04 ; semua hal dalam genggaman

338 89 5
                                    

   Juna tahu kalau hal yang paling Rosa benci itu adalah keterlambatan, ingkar janji, dan kebohongan. Tentu aja semua orang juga benci dengan hal itu. Tapi Juna enggak peduli dengan orang lain, melainkan ia lebih peduli bagaimana respon Rosa saat Juna mengingkari janjinya sendiri. Dimana cowok itu berjanji untuk mengantar Rosa ke Gramedia, membeli novel yang cewek itu incar sejak lama, dan ternyata sedang diskon besar-besaran.

Juna merasa dia sudah mengecewakan Rosa.

"Lo ngapa dah Jun, dari tadi ngelamun mulu, di lempar spidol sama Pak Andi juga enggak respon. Nge bug mulu perasaan." Miko menyahut sambil mengemut permen kaki.

Dari SD sampai SMA, enggak pernah bosen ngemut permen kaki. Kasian permennya, kakinya ternodai gara-gara diemut banyak orang.

Helaan lagi-lagi terdengar dari Juna, langsung saja cowok itu mendapat toyoran manjah dari Miko tercinta ini. Juna langsung berdecak, dan menelungkup kan kepalanya.

"Alah sia. Pasti masalah si Rosa ya." Juna mengadahkan kepalanya, dan mengangguk pasrah, "Tolongin gue dong, brother, kasih saran gitu."

"Kasih saran? Hm, enggak dulu deh, biar lo selesain masalah lo sendiri. Soalnya gue ikut kesel waktu Rosa kemarin main kerumah gue dan curhat soal lo."

Juna mendekat, "Gimana? Gimana curhatnya?"

"Ya gitu deh, curhat-curhat soal lo yang katanya mau nganterin dia bada' Ashar ke Gramedia, tapi waktu Rosa udah nunggu di tempat biasa lo gak dateng-dateng juga, terus waktu di telepon lo off bahkan centang satu. Di telepon biasa juga enggak bisa. Udah berasa mamah dedeh gue kemarin waktu dengerin curhatannya si Rosa." Juna yang mendengar semakin merasa bersalah.

"Sebenernya lo kemana sih, Jun? Enggak biasanya lo begini."

"Hp gue kemarin lowbat, dan tiba-tiba Sella nyamperin gue sama Mamahnya ke rumah."

"Hah? Ngapain?"

"Main. Terus si Sella ngajak ke Mall, cari kado buat kakak sepupunya yang nikah Minggu nanti. Dan gue di ajak dia juga Minggu nanti."

Miko mendengar itu rasanya ingin memberikan bogemannya ke teman karibnya ini. Tapi dia enggak berhak. Karena menurutnya, itu bukan jalan yang baik buat menyelesaikan masalah cowok itu. Main tangan bukan jalan pintas buat sebuah masalah, baiknya obrolan dengan percakapan kepala dingin ialah satu-satunya jalan. Kalau suatu masalah balik ke titik awal, baru kita lanjut cari solusi yang lebih tepatnya lagi.

Yah mungkin gelut.

Kan suatu masalah tidak harus diselesaikan secara kekeluargaan, karena kita semua bukan keluarga.

Betul apa betul?

"Bodo lah Jun, lo cepetan selesain deh masalah lo. Enggak tega gue lihat guling gue kena ingusnya si Rosa terus, gara-gara dia nangis mulu kalau curhat." Untuk sesaat Juna memberikan delikan tajamnya, dan kembali menghela nafasnya gusar.

"Eh tapi Jun. Waktu itu, gue denger dari Rosa katanya sih dia jadi beli buku." Miko melancarkan aksi ghibah-mengghibahnya.

"Terus?"

"Yang anter si Jonas."

"Jonas? Tck."

**

Miko mendesah pelan saat punggungnya menempel tepat pada sofa. Ia mengadahkan kepalanya keatas, dibuat menoleh saat mendengar sebuah suara lain.

"Baru pulang?"

Miko memutar bola matanya jengah, "Hm."

Jujur dan sejujur-jujurnya, Miko sangat amat malas buat ketemu orang ini. Ia sengaja pulang telat dari Laundry untuk menghindari orang ini, dan mengira bahwa orang ini tidak di rumah, tapi nyatanya? Miko malahan ketemu dengan orang ini. Sial.

Miko dapat menebak bahwa first impression pada orang ini; ramah, berwibawa, dan keren. Tapi, saat tahu lebih jelas, Miko yakin semua orang enggak bakalan bisa betah dengan sikap orang ini. Jujur aja, bersaudara dengan orang ini membuat Miko amat muak.

"Lo punya duit berapa?"

"Kenapa? Mau minta?" Miko menyahut cuek.

"Enggak sih, gue habis dikasi duit sama Mamah. Lebih banyak dari Mamah kasih duit ke lo!"

Miko tertawa sumbang, "di kasih, atau lo yang ngerengek kayak bocil?"

Orang itu nampak mengepalkan tangannya, Miko menyadarinya dan semakin senang. Orang itu menghela nafasnya, memaksakan senyuman miring yang semakin membuat Miko ingin memukul wajahnya.

"Oh oke. Dan omong-omong, gue udah urus surat kepindahan, mulai Minggu depan gue bisa masuk ke sekolah lo. Gimana, adik? Seneng enggak?" Senyum miring semakin tercetak jelas di wajah rupawan itu. Kini giliran Miko yang nampak mengepalkan tangannya.

Sekarang, apa lagi yang mau orang di depannya ini renggut? Hampir semua hal berada dalam genggaman orang ini. Atensi ayah dan mamah nya, finansial, teman-temannya, dan semua yang selama ini selalu berada di sekeliling Miko, semuanya terasa direnggut oleh orang di depannya ini.

Saudaranya sendiri, Juliano Adiatma.

Semenjak papahnya menikah lagi waktu itu. Semuanya baik-baik saja pada awalnya, ayah yang masih sama dengan ibu baru yang sama sayangnya. Tapi, anak laki-laki yang di bawa ibu barunya benar-benar membuat hari-hari Miko terasa muak. Saat itu Miko boleh saja masih berada di kisaran umur 12-13 tahun yang belum mengerti apa-apa. Namun beranjak remaja, dia lebih tahu, bahwa anak laki-laki yang di bawa ibu barunya, benar-benar membuatnya amat marah.

"Bangsat! Lo mau apa lagi dari gue?!" Miko menarik kerah kaus Lano, wajahnya berang dan benar-benar ingin meninju wajah yang terlihat mengejek ini.

"Gue emang pernah minta sesuatu sama lo? Enggak. Karena semuanya datang dengan sendirinya ke gue, lo harus terima kenyataan itu dong, adik."

Lano nampak berpikir sebentar, "Oh, temen cewek yang lo boncengin dulu itu lumayan juga ya, hm ... kalau gue udah masuk, gue ajak kenalan kali ya."

Miko mengerutkan dua alisnya dengan begitu jelas, tapi entah mengapa pikirannya langsung tertuju pada Marissa. Karena cewek itu adalah cewek terakhir yang ia boncengi.

Miko melepas kerah kaus Lano dan mendorong cowok itu keras, seperti biasa pertahanan cowok itu sama kerasnya hingga Lano dapat menahan bobotnya agar tidak terjatuh. Miko masih mengepalkan tangannya, lalu mengangguk samar.

"Terserah, ambil aja ambil. Toh, bukan siapa-siapa gue. Gue enggak peduli!" Dan berlalu dari sana.

Lano menatap punggung Miko yang menjauh, dia lagi-lagi menampilkan senyum miringnya. Merasa semua hal yang ada dalam diri Miko akan ia bawa dalam genggamannya. Lano amat senang membuat Miko tersiksa, itu adalah sesuatu yang benar-benar membuatnya bahagia. Lano tidak akan membiarkan semua hal berada dalam atensi Miko.

***

say no sama pelakor di cerita ini karena kita akan bermain pebinor-pebinoran.

hari sabtu smk saya libur jadi bisa up pagi

dan, double up akan di up besok minggu!

laundry's love | jaelisTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang