Chapter 01

398 37 49
                                    

Kenyataannya, kita tidak selamanya di dunia. Kita akan pergi cepat atau lambat. Jika waktunya tiba, penyesalan tidak berguna lagi.

Seperti halnya aku. Terjebak dalam dimensi peralihan. Di dunia sudah dianggap mati, tapi aku merasa belum mati. Aku terombang-ambing di dimensi kacau, penuh kerusuhan, yang dihuni para pendosa.

Di dimensi gelap ini, tak ada satu pun kebaikan yang bisa kau temui. Tak ada kepedulianpun yang akan kau jumpai di sini. Hanya makhluk-makhluk keji yang berada di sekitarmu. Termasuk aku.

Ketika aku berjalan di lorong para manusia keji ini, aku seakan melihat hidupku yang kusia-siakan dulu. Aku tak berguna selama hidup. Hanya bisa membuat susah orang-orang terdekatku.

Seperti yang aku katakan sebelumnya, penyesalan sudah tidak berarti lagi. Berlaku untukku saat ini.

Menabrakkan diri ke kereta saat merasa dibohongi adalah penyesalan terbesarku. Jika aku berpikir sehat saat itu, mungkin aku masih bisa merasakan gemerlap dunia manusia.

Namun sekarang, aku menyaksikannya dalam samaran menjadi angin. Aku tak nampak, aku tak lagi nyata.

Di dimensi peralihan ini, aku bisa kembali menjadi manusia saat bulan purnama. Hanya satu malam, hingga matahari timbul dari tempatnya.

Selebihnya, setiap malam aku bisa melanglang ke semua tempat yang ingin kupijak. Tentunya dengan satu tujuan, membuat mereka nyaman pada dosa-dosa yang kerap dilakukan.

Atau mungkin, aku memilih memperbaiki kesalahanku di masa lalu untuk menawar rasa penyesalanku.

Panggil aku, Hellbringer.


***

Malam yang cukup cerah itu mendukung berlangsungnya acara gala premiere yang dilangsungkan outdoor di bibir pantai Moniyan. Perayaan keberhasilan satu project film roman fantasi yang digadang-gadang akan menjadi best movie tahun ini.

Suara tepuk tangan serta decak kagum para penggemar serta para kru film seakan tak ada habisnya. Bahkan, musik pengiring acara tersebut diabaikan begitu saja.

Seorang pemandu acara maju ke atas pentas, sambil membawa secarik kertas yang berisi susunan acara malam itu. Dengan wajah cerianya, sang pemandu acara kembali menyapa para hadirin yang hadir di sana.

“Semakin malam semakin ramai pastinya,” kata sang pemandu acara. “Sekali lagi saya dan tim mengucapkan selamat atas berjayanya film “Bring Me the Moon” yang mulai rilis malam ini di bioskop.”

Tepuk tangan kembali bergemuruh dari para penggemar. Mereka menyebutkan sepasang  aktor dan aktris yang menjadi bintang di film tersebut. Suaranya semakin keras menandakan mereka sudah tidak sabar untuk menyaksikan para idolanya untuk dipanggil ke atas pentas.

“Kayaknya temen-temen udah nggak sabar buat sambut bintang kita yang udah bikin baper. Langsung aja, kita persilakan Yuza Ling dan Xevaira Silvanna untuk ke atas pentas.”

Disambut tepuk tangan yang lebih meriah, sepasang bintang malam itu naik ke pentas dengan bergandengan. Wajah ceria dari keduanya terpancar.

Mereka terlihat cocok. Ling yang memakai setelan jas biru dongker, ditambah gaun malam Silvanna dengan warna yang senada. Siapa saja yang ada di sana pasti terpana melihat kecocokan dua orang ini di dunia film atau di dunia nyata.

The Devil's WayTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang