci sama lo." Nevan memejamkan mata, mengingat betapa bodohnya dia yang asal membenci dan bisa-bisanya mempermalukan Nara yang saat itu sudah cukup terluka karena ulah Nevan. "Nara---"
"Bisa langsung ke intinya? Aku muak inget kejadian itu."
"Setelah lo dapet beasiswa dan pindah, gue baru tahu kalau penyebar aib keluarga gue itu bukan lo, tapi Feli, temen sekelas lo." Butuh beberapa menit untuk Nara paham tentang apa yang baru saja Nevan ucapakan. Keningnya mengeryit, sedikit ragu akan fakta ini. Namun, sebisa mungkin Nara bersikap biasa saja. Ia tidak ingin langsung percaya hanya dengan kalimat ini.
Nara mencoba mengingat. Feli? Teman satu kelasnya dulu? Selama mengenal hubungan mereka baik.
"Dia lakuin itu karena pengen buat gue benci sama lo. Dan ya ... lo tau sendiri," ucap Nevan.
"Apa alasan dia sampai harus buat kamu benci sama aku? Jangan cari pembenaran!"
Nevan menggeleng tegas. "Gue nggak cari pembenaran, Nara! Ini emang kebenarannya."
"Dengan alasan?"
Nevan menghela nafas panjang.
"Dia suka sama gue," jawabnya lirih.Nara terdiam dengan kening terlipat, seolah sedang menyatukan semua kalimat yang Nevan ucapakan. Terdengar nafas sekali lagi dari Nevan, cowok itu mengacak rambutnya frustasi lalu mengusap wajahnya sekali.
Nara tersentak tatkala Nevan menarik kursi tepat di depannya hingga menimbulkan suara derit gesekan antara kursi dan lantai. Sekarang, posisi Nevan duduk di hadapan Nara yang masih berdiri diam menunggu apa yang akan Nevan lakukan setelah ini.
Tak disangka, Nevan menarik kedua tangan Nara. Menggenggam begitu erat seperti takut Nara akan pergi.
"Cuma lo yang tau permasalahan keluarga gue. Waktu berita itu tersebar, begonya gue langsung percaya itu ulah lo. Di saat yang sama, Feli datang bawa informasi tentang lo anak panti yang dibuang ibunya karena anak hasil---" Nevan tak melanjutkan. Ia yakin ucapan itu jika terus berlanjut akan semakin menyakitkan bagi Nara yang kini tatapannya sudah terfokus pada lantai dengan mata berkaca-kaca.
"Bokap lo brengsek, nyokap lo nggak suka sama kehadiran lo. Kedua orang tua lo nggak ada yang bener, lo aja ga diinginkan."
"Bokap nyokap gue emang lagi ada masalah, tapi mereka nggak sampai buang gue kayak lo, Nara!"
![](https://img.wattpad.com/cover/259206676-288-k539396.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Daniel Owns Me
Novela Juvenil[Heartbeat] "Sekali lo berurusan sama Daniel. Kecil kemungkinan lo buat lepas dari dia. Karena Daniel, bukan orang yang mudah lepasin lawannya." Daniel Aska Sagara, sudah bukan rahasia umum lagi jika orang-orang menyebutnya sebagai cowok yang tidak...