13. Morphine

12.2K 1K 65
                                    

13. Other side

Sophia melangkahkan kakinya memasuki rumah mewah dengan gaya Eropa, perpaduan cat warna putih dengan gold itu sungguh memanjakan mata. Interior dengan perabotan yang mewah, cukup menjelaskan seberapa kaya pemiliknya.

Di ruang tengah sudah ada Tania-mami Shopia yang sedang duduk sambil membolak-balikkan majalah. Jemari lentik itu menelusuri foto yang berada didalam nya, matanya memicing tidak suka.

"Sejak kapan dia jadi model di Xaviera?" tanyanya begitu merasakan sang anak duduk disampingnya.

Sophia menghembuskan napasnya. "Udah lama,"

Tania melemparkan majalahnya dengan keras, mendengus kesal. "Sialan,"

"Stephanie, anak itu pasti dia ngegunain mantannya yang itu buat jadi model disana. Sifatnya sudah ketebak, dengan tingkah laku murahan," lanjutnya.

"Nggak mi, bukan. Mereka udah gak ada hubungan lagi setelah putus, justru dia malah pacaran sama orang yang aku suka," sungut Sophia sebal. Bibirnya mencabik dengan kedua tangan terlipat didepan dada.

"Siapa?"

"Diego. Aku 'kan sering cerita ke Mami,"

"Dari keluarga mana? Apa marganya? Kenapa kamu gak sama Nadeo aja? Dia itu udah kandidat terkuat buat jadi bagian keluarga kita, keluarganya juga jelas asal usulnya,"

"Ih, pokoknya aku sukanya sama Diego! Walaupun dia gak punya marga, tapi aku yakin dia bukan dari keluarga biasa aja. Buktinya hampir setiap hari ganti kendaraan, belum lagi semua yang dipakainya itu barang branded,"

Tania mengangguk paham. Menurutnya tampang itu tidak penting, yang terpenting adalah hidupnya harus terjamin dengan semua kebutuhannya yang tidak sedikit itu terpenuhi. Dan Ia adalah orang yang mengutamakan status sosial seseorang, maka tak heran dengan sifatnya yang angkuh.

"Anak itu masih suka bully kamu?" tanya Tania setelah beberapa saat terdiam.

Sophia mengangguk. "Kemarin dia bully aku,"

Tania menyeringai, otaknya sudah memikirkan rencana apa yang akan Ia lakukan untuk anak tirinya itu.

❛ ━━・❪morphine ❫・━━ ❜

Pagi ini Stephanie sudah siap berangkat ke luar kota untuk menghadiri salah satu acara disana. Seharusnya sore hari, tapi ntah mengapa Mbak Thesa mengatakan jika jam mereka berangkat di majukan.

Celana jeans highwaist dengan crop tee serta topi pink, menjadi outfit Stephanie kali ini. Gadis itu cukup menarik perhatian banyak orang saat Ia berjalan di Bandara, karenanya seorang yang lumayan terkenal, beberapa dari mereka juga ada yang menghampiri untuk bersua foto dan untungnya tidak banyak, dan untungnya juga moodnya sedang baik. Ingatkan jika Stephanie bukan seorang selebgram yang ramah dan baik hati? Ia justru selalu menampilkan wajah judesnya.

Karena menghindari macet, jadi Mbak Thesa memilih untuk menggunakan transportasi udara itu agar lebih cepat. Dan lagi kota yang akan mereka tuju cukup jauh jika ditempuh dengan mobil.

Setelah melakukan perjalanan satu jam lima puluh menit akhirnya pesawat yang mereka tumpangi mendarat dengan baik disebuah pulau yang menjadi tempat favorite wisatawan dalam maupun luar negeri. Stephanie buru-buru mengaktifkan kembali handphonenya saat Ia sudah berada di penginapan dan mengabari Diego jika Ia sudah sampai. Tadinya pemuda itu ingin memaksa ikut, tapi Stephanie melarang. Jadinya Diego hanya mengantarnya sampai bandara.

Namun, sepertinya Stephanie belum mengetahui sifat asli pemuda itu. Diego justru sudah berdiri dihadapannya sekarang. Bagaimana bisa? Bukan kah tadi pemuda itu hanya mengantarnya sampai bandara? Dan bagaimana Ia bisa sampai di sini terlebih dahulu?

"Diego? Kok bisa?" tanya Stephanie yang masih tidak bisa menutupi keterkejutannya.

Diego dengan segala tingkah lakunya yang misterius dan tidak bisa ditebak.

"Bisa," balasnya singkat.

Mbak Thesa yang melihat Diego yang tiba-tiba sudah berada disini pun kaget, akhirnya Ia memutuskan untuk meninggalkan mereka. Stephanie masih mematung saat Diego menarik koper dan tangannya. Lagi, lagi Stephanie bingung dengan Diego yang sama sekali tidak membawa koper, bahkan tas sekalipun. Pemuda itu hanya membawa dirinya saja.

"Semua yang ada di kamu itu tidak bisa di tebak, Di. Seolah kamu punya pemikiran yang orang lain gak akan nyangka dengan apa yang kamu lakukan,"

Diego hanya diam. Ia memimpin jalan lalu berhenti di salah satu pintu. 207 nomor yang tertera. Men-scan kartu lalu Diego menariknya masuk ke dalam.

"Loh, Mbak Thesa mana?" tanya Stephanie. Diperjalanan menuju tempat penginapan, managernya itu sudah mengatakan jika mereka akan satu kamar dengan dua buah kasur queen size. Tapi kamar yang Ia berada sekarang jauh dari perkataan Mbak Thesa. Kamar itu justru seperti kamar khusus, dengan ranjang king size yang berada di tengah-tengan ruangan luas itu. Jendela yang besar menampilkan pemandangan dibaliknya, laut luas yang sangat indah dengan pasir putihnya.

Pemuda itu tidak menjawab. Stephanie lagi lagi tidak habis pikir.

Stephanie menghempaskan tubuhnya di atas kasur. Diego mendengus disampingnya. "Kayanya baju lo minta gue bakar,"

"Apa? Gak terima?" cetus Diego lagi saat melihat Stephanie menatapnya.

Begitulah Diego, jika pemuda itu kesal atau marah Ia akan mengucap lo-gue dan jika mood nya sedang bagus Ia akan berubah menjadi beruang yang menggemaskan dengan sikapnya yang manis, untung saja Stephanie tidak diabetes.

"Iya Di," sepertinya Stephanie tau apa yang membuat Diego kesal. Semuanya karena baju yang ia kenakan, padahal bajunya biasa saja walaupun menampilkan sedikit perut ratanya, tapi ayolah apakah pemuda itu tidak mengerti fashion?

Dan jika ada Diego disini berarti Ia tidak bisa menikmati pantai yang indah dengan sepasang bikininya, seperti yang sudah Ia rencanakan.

Diego sangat berbeda jika bersamanya, tidak ada lagi Diego yang dingin, ketus dan menyeramkan. Pemuda itu justru sangat perhatian walaupun dengan sedikit ekspresi dan irit berbicara.

Possessive.

Karena acaranya masih beberapa jam lagi, jadi Stephanie memutuskan untuk beristirahat dahulu. Matanya terpejam tak beberapa lama Ia merasakan seseorang mengangkat kepalanya dan menjadikan lengan orang itu menggantikan bantalnya, pinggangnya ditarik agar lebih merapat. Stephanie akhirnya mencari posisi nyamannya.

Usapan tangan Diego di pinggangnya membuat Stephanie terlena dan memasuki alam bawah sadarnya. Diego menunduk melihat Stephanie, mencium pucuk kepalanya singkat lalu menyusul gadisnya memasuki mimpi.

Keduanya terlelap dengan saling memeluk satu sama lain.

TO BE CONTINUED

hai, gimana sama chapter ini?

aku update sesuai target yaw, thank's banget buat yang udah nge-support cerita ini.

oh iya aku ada rencana buat ganti judul, karena sekarang aku kurang sreg aja gitu. menurut kalian gimana? okey mungkin emang sifat aku yang mudah bosen, tapi kalo buat mas doi mah gada kata bosen, aneh. padahalkan mau uncrushʕ´• ᴥ•̥'ʔ

sajauh ini ada yang mau kalian sampaikan untuk
DIEGO?

STEPHANIE?

ATAU AKU?

JANGAN LUPA SPAM NEXT DISINI

150+ vote 50+ komen aku up.

babay see you.....

with love,
me<3

MORPHINETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang