#DC Chapter 5

27.2K 2.7K 148
                                    

"Apapun itu, timbulkan rasa biasa saja di hatimu. Agar ketika ia berubah menjadi sebuah luka. Kau tak akan perlu merasa tersakiti."
.
.
.

Di lain sisi, tampak seorang pria tengah berbaring malas di kasurnya. Pria itu kini tengah mengotak-ngatik ponselnya. Ketika sedang asyik-asyiknya, ia dikejutkan oleh dering ponselnya.

Regan berdecak malas, ia lalu mengangkat panggilan telepon tersebut.

"Halo!"

Regan menjauhkan ponsel tersebut dari telinganya, ia berdecih sinis.

"Lo kalau ngomong pelan-pelan, kuping gue budek dengar lo teriak-teriak gitu." Lelaki itu menjawab ketus.

"Ck. Iya-iya, gue cuma mau ngasih kabar kalo bentar lagi gue balik ke indo! Gue kangen banget sama lo." Pria di seberang sana terkekeh geli setelah mengatakan kalimat terakhir.

"Btw, kerjaan lo masih yang lama?"  ujar pria itu melanjutkan.

Regan berdehem pelan menjawab pertanyaan dari sahabatnya. Ia sebenarnya juga merindukan sahabatnya itu, tapi ia masih normal untuk mengatakan sebuah kalimat rindu kepada seorang pria.

"Udah, ya, gue mau istirahat. Lanjut lagi lain kali," ujar Regan menutup percakapan.

Ia lalu mematikan sambungan teleponnya. Menghela napas panjang, Regan mulai memejamkan matanya, bersiap masuk ke alam mimpi.

Tapi, belum sempat ia memasuki alam mimpinya. Sebuah deringan ponsel lagi-lagi mengejutkannya. Pria itu lantas bangkit dari tidurnya, ia menggenggam erat ponselnya. Menahan gejolak emosi yang siap meledak kapan saja. Mengontrol emosinya, Regan lalu mengangkat panggilan tersebut.

"Halo, malam ini saya ingin Anda membunuh rekan kerja saya. Biodata lengkapnya sudah saya kirim melalui email Anda. Saya tunggu kabar selanjutnya." Si penelepon mematikan sambungan teleponnya setelah mengutarakan niatnya menghubungi Regan.

Regan mengusap kepalanya frustrasi.

Ia baru saja akan istirahat, tapi sebuah job menantinya saat ini. Mau tak mau, Regan turun dari kasurnya. Mulai berganti pakaian dengan jubah hitamnya.

Selesai berganti pakaian, Regan segera mengecek emailnya. Pria itu kini tengah menatap biodata seseorang yang tak dikenalinya.

Merasa cukup, ia lalu bergegas pergi menuju tujuannya kali ini.

***

Kini Regan tengah berdiri di depan pintu rumah sang target. Ia melangkahkan kakinya perlahan, menelusuri setiap kamar yang ada di rumah itu.

Ketika ia membuka pintu kamar terakhir, Regan dapat melihat seorang pria paruh baya yang tengah tertidur membelakanginya. Ia melangkahkan kakinya perlahan, memasuki kamar korban.

Mengeluarkan pisau lipat yang berada dalam sakunya, ia lalu membalikkan badan pria paruh baya tersebut secara perlahan.

Tak ingin membuat waktu lebih banyak, ia lantas segera menancapkan pisaunya tepat ke jantung korban. Si korban melotot kaget, ia menatap Regan yang juga tengah menatapnya. Napas pria paruh baya tersebut tersenggal-senggal.

Merasa terlalu lama, Regan menambahkan beberapa tusukan di area perut korbannya. Hingga kasur yang tadinya bersih, kini kotor karena banyaknya darah yang keluar dari tubuh korban.

Pria paruh baya itu meregang nyawa tepat setelah tusukan terakhir yang diberikan Regan.

Regan berdecih sinis, lalu membersihkan pisau lipatnya. Sesaat setelah beberapa menit, pria itu melangkah keluar dengan santai. Ia memasuki mobilnya, menjalankan kendaraan itu ke kediamannya.

Selang beberapa menit, ia telah sampai di rumahnya. Lelaki itu membuka jubah hitamnya, lalu melemparnya sembarangan arah. Ia berjalan mendekati ranjang, menghempaskan tubuhnya secara kasar.

Regan menutup matanya, perlahan tapi pasti, kegelapan menyapanya menggantikan kesadaran yang sedari tadi bersamanya.

***

Bias cahaya menelusup lewat langit-langit jendela. Regan sudah siap untuk berangkat ke sekolah setelah hari Minggu kemarin. Kini Regan telah kembali ke penampilan cupunya. Kacamata yang kemarin terlepas, telah kembali bertengger di batang hidungnya.

Ia berjalan keluar, menuju halte bus yang tak jauh dari apartemennya.

Alasan dia menggunakan bus ke sekolah, karena ia tak ingin kedoknya terbongkar hanya karena ia menggunakan kendaraan pribadi.

Sembari menunggu bus, ia mengeluarkan satu buku pelajaran guna membunuh rasa bosan. Regan sesekali melirik sekitarnya, takut jika bus sudah datang dan dia malah asyik membaca buku.

Tak berselang lama, bus yang sedari tadi ditunggu-tunggu olehnya akhirnya datang. Ia memasukkan bukunya ke dalam tas, lalu berjalan memasuki bus tersebut.

***

Kelas XII IPA 3 sedang tidak ada guru hingga membuat seluruh murid jadi bergelut dengan kesibukannya sendiri. Aktivitas-aktivitas seperti melempar pulpen, iseng menjahili teman, beradu argumen, bermain game, sampai bergosip pun mengisi kelas ini. Sementara itu Regan memilih pergi dan memilih berdiam diri di tempat duduknya.

Pria itu tengah menyembunyikan wajahnya di lipatan tangan dengan tenang, sebelum Jessica beserta antek-anteknya datang mengganggunya.

"Hai cupu. Udah lama, ya kita nggak ketemu." Jessica berucap sinis disertai dengan kekehan-kekehan kecil dari bibirnya.

Regan diam, enggan mengangkat kepalanya.

Kesal dengan respon yang diberikan Regan. Jessica spontan menggebrak meja yang di tempati pria itu.

Sedangkan di sisi lain, Regan mau tak mau harus mengangkat kepalanya. Melihat Regan mengangkat kepalanya, Jessica dengan cepat mengambil kacamata bulat Regan. Berniat merusak kacamata tersebut.

Seketika Regan menatap wajah Jessica, lalu tersenyum manis kepadanya.

Jessica mematung di tempatnya, baru kali ini ia melihat Regan tersenyum dan tanpa kacamatanya. Dan ia tak menyangkal bahwa Regan tampak tampan kali ini. Niat awal ingin membully Regan, kini seorang Jessica tengah terjebak dalam pesona Damian Maulana Regan.

Rambut tebalnya yang terlihat acak-acakan, senyuman manisnya, dan wajahnya yang rupawan tanpa kacamata bulat. Semua itu membuat siapa pun yang melihatnya tak bisa memalingkan wajahnya barang sejenak.

Beberapa teman sekelas Regan yang tak sengaja melihatnya tampak kaget, tak menyangka bahwa Regan si cupu ini memiliki wajah yang rupawan bak pangeran.

"Gila! Itu beneran si cupu Regan?"

"Ganteng banget!"

"Nggak nyangka kalo cowok cupu bisa ganteng juga."

Bisik-bisik yang keluar dari mulut teman sekelas Regan mulai terdengar. Pria itu menarik satu sudut bibirnya, membentuk sebuah smirk. Menambahkan kesan ganteng di wajahnya.

Bisik-bisik yang tadinya pelan kini mulai terdengar kuat. Memuji Regan dengan berbagai kalimat pujian.

Regan masih menatap Jessica, sedangkan yang ditatap tetap bergeming di tempat tak melakukan apa-apa.

"Terpesona?" tanya Regan dengan senyuman miringnya.

Tersadar, Jessica lantas melempar kacamata Regan ke meja pria itu. Gadis itu lalu berlalu pergi meninggalkan kelas.

Pipi Jessica tampak merona, ia merasakan panas di wajahnya. Dengan cepat, ia berlari ke arah di mana toilet berada.

Jessica menatap pantulan dirinya di cermin. Gadis itu memegang kedua pipinya yang tampak merona.

J--jangan bilang gue jatuh cinta sama si cupu itu?!

Dangerous Cupu [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang