'Tidak ada waktu yang menyembuhkan luka. Yang ada kita hanya di buat terbiasa dengan luka'
------
Sudah sebulan Auries memulihkan dirinya di rumah. Dia benar-benar memulai semuanya dari awal. Meditasi mandiri dengan dampingan obat-obatan yang masih di konsumsinya. Sesekali keluar dari rumah hanya untuk sekedar berjalan jalan di halaman rumahnya atau melihat orang-orang yang berlalu lalang di area komplek.
Kini,hari weekend pun tiba. Amara-mama nya Auries, sudah pulang dari tugasnya di surabaya.
Sekarang kehidupannya tidak begitu buruk meski sensasinya selalu datang tiba-tiba. Ini lebih baik dari keadaan dahulu. Auries sangat bersyukur.
Duduk di kursi yang menghadap langsung ke taman yang berada disamping rumahnya. Buku menjadi sebuah pengantar pikirannya. Hembusan angin yang menerpa tubuhnya seakan memberikan sapaan dengan hangat. Auries tidak pernah menyia-nyiakan setiap hembusan angin yang menerpa dirinya.
Pukul 10.00 WIB.
Masih terlalu pagi untuk menjadi jam tidur siangnya. Ia menutup buku yang telah di baca. Sebelum menyimpannya, Auries sudah memberikan tanda di halaman yg akan di bacanya nanti.
Tiba-tiba seseorang duduk begitu saja di samping. Membuatnya sedikit terpelonjak karena kaget. Cengiran tak berdosa yang ia suguhkan sungguh membuat Auries sangat kesal. Kaos polos dengan celana pendek yang menjadi fashion nya pemuda ini. Dia juga membawa sebuah gitar di tangangya. Entah sejak kapan dia masuk kedalam rumah.
Ya,laki-laki itu bernama Jevano atau yang lebih akrab dipanggil 'onel-panggilan khusus dari Auries'.
"Whats up Aurie?" sapa Jevano begitu saja kepada Auries sambil tertawa jahil.
"Not much" jawab Auries sambil memutar kedua bola matanya karena masih kesal.
Jevano yang seenaknya duduk di samping sambil mendudukan gitar miliknya di atas kedua kakinya membuat tubuh Auries ikut terhimpit oleh tubuh dan gitarnya. Jalas saja dia tambah kesal dengan kelakuan temennya ini.
"Jevano, ih!"
"Geseran! Orang itu tempatnya masih ada. Kenapa lo malah mepet-mepet ke tempat gue?" Auries benar-benar marah.
setelah dirasa duduknya nyaman, Jevano pun mulai menggeserkan dirinya untuk memberi jarak dengan Auries.
Jevano tersenyum dengan manis ke arahnya. tanganya mengusap pelan kepala Auries dengan sangat rapih. Sudah tahu kan ketika Jevano tersenyum, dia akan kehilangan kedua matanya.
Auries terdiam, tidak ada reaksi apapun yang ditunjukan.
"Aku bawa cookies lho" ucapnya tiba-tiba. "cookies nya aku simpan di atas meja makan" lanjutnya
Kedua mata Auries langsung berbinar. Dia tidak lagi kesal. Siapa juga si yang berani menolak cookies buatan bunda nya Jevano? Itu tidak mungkin.
Bahkan menurutnya cookies buatan bunda nya Jevano, lebih enak dari pada cookies yang di jual di beberapa toko terkenal. Maaf sedikit berlebihan. Tapi itu pendapatnya Auries.
"Bilangin makasih ke bunda ya" ucap Auries
Jevano cemburut saat mendengar ucapan Auries. Dia menggelengkan kepalanya pelan.
"Gak makasih sama aku? padahal aku juga ikut kontribusi bikin cookies itu loh." ucap Jevano tidak terima.
Auries melepaskan tangan Jevano yang masih tinggal di puncak kepalanya.
"Tapi kan yang punya bahan dan tau resepnya itu bunda. Paling juga onel cuma recokin bunda aja sambil sesekali makan cookies yang sudah matang" ucap Auries penuh penekanan.
Jevano hanya bisa tersenyum. Mau bagaimana pun ia melakukan sesuatu akan terdengar seperti omong kosong di mata Auries karena tingkahnya yang membuat dia sulit di percaya.
All I know is ....
We could go anywhere, we could do
Anything, girl, whatever the mood we're in
Yeah all I know is .....
Getting lost late at night, under stars
Finding love standing right where we are, your lips...
Jevano mulai bernyanyi dengan iringan melodi yang dihasilkan dari gitar yang di petiknya. Menciptakan kombinasi yang sempurna. Jarinya yang lihai saat mencari kunci, begitupun dengan suaranya yang begitu indah.Sesekali ia melirik kearah Auries yang sedang menatapnya sambil mengerutkan keningnya.
Auries mencerna setiap bait dari lagu yang dinyanyikan oleh temannya ini. Terdengar begitu familiar. Mungkinkah, ia sering mendengarnya?, Auries pikir begitu.
"Paris in the rain?" Tebak Auries tiba-tiba.
Jevano melirik kembali ke arah Auries, dengan cepat ia menganggukan kepalanya,lalu tersenyum.
Tidak berhenti, dia terus bernyanyi.
Kini, Auries ikut terhanyut. Menyandarkan kepalanya di penyanggah kursi yang didudukinya. Menutup kedua matanya secara perlahan sambil menikmati alunan melodi yang terdengar di telinganya.
Sesekali Jevano melirik kearah Auries hanya untuk melihatnya. Ada rasa lega di hatinya ketika ia melihat teman kecilnya ini sudah kembali membaik walaupun belum sepenuhnya. Tapi, setidaknya Auries tidak pernah menyerah sekalipun keadaannya menghantam dia sampai keujung dunia.Saat akan menyanyikan bagian reff, Jevano dengan usilnya menyikut lengan Auries dengan pelan. Tapi itu cukup membuat Auries membuka kedua matanya.
"Bagian reff nya rie" goda Jevano. Dia menaik turunkan alisnya seperti seorang ahli penggoda.
Sumpah, ingin sekali rasanya dia menjambak rambut atau mencakar wajahnya Jevano. Bagaimana bisa dia mengganggu di saat Auries sudah mencapai puncak untuk terlelap.
Alih-alih meng iyakan perintah Jevano, ia lebih memilih bangkit dari duduknya dan berjalan masuk kedalam rumah meninggalkan Jevano sendirian.
Becontinued.....
alascakek.
Bonus foto Mark edisi "Hallo dek!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Dark and Light
Dla nastolatkówBagaimana aku bisa menyalakan lilinku. Sedangkan seluruh tubuhku tidak berdaya. Deg. Aku terbangun secara tiba-tiba. Keringat kian mengucuri tubuhku. Napas ku tersenggal. Rambut ku berantakan. DIA BERMIMPI BURUK. Benda-benda yang menempati isi ru...