11. Morphine

13.3K 1.2K 42
                                    

11. Morning surprise


Stephanie membuka matanya kala merasa cahaya matahari masuk ke dalam kamarnya. Terdiam sejenak, Stephanie kemudian bangkit dan menyandarkan tubuhnya ke kepala ranjang. Tangannya terulur kearah nakas tempat ia biasa menyimpan botol minum miliknya, meneguk nya hingga beberapa kali tegukkan.

Setelahnya Stephanie kembali diam, memikirkan kejadian semalam yang seperti mimpi.

Semalam Ia merasakan kehadiran seseorang dan tidur bersamanya, tapi kenapa sewaktu Ia bangun sudah sendiri? Sehabis memberikan pertanyaan itu Stephanie memang langsung jatuh tertidur. Mangkanya gadis itu merasa semalam itu adalah bunga tidurnya, tapi kenapa aroma parfum itu masih jelas di indera penciumannya?

Mengesampingkan pemikirannya tentang kejadian semalam. Stephanie bangkit menuju kamar mandi guna menyikat gigi dan mencuci muka sebelum keluar kamarnya untuk sarapan. Untung saja sekarang hari libur sekolah, jadi Ia tidak perlu repot-repot bersiap.

Berjalan menuju dapur, Stephanie justru dikejutkan dengan keberadaan seseorang di dapurnya. Seorang pemuda dengan kaus putih dan sweatpants senada itu membelakanginya, ntah apa yang Ia lakukan dengan dapur milik Stephanie.

Mengerjap 'kan matanya bingung, akhirnya Stephanie mendekatinya. Kenapa pemuda itu berada disini? Bagaimana Ia masuk? Dan sejak kapan? Berbagai pertanyaan tertanam dikepalanya.

Entah langkah Stephanie yang sangat terdengar, atau instingnya yang terlalu kuat sehingga membuat pemuda itu berbalik. Menampilkan senyum singkat, lalu meninggalkan kecupan dibibir dan dahinya. Tentu Stephanie tidak dapat menghindar. Untungnya Ia sudah menggosok gigi dan mencuci muka, jika tidak, ah sudahlah Stephanie tidak ingin membayangkannya.

"Morning," sapanya singkat.

"Kok bisa masuk?" tanya Stephanie. Melontarkan pertanyaan yang sudah berada di kepalanya.

Tentu saja. Walaupun mereka satu lantai, tapi untuk memasuki unit orang lain mereka harus memiliki kartu aksen orang itu atau setidaknya mengetahui passwordnya.

Diego, pemuda itu menaruh sepiring panekuk dengan madu dan buah strawberry diatasnya setelah menyuruh Stephanie untuk duduk di kursi bar.

"Sarapan dulu, baru tanya," titahnya sembari meletakan segelas susu cokelat panas.

Stephanie mendorong kembali gelas itu seraya menggeleng, Ia tidak terbiasa meminum susu. Biasanya Stephanie membeli caramel cappucino di coffe shop langganannya atau membuat latte sendiri.

"Tidak ada kafein mulai sekarang,"

"Habisin!" lanjutnya dengan nada perintah.

Stephanie menghabiskan sarapannya dengan menunduk, tidak berani bertatapan dengan sepasang mata yang sedari tadi tidak lepas menatapnya. "Jangan di lihatin," katanya.

Diego mendengus sebelum bangkit dan kembali dengan sekaleng soda ditangannya.

"Masih pagi, gak baik minum soda."

Mendengar ucapan Stephanie, tak urung membuat senyum tipis terbit dibibir Diego. "Okey,"

Setelah menghabiskan sarapannya, disini lah mereka berada. Di sofa, dengan tv yang menyala. Padahal fokus ke duanya bukan lah ke arah tv, melainkan dengan pemikiran masing-masing.

"Kok bisa masuk?" tanya ulang Stephanie membuka percakapan. Tangannya bergerak memencet tombol power yang membuat tv dihadapan mereka mati.

Diego memutar tubuhnya agar berhadapan dengan Stephanie. "Bisa,"

MORPHINETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang