Scene 6

582 75 9
                                    

Sasuke terus merasa gelisah entah karena apa. Dia tidak bisa merasa tenang walaupun sedang berada di pemakaman, mengantar jenazah neneknya pada peristirahatan terakhir.

Neneknya menganut agama Protestan. Jadi hanya dilakukan proses seperti pemakaman protestan pada umumnya, seperti menguburnya dengan peti mati yang dihias seindah mungkin.

Dalam benaknya terus terbayang wajah Sakura saat tersenyum. Namun entah mengapa itu malah membuatnya semakin gelisah. Itachi yang menyadari gelagat adiknya segera bertanya.

"Ada apa, Sasuke?"

"Tidak. Tidak ada apa-apa." jawab Sasuke, dia berusaha menenangkan diri.

Itachi mengangkat alis kananya, memasang raut wajah tak percaya. Ia tau dengan pasti bahwa Sasuke tengah memikirkan Sakura, kekasihnya yang manis itu.

"Pergilah ke belakang, kemudian telpon dia." titah Itachi. Dia menyerahkan ponselnya ke tangan Sasuke. "Ingat. Jangan terlalu lama."

Diperintah seperti itu, Sasuke dengan segera menggenggam ponsel Itachi. Dia dengan pelan mundur ke arah belakang pemakaman. Setelah dirasanya sudah cukup jauh, Sasuke mencari kontak Sakura dan menekan ikon panggil.

Nomornya berada di luar jangkauan.

Sasuke kembali menekan ikon panggil. Mencobanya sekali lagi.

Tetap sama. Nomornya berada di luar jangkauan.

Dengan begitu, saat ini, Sasuke hanya bisa mensugesti dirinya bahwa Sakura baik-baik saja. Dia pasti sedang bersenang-senang dengan mereka. Atau mungkin dia sedang tertidur di dalam mobil selama perjalanan menuju villa.

'Ah benar, Naruto!' batin Sasuke.

"Sasuke-kun."

"Kaa-san? Sudah selesai?"

Mikoto mendekat dan mengusap rambut Sasuke. "Kau sudah tumbuh tinggi."

"Kaa-san, ada apa?"

Mikoto mengerjap, "Ah kau benar. Mari kembali. Waktunya untuk mendo'akan Obaa-san."

Sasuke mengangguk. "Baiklah."

Sasuke kemudian berjalan ke depan dengan menggandeng tangan Mikoto.

'Mungkin nanti.'

🌸🌸🌸

Beberapa saat kemudian, mereka sudah sampai di klinik terdekat, yakni di dekat perbatasan yang dilewati Neji tadi.

Ino masih pingsan dengan Sai yang menemaninya. Dia dirawat di kamar satu, bed satu. Hinata dan Naruto sedang ditangani oleh dokter yang berjaga hari ini di kamar sebelahnya. Mereka didampingi oleh Neji dan Tenten. Sisanya menunggu di luar ruangan. Kecuali Shikamaru, dia sedang membeli air mineral tambahan di minimarket terdekat.

Tidak lama kemudian, datang Shikamaru membawa satu tote bag air mineral. Dia meletakkannya di hadapan teman-temannya. "Ambillah. Minum sedikit agar kalian sedikit lebih tenang."

Satu jam ke depan mereka hanya diam. Tidak ada yang berbicara. Semua pusing memikirkan bagaimana cara mengabari keluarga di rumah.

Sedangkan di dalam kamar yang ditempati Ino, Sai sedang melamun menatap Ino dengan iba. Ditinggalkan sahabat terdekat atau siapa pun itu adalah salah satu kenangan yang sangat menyakitkan. Dia kemudian tersadar saat ponsel Ino berdering. Sai mengambil ponsel Ino di atas nakas samping ranjang dan tercengang ketika mendapati nama Sasuke di sana.

Sasuke no baka is calling.

"Bagaimana ini?" gumam Sai lirih. Karena bingung ingin mengangkat atau tidak, dia pun keluar untuk menemui teman-temannya.

"Ekhm!" Sai berdeham kecil. "Hei, bagaimana ini? Sasuke menelpon. Lebih baik dijawab atau tidak?"

Menghela napas kecil, Gaara kemudian berdiri dan mengajukan diri. "Biar aku yang bicara."

Gaara lalu menekan ikon hijau, tanda untuk mengangkat telepon. "Moshi-moshi. Ada-"

Namun perkataannya terpotong oleh orang di seberang telepon sana.

"Bagaimana keadaan Sakura? Apakah dia baik-baik saja? Atau terjadi sesuatu padanya? Katakan sesuatu, jangan hanya diam Ino!" Sasuke bertanya dengan cepat.

"Hei ... tenang Sasuke. Sakura baik-baik saja, dia tidak apa-apa. Dan ini aku Gaara, bukan Ino. Sakura, Ino, dan Sai sedang pergi keluar dan ponsel Ino sepertinya tertinggal. Aku pikir ponsel Sai juga tertinggal karena kini ponselnya ada di atas meja." jawab Gaara berusaha setenang mungkin, walau sedikit terdengar ada nada keraguan di sana.

"Tapi kenapa dia tidak menjawab telponku pagi tadi?" tanya Sasuke heran.

"Saat di mobil Sakura tertidur. Dan mungkin sekarang ia sedang bersenang-senang dengan Ino, sampai-sampai melupakan ponselnya seperti Ino yang melupakan ponselnya dan tertinggal di villa." Gaara berpikir dengan keras saat mencoba menjawab pertanyaan Sasuke. Dia bahkan tidak satu mobil dengan Sakura.

"Tapi kenapa aku masih merasa gelisah dan mengkhawatirkannya?" gumam kecil Sasuke di seberang sana. Namun Gaara masih dapat mendengarnya dengan baik.

"Tenanglah Sasuke. Sakura pasti akan baik-baik saja." Gaara menjawab gumaman Sasuke. Sedikit terdengar ambigu dalam arti yang sebenarnya.

"Hn." gumam Sasuke. Dia kemudian menutup telponnya.

Semua yang ada di sana bernafas lega setelah Gaara menyelesaikan panggilan telponnya.

Matsuri mendekat ke arah Gaara, dia ingin bertanya sesuatu. "Gaara-kun, kenapa kau tak mengatakan yang sebenarnya? Bukankah Sasuke juga pasti akan mengetahuinya?"

Gaara menghela napas kecil. Dia mengusap rambut Matsuri dengan pelan. "Nanti. Dia akan tau nanti. Tidak sekarang."

"Memangnya kenapa nanti?" Tenten bertanya bingung. Dia masih sedikit shock sebenarnya.

"Aku tak mungkin mengatakan yang sebenarnya sekarang. Dia sedang berada di pemakaman neneknya, dan aku yakin dia akan merengek untuk segera pulang. Tidak aku pikir dia akan segera datang kemari. Apa kalian tega melihatnya menangis meraung dan merengek di sana untuk pulang dan mencari Sakura?" Gaara menjawab dengan jelas.

"Sejak kecil, dia sudah bergantung dengan Sakura. Kau tau dia terbiasa ditinggalkan saat kecil. Aku tidak yakin reaksinya akan baik-baik saja saat mengetahui bahwa Sakura mengalami kecelakaan." Shikamaru menimpali.

"Kau benar ..." gumam Temari.

Semuanya kembali bungkam. Dalam diam memohon pada Tuhan agar salah satu teman mereka diselamatkan kehidupannya, juga untuk kehidupan yang lebih baik ke depannya.








To be continue.


Quiet Without YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang