AYAS

10 2 0
                                    

         Mega yang indah di sore itu adalah keindahan yang memanjakan mata memandang. Setiap mahluk hidup maupun mati merasakan keindahan sore itu. Akan tetapi setiap keindahan hanyalah sekejab mata, tidak ada keindahan di dunia yang akan kekal abadi, begitupun mega indah sore itu, tidak kuasa mega itu membendung mega hitam yang menutupinya. Tanda renungan mega itu terlihat kala rintik-rintik hujan mulai berjatuhan. Sorotan cahaya sore itu memudar seketika. Disusul oleh gerombolan hujan datang dengan begitu derasnya mengguyuri kota itu.

    Lajuan sepeda motor kencang terdengar terburu-buru kala hujan berteriak kencang di telinga, mahluk-mahluk bumi yang sedang menikmati sore itu mencari tempat berteduh. Derasnya hujan yang membuat dunia subur akan penghuninya. Akan tetapi musibah bagi insan yang sedang mencari rupiah, termasuknya dia, seseorang lelaki yang sedang berusaha mengais rizki dari usaha seni lukisnya, dialah Ayas. di simpang jalan kota itu bukti yg valid bagi Ayas untuk berteduh. Sepeda motornya ia arahkan menuju Angkringan di pinggir jalan yg diselimuti tenda biru dan aroma has susu jahenya, bagi Ayas tak bisa menolaknya. Uang sepeser hasil ia jualan karia lukisnya tak dapat ia tabung layak hari-hari kemaren, musibah yang dialami mega sore itu menitis terhadap Ayas. Iringan hujan deras mempersilahkan untuk menikmati segelas hangatnya susu jahe. Memang berat menahan godaan susu jahe itu benak Ayas yang selalu merengek-rengek membujuknya.

         Hujan tak kunjung reda. Duduk di angkringan tenda biru itu kurang afdol apabila tidak ditemani dengan sebuah hisapan kenikmatan, sebatang demi sebatang Ayas resapi untuk menemani kelamnya sore itu. Kehangatan di gelas itu masih tak kunjung habis, padahal tembakau yang terbungkus dalam kertas putih itu nampak satu batang. Cigaret yang tinggal satu batang itu Ayas ambil dan ia resapi, suara remasan bungkus cigaret terasa ngilu untuk direnungi. "Minggu yang menyebalkan, 30 ribu(sambil melentangan dua lembar kertas yang ada di genggamanya )kalo rokok, ndak beli bensin, kalo bensin, ndak beli rokok." mulut yang bersuara masih diliputi rasa renungnya, bingung dan bingung Ayas rasakan, merasa kecewa kenapa lambaian tenda biru itu Ayas mau singgah di dalamnya. Lama Ayas duduk di angkringan tenda biru itu membuat mulutnya tergoda dengan makanan di hadapanya. Bukan cukup segelas susu jahe yang menghasut, gorengan dan has angkringan sate hatipun tak luput menggodanya.

          Lamunan dan lamunan, bimbang akan menerjang hujan, ragu terhadap uang yang menipis, menyesal kenapa bersinggah. Lama Ayas memikirkan hari kelamnya itu, tiba-tiba suara yang menggetarkan hati Ayas terdengar dari belakang. "Pak, susu jahenya satu, dibungkus ya." suara apa itu bidadarikah atau jelmaanya. Suara yang membuat penasaran setiap perasaan pujangga, Ayas seketika menoleh mengahadap kebelakang. Suara gemuruh hujan bersemayam terhadap suara mobil itu. Tak tahu dari mana datangnya bidadari tersebut, "Kanan kah..? Kiri kah..? Atau jalan yang menghadap lurus di belakangku ini." Benak Ayas terselimuti dengan penasaran.

         Perasaan ingin tahu yang menekanya, singgah dimanakah jelmaan bidadari ini. "Berapa Pak,?" MASYAALLOH ..... suara yang menggetarkan rasa cinta yang telah lama hilang, bukan saja paras wajahnya yang aduhai, suaranyapun menghanyutkan dalam rasa yang terbakar. Suara hatipun berkampanye ingin mendobrak pagar mulutnya Ayas. "Lapan ribu Neng." ahhhh suara Mang Jarot membuat hilang bayang-bayang di surga.

         Sukurlah jarak tangan Mang Jarot dengan sidia lumayan jauh, Ayaspun bergegas untuk meraih hangatnya susu jahe. Ahirnya suara hati Ayas diwakilkan melalui perantara tanganya.

Mang Jarot : "Mas Ayas, Mang Jarot ngrepotin ini jadinya."

Ayas           : "Ndak kogk Mang."

"Ahhh ini yang saya harap harapkan kogk Mang, palah saya yang makasih Mang." benak yang bahagia berbicara seolah Mang Jarot adalah tali pengenalanya terhadap Jelmaan Bidadari itu.

         Prahhh !!! Suara jatuhnya susu jahe yang di genggaman Ayas. Terhipnotis kala mata Ayas memandang mata Jelmaan Bidadari itu, nyali yang sok-sokan ingin berkenalan kenapa menciut begitu saja. gemetar tak karuan tangan Ayas, terpukau melihat kebesaran sang maha kuasa bisa menciptakan wanita secantik dan sesempurnanya dia.

CINTA FATAMORGANA (Sudah Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang