- ♪♩-
Semalam, Anaya menerka-nerka test apa yang akan diberikan Mala padanya pertama kali. Ia masih saja memikirkan itu bahkan setelah Mala mengajaknya pergi ke suatu tempat.
Untunglah hari ini Anaya sedang tidak ada urusan di kampus. Jadi langsung bisa mengiyakan ajakan Mala saat itu juga.
Disinilah mereka berakhir, sebuah mall tanpa ada pengunjung satu pun. Itu yang membuat Anaya heran sedari tadi. Mereka sedang berjalan-jalan menelusuri toko demi toko yang ada di mall. Dalam hati, Mala berdoa agar ia tidak perlu lagi tur mall dadakan seperti yang lalu-lalu.
"Kalau kamu mau beli sesuatu, bilang saja."
"Saya belum tertarik beli apa-apa." Setelah mengatakan itu, langkah Anaya terhenti pada sebuah toko perhiasan. "Boleh mampir kesini, gak?" Tunjuk gadis itu ke dalam toko.
Mala menarik sebelah sudut bibirnya, "Tentu."
Jawaban Mala sukses mengembangkan sebuah senyum di wajah Anaya. Mala memperhatikan sosok gadis itu memasuki toko perhiasan. Dalam kepala ia berpikir, gadis ini belum apa-apa sudah menargetkan toko perhiasan saja.
Toko tersebut benar-benar sepi. Tak perlu heran sebab Mala sudah merencanakan itu semua. Tidak ada yang lebih baik dari belanja tanpa ada banyak pasang mata terfokus padanya, alias Mala sudah menyuruh pihak manajer mall untuk dikosongkan seharian ini. Ia lebih nyaman berbelanja secara private.
Mala hanya mengikuti dengan perlahan kemana Anaya pergi. Sedangkan gadis itu secara lamat memperhatikan betapa indahnya bentuk-bentuk perhiasan berkilau tengah berjejer dalam etalase. Kegiatannya begitu asik tanpa ada yang mengganggu, pun Mala sendiri. Sampai akhirnya ada seorang wanita penjaga toko datang menghampiri.
"Selamat siang, nona. Ada yang bisa saya bantu?"
"Selamat siang! Ah, sebenernya saya cuma mau lihat-lihat."
Wanita itu tersenyum, "Berniat membelikan sesuatu untuk seseorang?"
Anaya lantas mendongak, menubrukkan netranya dengan wanita penjaga toko yang tengah menatapnya penuh ketenangan. Dari senyumnya Anaya bisa tahu bahwa wanita itu paham apa yang tengah ia pikirkan sekarang.
Kepala Anaya menoleh ke belakang, tampak dari pandangannya jika Mala berada agak jauh dan sedang sibuk memperhatikan sekitar. "Kalau boleh saya tahu, kira-kira harga untuk satu kalung disini berapa?" tanya Anaya pelan dan ragu. Takut kalau saja Mala mendengarnya.
"Kami biasa menjual kisaran dari harga lima ratus sampai tujuh juta. Itupun tergantung permintaan dan kualitas perhiasannya."
"Begitu ya..." Dalam hati Anaya merutuk. Sudah pasti di mall besar seperti ini perhiasan sangatlah mahal baginya. "Kalau begitu terima kasih banyak!"
"Ada yang kamu mau, Anaya?"
"Eh?" Anaya hampir loncat dari tempatnya mendengar suara Mala yang tiba-tiba. Pria itu seketika muncul tepat disampingnya. Melihat seseorang familiar, wanita penjaga toko tadi langsung membungkukkan badan dan menyapa Mala dengan sopan.
"Selamat siang, Pak Mala. Saya akan melayani anda untuk berbelanja disini."
Mala tidak merespon. Ia kembali bertanya pada Anaya, "Ada yang kamu ingin beli disini?"
Anaya dengan cepat menggeleng, "Nggak! Saya cuma lihat-lihat. Ayo kita ke toko lain, kak!" Tanpa sadar tangan Anaya menarik lengan milik Mala. Orang yang ditarik tentu saja terkejut bukan main. Bukannya apa, Mala hanya tidak siap untuk hal seperti ini. Meski beberapa kali pernah ada kontak fisik pada finalis sebelumnya, tapi yang ini berbeda. Seperti gak ada aba-abanya.

KAMU SEDANG MEMBACA
MALA | mark lee
General Fiction𝐌𝐚𝐤𝐚𝐥𝐚 𝐂𝐚𝐞𝐬𝐬𝐚 𝐏𝐫𝐚𝐦𝐮𝐝𝐲𝐚 sering kali disebut sebagai pangeran idaman masa kini, adalah seorang pria mapan pemilik banyak gedung dan resort mewah diberbagai belahan dunia. Itulah yang menjadikan nama 𝐏𝐫𝐚𝐦𝐮𝐝𝐲𝐚 𝐂𝐨𝐫𝐩. sanga...