Giselle Cantika pernah jatuh cinta. Perasaan yang membuat dia jatuh dan tenggelam dalam kelam. Masa-masa yang seharusnya dilalui dengan indah bersama teman sebaya harus dilalui dengan murung dan terkurung. Duniawi telah menyesatkannya.
Abraham Orlan...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
••••
Hal tersulit dari memperoleh sesuatu adalah mempertahankannya.
Saat merasa jatuh, ingatlah bahwa kita pernah berada di ketinggian. Roda terus berputar. Mungkin ini hanya perihal waktu. Hanya perlu menunggu untuk kembali ke posisi atas. Begitu posisi kembali seperti yang diharapkan, maka hal yang harus dilakukan adalah menjaga untuk tetap seimbang dan bertahan.
Setidaknya itulah potongan pembicaraan sebelum tidur yang sering dibacakan Ibu padaku sewaktu masih kecil. Satu dari sekian contoh perbuatan baik yang selalu digambarkan dan-entah mengapa-rasanya begitu sulit untuk dilakukan. Terlebih jika melihat betapa kejamnya dunia sekarang.
Siang ini aku mulai mencari-cari kerja yang sekiranya bisa dengan bermodalkan ijazah Paket C. Paling seringnya keluar lowongan bagian admin atau agen sales, atau paling cepat bisa langsung bekerja menjadi kasir minimarket atau penjaga konter selular dan toko-toko lainnya. Aku tidak masalah harus bekerja apa saja asalkan halal dan bisa mengalihkan pikiranku dari keinginan untuk segera mengakhiri hidup.
Semakin hari rasanya semakin bertambah beban hidup ini. Gibran semakin rewel, Ibu juga semakin menjadi-jadi menceramahiku sebagai orang tua yang tidak becus, sedangkan Ayah diam saja sambil menghela napas. Ini terlalu tidak adil untukku. Tidak ada satu pun yang berpihak dan bisa menenangkanku. Hanya ada serangan bertubi-tubi tanpa jeda. Kepalaku rasanya seperti mau pecah.
Panas matahari semakin menjilati kulit. Jam sudah menunjukkan pukul tiga sore di layar ponsel pintarku. Sudah lima jam lebih aku berada di luar rumah untuk mencari pekerjaan. Lelah terus berjalan dan melihat-lihat ke dinding toko yang barangkali ada tempelan lowongan tanpa ijazah sarjana. Toh, buktinya sekarang ini tetap saja banyak lulusan sarjana hanya diterima bekerja menjadi pegawai toko baju dan sejenisnya.
Ke mana perginya janji-janji manis pemerintah saat pemilu atau pilkada?
Mana lapangan kerja yang dijanjikan mereka?
***
Belum hilang rasa penatku seusai mencari pekerjaan, malah semakin menjadi-jadi begitu melihat Mas Abraham duduk di sofa ruang tamu sambil memangku Gibran. Mataku memelotot bahkan nyaris melompat dibuatnya. Tanpa memedulikan sopan santun, langsung saja kuambil Gibran dan membawanya ke kamar. Tidak peduli meski Ibu yang mengikuti dengan langkah tergesa sambil mengatakan aku tidak boleh melarang mereka bertemu.
"Gimana kalau nanti dia ngambil anakku, Bu?" Dengan suara yang mulai bergetar dan mata mulai berair, aku menatap Ibu yang terdiam, lalu melanjutkan, "Dia nggak boleh ketemu sama Gibran sampai kapan pun. Hak asuh berada di tanganku. Itu artinya semua keputusan harus sesuai dengan apa kataku."
"Gis...."
"Nggak. Sampai kapan pun, dia atau siapa pun dari keluarganya nggak boleh bertemu dengan Gibran. Sejak memutuskan untuk bercerai, itu artinya mereka nggak ada urusan apa pun lagi denganku maupun Gibran. Itu artinya mereka sudah mengusir kami."