Hei, apa kau tahu?
Aku teramat sangat merindukanmu. Bahkan bingkai foto yang berdiri kokoh dimeja terasa mengejekku. Memelukmu erat-erat dalam foto itu seakan takut aku akan merebutmu. Ah, betapa irinya aku. Iri dengan foto kita bersama yang terasa merendahkanku.Kasihku, mungkin dunia sudah bosan mendengar celotehanku tentangmu. Tidak tahan mau menamparku sekali lagi dengan kenyataan yang kutepis setiap kalinya.
Maafkan aku, hidupku. Maafkan hatiku yang mungkin saja sudah jenuh menunggumu, kehilangan rasa dan mencari yang baru. Mengisi kekosongan yang berakhir percuma.
Hei, jiwaku. Jika suatu saat aku memutuskan untuk meneguk racun diatas nakas, janganlah dirimu meninggalkanku. Rasa rindu ini sudah menyesakkan dadaku, mati-matian berusaha bertahan tanpamu.
Tunggulah aku, sayangku. Entah selama apa itu, tolong jangan berhenti menungguku. Hingga aku muak atau dunia yang muak lebih dulu. Entah racun apa yang akan membawaku padamu, aku menantikannya.
Wahai dirimu yang pernah mengikat janji denganku, janganlah dirimu memotong benang kita yang kusut. Jika dunia paralel itu nyata, setidaknya aku bisa tenang memikirkannya. Salah satu diantara ratusan kemungkinan hidup, mungkin kita bersama.
Hingga akhir menggenggam tangan, memeluk erat enggan melepaskan.
YOU ARE READING
Rumah
RandomSemua orang punya rumah, namun hanya sedikit yang memiliki tempat untuk pulang. Buku ini hanya mengisahkan kisah pendek dua insan yang mungkin berbeda dunia, takdir, dan keputusan. Tidak lebih, tidak pula kurang.