• 𝐞𝐧𝐚𝐦

13 2 0
                                    

- ♪♩-

Bunyi notifikasi ponsel yang beruntut cukup membuat tidur Anaya terganggu. Karena hari ini tidak ada kelas, Anaya sudah berniat untuk bangun siang. Setidaknya bunda juga sedang tidak kerepotan mengurus pesanan kue tanpanya.

Tidak rela matanya terbuka di pagi hari, pada akhirnya tubuh Anaya bangkit dari kasur untuk duduk. Meraba meja kecil di samping kasur untuk mengambil ponselnya. Dilihatnya jam digital pada ponsel menunjukkan angka 7. Masih terlalu pagi untuk bangun siang.

"Uhm? Kak Mala?"

Hanya satu notifikasi yang masuk ke ponsel Anaya. Berisi empat pesan dari Mala. Tanpa pikir panjang gadis itu langsung membuka ruang chat.

Chat pertama, ucapan selamat pagi.

Kedua, menanyakan hari ini Anaya pergi kuliah atau tidak.

Ketiga, sebuah foto lunch box entah milik siapa.

Dan chat terakhir pria itu bilang kalau makanan buatan rumah sepertinya menarik, sehingga ia minta dibuatkan satu untukknya.

Jadi dengan kata lain, Anaya harus membuat bekal makan siang untuk Mala? Hari ini?

Mendapat pesan dari Mala seperti itu otomatis rencana bangun siangnya batal begitu saja. Ingin kembali merebahkan diri ke kasur pun percuma karena kepalanya sibuk memikirkan apa yang harus ia masak untuk memenuhi keinginan pria itu.

Mungkin ini salah satu dari test-nya yang lain, pikir Anaya.

Anaya pun bangkit. Mencuci muka dulu sebelum keluar untuk bertemu sang ibu. Seperti yang ia duga, di dapur bunda sedang asik membuat adonan kue sembari bergumam sebuah nyanyian.

"Pagi bunda." Sapa Anaya.

"Pagi. Kamu katanya gak mau bantuin bunda hari ini?"

"Itu bun..." Duh, Anaya jadi malu, "Bantuin Anaya masak buat bikin bekel makan siang, ya?"

Bunda yang mendengar itu seketika menghentikan adukannya pada adonan kue. Lalu menatap si gadis dengan heran.

Tidak biasanya, pikir bunda. Anak gadisnya itu memang sering membantu bunda untuk mengadoni kue, mengoven, menyetak, menghias, atau menjadi tukang delivery dadakan. Itu semua pun tak lepas dari arahan sang ibu.

Memasak? Hal yang sangat jarang dilakukan meski hampir separuh umur Anaya banyak ia habiskan di dapur. Memasak hidangan makanan sangat berbeda dengan membuat sebuah kue. Ia tidak tahu bumbu apa saja yang harus dimasak terlebih dahulu, berapa banyak takaran garam yang diperlukan, bahkan ia tidak tahu perlu menambahkan gula ke masakannya atau tidak. Memasak adalah hal yang membingungkan bagi Anaya. Selama ini ia hanya mengandalkan masakan sang ibu.

"Kamu hari ini kuliah? Nanti bunda siapin bekel buat kamu. Itu bunda udah masak loh."

"Bukan buat Naya, bun..."

"Terus? Buat siapa? Reya?"

"Bukan Reya." Anaya mendadak sebal saat nama lelaki bersurai hitam putih itu disebutkan sang ibu. Padahal teman Anaya yang bunda kenal bukan hanya Reya saja, Lyara kan ada.

Bunda terkekeh melihat wajah datar si gadis. "Terus buat siapa dong?"

"Kak Mala."

"Ah iya kok bunda gak kepikiran!" Bunda menepuk jidatnya pelan. "Ya pasti buat calon mantu bunda! Duh maaf ya bunda masih suka lupa, masih gak nyangka anak gadis bunda udah punya calon suami."

Rona merah berhasil menghias pipi si gadis. Melihat itu bunda kembali terkekeh, dalam hati bersorak karena telah berhasil menggoda putri sulungnya.

"Belum jadi calon, masih banyak yang ngantri."

MALA | mark leeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang