Aku mengaduk-aduk ice chocolate agar coklat yang menumpuk di dasar gelas kembali bercampur dengan air, sambil mendengarkan cerita temanku, Aldi yang beberapa hari lalu mengalami pecah ban di tol lingkar luar Jakarta. Aldi duduk di sebelah Aidil, temanku yang lain. Sedangkan aku duduk berseberangan dengan mereka, tepat di sebelah suamiku, Arvi.
"Btw, kenapa sih lo tumben nggak mau di smoking area?" tanya Aldi seraya meneguk es dolce latte-nya. Memang biasanya kalau kami nongkrong, memilih tempat yang bisa merokok, supaya bisa lebih lama mengobrol. Tapi tidak kali ini. Khusus beberapa bulan ini aku meminta tempat yang no smoking. Kecuali kalau terpaksa.
"Em..." aku senyum malu-malu. "Sebenernya gue lagi 'isi'. Jadi meminimalisir terpapar asap rokok."
Wajah Aldi dan Aidil langsung sumringah. Dengan bersemangat mereka langsung memberi selamat kepada aku dan Arvi. Aku tak merasa itu berita besar, karena berita yang akan disampaikan Fauzan pasti lebih besar dan mengejutkan.
Fauzan memang mengajak kami ketemuan. Sepertinya dia memang berniat menyampaikan kabar soal pernikahannya. Aldi dan Aidil belum tahu sama sekali. Aku bercerita pada Arvi, namun kami sepakat untuk tidak memberi tahu Aldi dan Aidil, kecuali Fauzan yang membukanya duluan.
Sesosok laki-laki yang ditunggu datang dengan langkah cepat. Jaket parkanya sedikit terkena titik-titik air. Sepertinya sedikit gerimis di luar.
"Sorry, sorry, gue telat," ujarnya sambil menarik kursi di sisi samping. Di antara Aldi dan Arvi.
"Eh, Zan, si Karin lagi hamil ternyata. Wah, bakal jadi ketua geng nih anaknya," canda Aldi pada Fauzan. Air wajah Fauzan seperti sedikit terkejut, juga sedikit canggung. Aku rasa karena dia mau menyampaikan kabar yang mirip. Kalau kata Aldi calon anakku ini akan jadi "ketua geng" karena anak pertama yang akan lahir di antara sirkel kami, Aldi bisa saja salah. Karena nggak tahu, anak siapa yang akan lahir duluan.
"Congrats, Bro!" Fauzan menepuk bahu Arvi. Arvi duluan yang diberi selamat, mungkin karena posisi duduk Arvi lebih dekat dengan dia atau mungkin dia mau menyampaikan pesan, we're at the same boat. "And of course, you too, Rin!"
"Minta menunya dong!" Fauzan lalu menunjuk karton berisi gambar-gambar menu yang disediakan. Lalu memesan es kopi yang sama dengan Aidil. "Gue juga mau menyampaikan kabar—" wajahnya nampak sedikit tegang tapi kemudian dia tersenyum seolah menertawakan dirinya sendiri. "Gue mau nikah."
"DEMI APA LO?" seru Aldi ekspresif. Sebenarnya kalau tak ditahan, jelas ekspresiku akan sama dengan Aldi.
"Lo serius?" Aidil seperti nggak percaya. "Kapan?"
"Iye. Ini gue cerita duluan ke kalian biar kalian nggak ghibah kemana-mana. Nggak denger dari mana-mana." Fauzan mundur untuk bersandar ke kursi, lalu bersedekap. "Akhir bulan ini gue nikah."
"Wah, si anjing! Lo ngehamilin siapa?" Respon Aldi langsung.
Fauzan yang nampaknya sudah tahap menerima keadaannya hanya tertawa menyambut pertanyaan Aldi. "Cepet ya otak lo kalo soal beginian. Ngalah-ngalahin netizen 'area julid'!"
"Udah ketebak manusia kayak lo tiba-tiba mau nikah! Akhir bulan pula! Apa perlu gue itung mundur nanti tanggal lahiran sama tanggal nikah?"
Tawaku lepas seketika kala membayangkan kalau Fauzan harus membuat klarifikasi seperti Lesti Kejora dan Rizky Billar.
"Terus, ceweknya ini siapa?" tanyaku penasaran.
"Ada lah, lo nggak kenal. Namanya Leona, Nana."
"Lo kenalnya dimana?"
"Dating apps."
Aku geleng-geleng kepala aja. Gimana Risa nggak sakit kepala terus setiap Fauzan bertingkah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Too Good To Be With You (On Karina's Mind)
RomanceBerteman sejak kuliah, membuat aku memahami teman-temanku. Fauzan yang tidak pernah puas dengan satu perempuan, Aldi yang tidak pernah siap berkomitmen, Aidil yang selalu mencari yang sempurna sesuai tipenya, Risa yang lurus-lurus saja sampai bikin...