16. Morphine

11K 1K 123
                                    

16. Diego's worries

Stephanie dan Valerie sedang bersiap-siap, mereka dengan dua orang siswi lainnya sudah berdiri di tempat masing-masing. Dengan posisi Valerie yang ke tiga dan Stephanie yang terakhir.

Kelas Stephanie berjajar dengan empat kelas lainnya, dengan kelasnya mendapatkan posisi yang paling ujung artinya kelas mereka berada di pinggir dan dekat dengan penonton.

Seorang panitia dari anggota OSIS memberikan aba-aba untuk mereka bersiap, lalu sampai hitungan ke tiga panitia itu meniupkan peluit yang menggantung di lehernya.

Para siswi urutan pertama mulai berlomba-lomba untuk berlari paling kencang agar memenangkan lomba ini, walaupun tak jarang dari mereka yang berlari dengan gaya alay nya.

Kini Valerie yang mendapatkan giliran, gadis itu terlihat sangat lincah dengan tubuh mungil nya. Beberapa lawannya bahkan tertinggal cukup jauh di belakang dan itu jelas membuat Valerie menampilkan senyum sombongnya. Didepan sudah ada Stephanie yang sudah siap menerima tongkat yang di bawanya.

"JANGAN KEBANYAKAN SENYUM!"

Teriakan itu dikeluarkan oleh Stephanie yang jengah melihat Valerie yang berlari sambil tersenyum. Akhirnya tongkat itu berpindah tangan. Stephanie berlari dengan kencang, salah satu kelebihannya saat olahraga. Biasanya Ia hanya berjalan atau berlari di atas treadmill.

Kecepatan berlari Stephanie disambut pekikan semangat oleh para supporter, baik dari anak kelasnya maupun dari kelas lain, bahkan Valerie sudah jingkrak-jingkrak di tempatnya. Dengan kecepatan secepat itu apalagi dengan tatapan mata lurus ke arah pita yang membentang di depan sana, membuat Stephanie tidak bisa menghentikan kecepatannya saat ada sebelah kaki yang sengaja menjulur ke arah lapangan.

BRUK!

"AAAA! YA AMPUN STEPH!" pekik Valerie bersama para murid lainnya saat melihat dengan jelas saat tubuh Stephanie terjatuh dengan keras dan terseret dengan sikut yang beradu dengan lapangan.

Valerie bahkan beberapa murid ikut menghampiri Stephanie. Perlombaan berhenti. "Steph! Astaga, kok bisa?"

Valerie membantu Stephanie untuk bangkit, seketika Ia meringis ngilu melihat keadaan kedua sikut milik Stephanie yang sudah penuh dengan darah. Karena baju olahraga mereka pendek, jadi membuat kulit Stephanie bergesekan langsung dengan lapangan.

"LO SENGAJA KAN?" teriak Stephanie sambil menunjuk seorang siswi yang berdiri dibelakang orang yang mengerubunginya.

"H-hah? Ma-maaf Steph, serius aku sama sekali gak sengaja," balasnya dengan menundukkan kepala.

"GAK SENGAJA MATA LO BUTA? JELAS-JELAS LO YANG JEGAL KAKI GUE!" Stephanie bukan orang bodoh yang mudah untuk di tipu dengan wajah sok polos siswi di depannya ini.

"Maaf serius aku beneran gak sengaja, aku gak liat kamu udah deket,"

"WAHH, MENDING ITU MATA LO DONORIN AJA BIAR LEBIH BERMANFAAT! LAGIAN LO BEGO APA GIMANA? INI LAPANGAN LAGI LOMBA DAN LO MASIH BILANG ITU GAK SENGAJA?!"

"Gue yakin banget dia sengaja,"

"Walaupun dia OSIS tetep aja, sejak kapan orang mau lewat pas lagi lomba gini?"

"Nah gue setuju tuh!"

"Kesannya kaya caper gak sih?"

"Eh, mungkin emang dia gak sengaja kali,"

"Kayanya mata lo ikutan buta,"

Ucapan-ucapan silih berganti itu datang, memenuhi suara di lapangan. Belum lagi dengan para murid yang bergerumul, semakin membuat udara sekitar terasa lebih sesak.

MORPHINETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang