10 - Seperti Kanvas Kosong

1.8K 402 29
                                    

Salsa memang nggak masuk dalam grup chat kami, tapi semakin lama, hampir setiap acara kumpul kami, Salsa pasti diajak. Kadang aku yang ajak, kadang Aldi. Begitupun Sheza, pacar Aldi saat ini. Kalau Fauzan masih sering datang sendirian, jarang ajak Nana.

Seperti Minggu pagi ini, aku niat pengen jalan pagi di car free day jalan Sudirman-MH Thamrin. Suka aja aku keramaiannya, sekalian aku banyak bergerak, supaya jalan lahir bayiku lancar. Hanya dengan menulis di grup, "CFD yuk besok," Aldi dan Aidil—teman-teman mureh-ku—langsung merespon ingin ikut. Fauzan mah jangan ditanya, dari dulu suka nggak nyaut, tahu-tahu di hari H nanya, "Masih lama nggak di sana?" Lalu tahu-tahu datang.

Aku juga bilang di grup, "Gue ajak Salsa juga ya? Ajak Sheza juga sekalian, Al."

Malah Aidil yang balas, "Udah gue tanya Salsa, dia oke katanya." Hem... inisiatif ya sekarang.

Setelah acara Bali, kami ada dua kali makan malam bareng sih dan itu ada Salsa. Tapi ya biasa aja. Salsa dan Aidil nggak nempel terus. Cuma mereka memang terlihat lebih akrab.

Seperti waktu makan malam dua minggu yang lalu di Kintan Buffet. Bisa ditebak lah ya, dari semua laki-laki yang ada di sana saat itu (Aidil, Aldi, Fauzan, Arvi) yang bisa bertanggung jawab atas daging yang sedang dibakar itu ya cuma Arvi. Yang lain, sering banget masukin, terus sibuk makan gitu aja. Kebetulan karena kami ramai, ada Sheza dan Salsa juga, meja dipisah menjadi dua. Jadi, kompornya pun beda-beda. Aldi, Sheza, Aidil, dan Salsa di satu meja. Aku, Arvi, Fauzan, dan Nana di meja sebelahnya.

Meja sebelahku itu, ada aja keributan yang terjadi. Waktu itu aku mendengar Salsa mengomel, "Aidiiil ini daging lo udah mau gosong! Hih!"

Aidil terkekeh sambil mengambil daging yang nyaris gosong itu dengan pencapit, "Hehe maaf, lupa."

"Masukin aja semua, masukin! Giliran udah matang, lupa! Itu kompor jadi cepat hitam, gosong."

Aldi langsung mencela Salsa, "Ya makanya dong, Moms, masakin."

"Kalo gue yang masak mulu, kapan gue makannya? Pantes ya IRT pada emosian mulu. Kek lo pada gini yang musti diurusin!"

Tapi habis itu Salsa yang lagi 'emak-emak mode on' langsung in charge masalah bakar-bakar daging, daripada gosong mulu katanya.

Tempatku adem ayem, soalnya aku sama Nana nggak boleh terlalu banyak makan daging yang kurang matang. Aku juga ikut karena side dish restoran ini enak-enak. Sementara di sini ada Arvi yang paling telaten kalau soal bakar-bakaran daging.

Kembali ke niatan CFD, hari Minggu kami langsung ketemu di sana aja. Aidil datang sendiri, Aldi datang dengan Sheza dan Salsa, lalu tahu-tahu Fauzan nyusul dengan Nana. Tumben Fauzan nggak mager, ajak Nana juga pula. Kalau dulu sih Fauzan nggak akan pernah bisa diajak pergi Minggu pagi karena masih hangover, basian hari Sabtunya. Apa mungkin ya, pernikahan "kecelakaannya" dengan Nana ini adalah jalan dari Tuhan supaya dia jadi orang yang lebih baik lagi?

Aku nggak pernah bahas-bahas Fauzan ke Risa kalau bukan Risa yang bertanya lebih dulu. Tapi Risa juga nggak pernah nanya sih. Waktu aku memikirkan itu, aku jadi ingat Risa. Aku memang nggak bisa merasakan apa yang Risa rasakan, tetapi aku tahu perjalanan mereka. Jadi, aku bertanya-tanya sendiri, kenapa Fauzan nggak dikasih kesempatan untuk jadi lebih baik saat masih bersama Risa? Apakah karena Risa memang terlalu baik untuk dia? Ataukah mungkin jalan itu bukan hanya untuk membuat Fauzan lebih baik, tetapi juga Nana?

Selama CFD aku lebih sering menempel dengan Nana. Mungkin karena sesama ibu hamil, kami nggak bisa jalan secepat dan sejauh yang lain. Arvi dan Fauzan juga menahan diri mereka untuk jauh-jauh dari kami. Sementara Aldi, Aidil, Salsa, dan Sheza udah entah kemana. Terus sekarang geng kami seolah jadi terbagi dua. Antara yang married (aku-Arvi dan Fauzan-Nana) dan yang single (Aldi-Sheza, Aidil, dan Salsa).

Waktu kami ketemu lagi di titik kumpul tadi, aku nanya dari mana aja mereka. Terus Aldi cerita kalau mereka habis main sepeda tandem di sekitar GBK.

"Ternyata si Caca nggak bisa naik sepeda," cela Aldi untuk Salsa.

"Bisaaa, cuma kagok gitu lho! Orang gue bisa bawa motor!" Salsa membela diri.

"Lah terus Salsa mainnya sama siapa?" aku tanya.

"Sama Aidil," jawab Aldi dengan senyum penuh arti.

"Biasa deh Aldi sama Sheza nempel mulu kayak anak SMP baru pacaran! Nggak boleh banget gue nempelin Sheza dikiiit!" Pembelaan Salsa lagi.

"Terus akhirnya gimana dong?"

"Ya dibimbing dia sama Aidil, Aidil kan di depan yang pegang kendali," Aldi menjawab sambil senyam-senyum menggoda Salsa.

"Deu... udah kayak imam aja," ledek Arvi.

Aidil cuma nyeletuk "apa sih"-"apa sih". Tapi nih, aku perhatikan dia udah nggak pasang muka bete kalau diledek-ledekin nyerempet gitu. Nggak langsung jaga jarak juga sama Salsa. Sepertinya sakit hatinya sudah lumayan terobati, makanya dia udah selow lagi kalau diledekin begini.

Buktinya lagi, beberapa hari setelah car free day, kita janjian nonton film horror yang lagi hits banget. Terus entah sengaja atau tidak, Salsa duduk sebelahan lagi sama Aidil. Nah, Aidil kan emang lumayan penakut ya, dia nonton pakai hoodie dan penutup kepalanya itu diturunin sampai ke mata! Jadi setengah matanya itu tertutup. Sementara Salsa nonton dengan mata yang ditutup pashmina. Pashmina Salsa itu warnanya krem dan berbayang, jadi dia nonton dari balik pashmina.

Eh terus, di tengah-tengah film, Salsa yang baru sadar kalau Aidil itu penakut, langsung isengin cowok itu dengan narik penutup kepala jaketnya ke belakang. Terus Aidil yang kaget langsung melotot ke arah Salsa dan Salsa cuma ketawa sambil menutup mulutnya. Supaya suara ketawanya itu nggak mengganggu penonton yang lain.

Lalu saat adegan yang lagi tegang dan rawan jump scare, tiba-tiba Aidil gantian menarik pashmina Salsa sampai dia kaget dengan apa yang dilihatnya kemudian dengan mata telanjang. Langsung Salsa refleks meninju lengan Aidil. Gantian Aidil yang menahan suara tawa agar tidak mengganggu. Walaupun aku yang berada di samping Aidil udah cukup terganggu lihat kelakuan mereka.

Aku rasa, sedikit banyak Salsa punya peran dalam mengurangi patah hati Aidil. Mungkin nggak dengan cara jatuh hati. Kalau dengar cerita-cerita Salsa dan Aidil, Aidil seperti menemukan orang di luar sirkel yang bisa membuatnya bercerita dan orang itu Salsa. Kenapa? Karena Aidil biasa curhat-curhat tipis ke aku dan Arvi. Nggak mungkin ke Aldi, apalagi Fauzan.

Sementara dalam kasus ini, Risa adalah teman aku. Mungkin Aidil malu, mungkin Aidil nggak mau di judge, entahlah.

Kemudian Salsa datang. Karena permulaan yang kurang baik, Aidil justru seperti menemukan tempat aman untuk berbagi cerita ketika Salsa dengan berani konfrontasi. Seolah Salsa adalah kanvas kosong yang siap dia torehkan cerita dari sudut pandang dia.

Selesai nonton, Salsa masih ngeledekin Aidil yang pengecut kalau nonton film horror. Buat kami yang sudah berteman lama itu sudah biasa. Makanya Aidil selalu ikut kalau nonton film horror karena dia penasaran tapi nggak mungkin nonton sendirian. Tapi buat Salsa, itu nggak biasa. Ketidaksempurnaan itu terlihat menarik di matanya. Pertama, Salsa posting di Instagram story-nya. Dia post foto tiket sambil tag kami semua, tapi bagian Aidil dia tambahkan kata-kata "@AidilLukman si cupu". Kedua, waktu aku repost story-nya dengan menambahkan caption, "Rempong ya duduk di sebelah duo penakut," Salsa membalas via chat DM, "Ahahahaha gemes banget dia literally nutup setengah mata pakai hoodie!"

Gemas banget katanya. Hehehe.

Yang pasti chat itu nggak aku kasih tahu ke Aidil ataupun Aldi.

Waktu kami lagi bingung habis nonton masih mau nongkrong cari makan malam atau nggak, tiba-tiba aku terima pesan dari Risa. Sebuah pesan duka, ibunya baru saja berpulang. Tentu saja rencana kami langsung berubah haluan untuk melayat ke rumah Risa.

***

Too Good To Be With You (On Karina's Mind)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang