"Apa di dunia ini ada suatu hal yang paling kau benci, kasihku?"
Aku benci realita.
Realita yang menyadarkanku dengan tamparan keras bahwa kau hanyalah torehan goresan tinta penuh duka nan luka dariku. Hanya kata-kata yang tertanam dalam ratusan bahkan jutaan lembaran kertas yang menelan duniaku.
Dirimu tak lebih dari sekedar tanwujud. Terbentuk dari kalimat-kalimat yang kurangkaikan bersama mimpiku yang kandas. Kau ciptaanku yang mustahil nyata untuk menggapaiku, sedangkan aku sudah terkubur dalam perasaanku yang tidak dapat tersampaikan padamu.
Oh, kasihku. Hingga dunia runtuh dipelukanku dan lautan menelan ragaku, semesta tetap tidak akan melirikku. Aku bersimbah darah sedangkan dirimu tertikam ujung mata pena tiap kali aku menuliskan dirimu diatas lembaran baru, tinta hitam kontras mengucur menghias tubuhmu.
Setidaknya diantara ratusan manusia yang dibenci semesta, aku mendapat pengecualian. Tanpaku, kisahmu usai. Saat jiwaku melepas ikrar dengan raga, kasihku hanya sekedar kata-kata yang terkubur dalam lautan kalimat tanpa arti yang berantakan. Hanya nama, tanpa kepribadian maupun kisah untuk dilanjutkan.
Kau hampa tanpaku dan aku hampa tanpamu.
YOU ARE READING
Rumah
RandomSemua orang punya rumah, namun hanya sedikit yang memiliki tempat untuk pulang. Buku ini hanya mengisahkan kisah pendek dua insan yang mungkin berbeda dunia, takdir, dan keputusan. Tidak lebih, tidak pula kurang.