04

34 23 40
                                    

Happy Reading
~♥~

   ~Aya's POV~

Setelah mobil kak Vino berlalu, akupun berjalan menuju rumahku,  aku melepas sepatu yang kukenakan dan aku masuk ke rumah.

"plaak"
Sebuah tamparan mendarat di pipi kananku,  rasanya sakit sekali, tapi yang membuatku lebih sakit adalah kenyataan bahwa ayahku sendiri yang menamparku

"Dasar anak tidak tau diri,  mau jadi apa kamu ha?  Pulang sekolah ngga langsung ke rumah pergi kemana saja kamu?  kamu anggap saya apa?  Pergi tanpa ijin saya"  ucap ayahku dengan nada marah.

Jari telunjuknya ia tunjuk tunjuk kan di mukaku,  sungguh aku ingin menangis, aku tahu aku salah pergi tanpa seijinnya, ini pertama kalinya aku pergi tanpa meminta ijin.

Lidahku kelu untuk berteriak, memberi penjelasan kepada dia kalau aku haus kasih sayangnya, hatiku sangat sakit diperlakukan seperti ini,  aku juga ingin seperti remaja lain yang pergi sewaktu mereka mau tanpa amukan dari orang tuanya.

"Perduli apa ayah dengan Aya? Bukankah ayah tidak pernah punya waktu buat Aya? "

Entah mendapat keberanian dari mana aku mengucapkan hal tersebut dengan lantang didepan ayah ku, tanganku mengepal meremas rok ku dengan kuat aku menahan diri agar tidak menangis,  aku tak suka terlihat lemah di depan dia.

Ayahku marah besar setelah aku menjawab nya, tapi aku sudah terbiasa dengan bentakannya hingga membuatku seperti sudah kebal,  aku segera berlalu dan menuju kamarku

Sebenarnya aku takut,  aku malu pada ayahku aku masih menggunakan hasil jerih payahnya untuk biaya hidupku tapi aku sudah berani melawannya entahlah keberanian dari mana.

~ Author's POV ~

Setelah memasuki kamarnya ia pergi ke kamar mandi mengguyur badannya menggunakan air dari shower ia menangis,

Aya menjadi lemah jika berurusan dengan keluarga, ia mudah sekali mengeluarkan air matanya.

Entah dari mana ia mendapatkan benda kecil berbentuk persegi itu yang mengkilat tajam
Aya menggoreskan benda kecil itu ke tangannya

Darah segar mengalir bersamaan dengan air yang mengguyur di tubuhnya, hari ini ia melakukan hal yang bodoh, ia melukai dirinya dengan menggoreskan cutter kecil ke tangannya

Perih, dia merasakan sakit, namun rasa sakit di tangannya tak sebanding dengan rasa sakit hatinya, mengingat ia tak pernah mendapatkan perhatian layaknya remaja di luar sana.

Mungkin bagi orang orang diluar sana tindakan Aya ini adalah tindakan yang lebai, namun bagi Aya ini sebagai pelampiasan dengan menciptakan luka di tangannya untuk meredakan  luka yang ada di hatinya.

Selesai mandi ia  memakai baju tidur berlengan panjangnya, ia berbaring di tempat tidur dan memperhatikan luka yang baru saja ia ukir.

Aya merasa lapar sekali namun dia tidak punya tenaga untuk keluar kamarnya, tenaganya terkuras habis setelah ber jam-jam ia menangis. Aya itu kuat tapi ia mudah sekali menangis, namun tangisannya tak akan ia tampakan ke orang lain.

Mengabaikan rasa laparnya ia memejamkan matanya yang sudah membengkak karna menangis, tiba- tiba pintu kamarnya dibuka oleh seseorang, ia segera menutupi lukanya, menurunkan lengan baju yang tadinya ia linting ke atas hingga sebatas siku.

LonelyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang