Chapter I: Mahreen is Back

865 451 546
                                    

January 16, 2024, Stozurean, Gizeweith

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

January 16, 2024, Stozurean, Gizeweith.

Sebilah pisau dengan mata tajam melesat begitu cepat hingga mengenai sebuah apel yang baru saja dilemparkan ke udara oleh seorang pria berpakaian hitam.

Theodore Garfield yang baru saja datang di halaman belakang mansion mengulas senyuman tipis melihat pisau yang dilempar oleh keponakannya berhasil mengenai sasaran. "Good job, girl," pujinya.

Kain hitam yang sedari tadi menutup kedua mata Mahreen karena berlatih lantas ia buka begitu mendengar suara sang paman. "Om Theo? What are you doing here?" tanya Mahreen.

"Tentu untuk melihat bagaimana persiapanmu sebelum kau kembali, Mahreen."

Mahreen mengangguk-angguk. "Bagaimana, Om?"

"Sempurna," jawab Theodore. "Kau melakukannya dengan sangat baik."

"I am glad to hear it. Akan terdengar sangat buruk dan merugikan jika aku kembali, namun persiapan yang aku lakukan tidak mencapai persentase 100 persen."

Tangan kanan Theodore terangkat guna mengusap surai lembut milik Mahreen. "Maka dari itu, jangan sia-siakan usahamu selama ini, Mahreen."

"Sure. So, tell me honestly. What made Uncle come here?" tanya Mahreen. "Karena orang dengan jadwal padat sepertimu tidak akan membuang waktu untuk datang kemari hanya untuk melihat persiapanku. There must be something important. So, say, Uncle."

Mendengar penuturan yang baru saja dilontarkan Mahreen membuat Theodore terkekeh kecil tanpa suara. Setelahnya, Theodore mencondongkan tubuhnya, membisikkan sesuatu di telinga Mahreen, membuat gadis itu mengerutkan kening sesaat. "Are you seriously about what you said just now, Uncle?" tanyanya sembari menatap Theodore.

Pria itu mengangguk. "I'm serious, and I'm not lying, Mahreen. You can confirm that yourself."

Mahreen mengangkat tangan kiri, menatap jam yang melingkar di pergelangan tangan. Jarum jam sudah menunjukkan pukul 10.00 AM. "Well. Kalau begitu, aku harus pergi untuk memastikannya lalu mengurus hal ini," tuturnya.

"Sure, be careful, son."

ㅤㅤ

•••

ㅤㅤㅤㅤ

Sebuah lamborghini urus berwarna hitam yang dikendarai oleh Mahreen memasuki halaman rumah pribadinya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sebuah lamborghini urus berwarna hitam yang dikendarai oleh Mahreen memasuki halaman rumah pribadinya. Setelah memarkirkan kendaraannya itu, Mahreen keluar dari mobil dan masuk ke dalam rumah.

Di ruang tengah, seorang laki-laki berparas tampan duduk di sebuah sofa dengan kaki yang disilangkan dan dua kancing kemeja satin atas yang sengaja dilepas. Surainya yang berantakan ditambah asap rokok yang menyembul keluar dari mulutnya menambah kesan maskulin di dalam dirinya. Kedua manik legamnya fokus menatap layar laptop di depannya.

"Sorry, I am late."

Kedatangan Mahreen membuat perhatian sang lelaki teralihkan. "No problem. Hanya 15 menit," ujarnya.

Shaka Evander Mecaire, kakak laki-laki Mahreen itu kemudian menyerahkan map berwarna cokelat pada sang adik. "Informasi mengenai seluruh kegiatan Edelsteen lima tahun lalu dan rekaman kamera pengawas di lokasi kejadian saat Olive diculik. Kau bisa periksa kegiatan mereka baik sebelum maupun sesudah peristiwa itu terjadi, Mahreen," jelasnya.

Seulas senyuman tipis terlihat di wajah Mahreen. Gadis itu menerima map tersebut dengan baik. "Good job, Shaka," ujarnya.

"Sebagai balasannya, aku ingin kau memberitahuku bagaimana keadaan saat insiden itu terjadi," kata Shaka lantaran ia tidak berada di Veudecuria saat itu.

"Keadaannya sangat kacau. Aku bahkan tidak pernah mengira bahwa insiden itu akan terjadi dan aku menjadi salah satu korban dari serangannya kala itu." Mahreen mulai mengingat kembali insiden empat tahun lalu dan menceritakannya pada Shaka. Tanpa mengalihkan pandangan dari beberapa kertas di tangannya, ia bersuara lagi. "Kurasa, kurang lebih lima hari puncak kejadian itu."

Shaka menyesap batang nikotin itu. "Lima hari?" tanyanya.

Mahreen mengangguk. "Itu tidak mengherankan. Permainan yang dimainkan sangat licik. Strategi yang disusun kala itu cukup berbahaya dan di luar dugaan, dan untuk mancapai puncaknya, tentu itu membutuhkan waktu lebih dari satu hari, Shaka."

"Jika memang seperti itu, maka kau bisa menyusun strategi yang lebih dari itu untuk membalasnya, Mahreen. Isn't Guenloie Mahreen Mecaire a good strategist?"

Setelahnya, kedua netra milik kakak dan adik keturunan Mecaire itu bersitatap. Lalu keduanya menyeringai samar seolah mengerti isi pikiran masing-masing.

"Aku tahu itu," kata Mahreen.

"Ah, dan untuk Edelsteen, apa yang membuatmu mencurigai mereka? Kau tidak memberitahuku apa alasanmu dan hanya memintaku untuk mencari informasi kegiatan mereka."

"Isn't there a saying, 'Sometimes the closest person is a dangerous enemy'?" Mahreen menjawab seraya meletakkan kertas-kertas di tangannya ke meja. "Dan itu benar. Kau tahu mengapa?"

Shaka mengangkat satu alisnya, bertanya. Lalu Mahreen mengeluarkan sebuah kotak dari saku jaketnya dan meletakkannya di meja. "Karena benda ini kutemukan saat mengejar pelakunya dan strategi kala itu, baik Athela, Abhizar, Arsenio ataupun Justin, mampu untuk melakukannya," tuturnya.

Laki-laki itu membuka kotak yang dikeluarkan Mahreen. "I see," papar Shaka setelah melihat isinya.

"Selain apa yang kuberikan tadi, ada yang ingin aku tunjukkan kepadamu, Mahreen. Namun, tidak sekarang. Sepertinya, akan lebih baik jika aku menunjukkannya bersama anggota keluarga."

"Apa itu berkaitan dengan kasus pembunuhan Erzulie? Kalau iya, ikutlah denganku kembali ke Veudecuria, Shaka."

Shaka mematikan rokoknya. "Memang itu yang kurencanakan, Mahreen. Aku akan ikut denganmu. Dengan begitu, kita bisa dengan cepat menemukan rekaman video atas pembunuhan Erzulie," ujarnya. "Jadi, kapan kita akan melakukan penerbangan menuju Veudecuria?"

"Nanti malam."

To be continued.

Trahison : La CriminalitéTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang