Amarah

14 17 6
                                    

Seorang gadis sedang tertidur diranjangnya yang berwarna biru dengan suasana kamar yang serba putih. Disamping ranjang itu terdapat satu buah meja dan satu kursi. Diatas meja tersebut sudah ada satu buket bunga tulip putih dan beberapa makanan. Dengan jarum infus yang tertancap dipunggung tangannya, gadis itu tetap memejamkan matanya. Lehernya masih merah, juga ada beberapa luka kecil yang disebabkan oleh tusukan kecil dari kuku sang pelaku.

Gadis itu sendiri disana. Kekasihnya sudah pergi keluar dari kamar tersebut karena harus mengurus beberapa hal. Sudah lebih dari 2 jam, gadis itu masih tetap menutup matanya, entah apa yang sedang ia rasakan dan sepertinya ia tidak koma dan tidak mungkin koma.

Selang beberapa menit, gadis itu membuka matanya dan ia melihat ke kanan dan kiri, tidak ada orang. Tapi gadis itu terpaku pada buket bunga tulip putih dan beberapa makanan yang sudah ada diatas meja. Tidak mungkin juga jika seorang perawat memberikannya buket bunga, jika makanan mungkin iya, tapi makanan itu berada dibox. Seperti bukan makanan rumah sakit. Gadis itu mencoba untuk duduk. Sungguh yang ia rasakan hanya sakit dibagian leher saja dan kepalanya yang sedikit pusing. Sebenarnya gadis itu juga bingung, kenapa dia bisa berada disini? Siapa yang membawanya?

Gadis itu melihat keluar jendela dan melihat bangunan-bangunan didepannya yang lumayan tinggi. Gadis itu merasa bahwa ia sekarang berada di lantai 5 rumah sakit. Gadis itu lalu melihat tangan kanannya yang terpasang infus, sulit untuk digerakkan.

"Anin?"

Seseorang masuk kedalam kamar gadis itu yang bernama Anin. Anin menoleh ke sebelah kiri dan benar seorang pria yang memiliki tubuh tinggi, rambutnya yang sedikit gondrong dan tidak lupa dengan masker serta topinya yang biasa pria itu gunakan. Terlihat bahwa laki-laki itu membawa satu lembar kertas yang Anin tidak tau isi dari kertas itu.

"Bagaimana? Sudah membaik?" Tanya pria itu sambil duduk disamping ranjang Anin. "Kalau masih ada yang sakit bilang ya?" Lanjutnya.

"Kamu yang bawa aku kesini?"

"Iya"

Anin merasa bahwa kekasihnya itu akan menanyakan tentang, kenapa ia bisa seperti ini dan siapa yang membuatnya menjadi seperti ini. Tapi Anin tau jika nanti kekasihnya pasti akan menanyakan hal itu, mungkin karena Anin baru saja bangun jadi kekasihnya itu tidak mau membicarakannya dulu.

"Itu bunga dari siapa?" Tanya Anin sambil menoleh pada bunga yang ada diatas meja.

"Aku"

"Untuk?"

"Untuk selingkuhan aku" Jawab pria itu yang masih sibuk mengupas beberapa buah-buahan.

"Oh"

Pria itu meletakkan pisau dan buah-buah yang baru saja ia kupas diatas piring. "Ya untuk kamu lah sayang, ga mungkin kan aku punya kekasih lain? Kamu baru bangun ngeselin ya?" Lanjutnya sambil menyuapkan buah yang ia kupas tadi kepada Anin.

"Ga mau" Ucap Anin sambil menjauhkan wajahnya dari buah yang diberikan oleh kekasihnya itu. "Yuta, kamu lupa kalau aku tidak menyukai apel?" Lanjutnya.

"Eh? Iya ya, maaf sayang aku lupa" Ucap Pria itu yang bernama Yuta. "Ya sudah ini, makan pier aja ya?" Lanjutnya sambil kembali menyuapkan buah pier kemulut Anin.

"Aku aja ih" Ucap Anin sambil mengambil alih buah yang ada dipegangan Yuta. "Aku cuman sakit biasa doang, tidak sampai sekarat" Lanjutnya.

Yuta menghela nafasnya. Sebenarnya ia sangat marah kepada siapapun yang membuat Anin seperti ini. Tidak mungkin Yoa yang melakukannya, karena ia pasti sedang pergi kekampus. Benar firasat Yuta dari tadi saat didorm perasaanya sangat tidak enak mengenai Anin. Ia berniat untuk ke asrama Anin hanya untuk melihat bagaimana keadaannya. Ternyata benar tentang firasatnya, Anin sudah terkapar didekat pintu masuk asramanya dengan leher yang sudah memerah. Yuta yakin jika Anin mendapatkan perlakuan yang tidak pantas dari seseorang. Bekas cekikan dileher Anin sangat-sangat jelas terlihat, karena ada sedikit tusukan kuku disana.

Go in July | Nakamoto YutaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang