Chapter 10

95 18 46
                                    

Kesibukan di lokasi shooting beberapa waktu ini mempertemukan Silvanna dan Ling yang sempat perang dingin. Selain tawaran yang fantastis, menurut Silvanna inilah tantangan baru baginya sebagai aktris. Film sci-fi fantasi mereka akan rilis dalam waktu dekat.

Tampaknya, konflik yang sempat menerpa Ling dan Silvanna sudah bisa diselesaikan secara baik-baik oleh kedua pihak. Bersama pihak produksi, mereka menemukan jalan tengahnya, termasuk memberikan tawaran yang fantastis untuk film yang digadang-gadang akan menjadi film terbaik tahun ini.

Adegan terakhir di mana sang ilmuan muda—yang diperankan oleh Ling—baru keluar menyelamatkan sang gadis ambisius—yang diperankan Silvanna—yang terjebak di sebuah lubang waktu. Mereka sempat terjebak di sebuah tempat dan waktu yang tak pernah menemukan matahari terbit.

Yang membuat semua kru terharu adalah adegan di mana Silvanna berhasil menguatkan Ling yang hampir mati karena kehabisan oksigen di pesawat jelajah rancangannya bersama ayahnya. Kecupan itu berhasil memberikan kehangatan untuk tubuh sang ilmuan. Dukungan energi itu menyatu bersama matahari yang kian terik, hingga kulitnya merasakan lagi angin pagi yang sesungguhnya. Oksigen yang semestinya kini kembali dihirup oleh sang ilmuan.

Berakhirnya adegan itu disambut riuh para kru yang ada di sekitar lokasi. Di mata mereka, akting mereka sangat powerfull meski sedikit kaku kali ini. Setidaknya, adegan ini tidak mengecewakan.

Ling yang bangkit, lalu terduduk. Tak sengaja ia bertemu tatap dengan sepasang iris keabuan milik Silvanna. Sepasang iris yang dulu sangat ia kagumi, bahkan menemani hari-harinya.

Silvanna membalasnya dengan senyuman tipis pada Ling sebelum ia berdiri dan menuju Melissa yang berjingkrak kegirangan sambil terharu di jajaran area kru. Melisa lantas menyiapkan kursinya untuk Silvanna.

"Aku baperr!!" kata Melissa yang masih larut pada perasaannya. Bahkan ia sempat-sempatnya mengusap air mata yang menetes malu-malu.

"Setelah ini, kita langsung pulang aja ya, Mel," kata Silvanna buru-buru.

Seketika itu, keceriaan Melissa surut. Ia mulai bersikap normal seperti biasanya. "Mmm, habis ini akan ada acara makan malam bareng semua kru dan pemain, Kak." Melissa mengatakan itu sedikit ragu. Namun, acara itu sudah menjadi bagian dari jadwal yang sudah disetujui Silvanna sebelumnya. "Aku udah siapin perlengkapan kakak untuk dinner nanti. Hotel pun sudah disiapkan panitia, Kak."

Silvanna menghela napas kecil. Di hati kecilnya Silvanna merasa canggung untuk mengikuti serangkaian acara dinner nanti. Namun, ia tak mau dianggap tidak profesional.

"Baiklah," kata Silvanna berusaha menyembunyikan sesuatu di balik senyumnya. "Makasih banyak, Melissa."

Melissa mengangguk ramah pada Silvanna.

***

Memasuki kamar hotelnya, Ling lekas membuka dua kancing atas kemejanya. Begitu juga dengan jaket hitamnya yang langsung dileparnya ke sofa. Pria itu membanting tubuhnya di sofa cream hotel tempat acara akan dilaksanakan.

Leomord menyusul di belakangnya sambil mengunci pintu kamar. Ia melihat Ling yang tampaknya sedang tenggelam di pikirannya sendiri. Ia membiarkan Ling. Ia menuju dapur, sepertinya kopi menjadi pilihan tepat untuk mereka berdua sore ini.

Beralih ke area bay window kamar itu. Background matahari tenggelam di balik gedung-gedung bertingkat menjadi pemandangan yang dilihat kedua pria di kamar eksekutif tersebut.

Leomord terus menggulirkan layar tab-nya dari atas hingga bawah. Jangan sampai ada berita tentang Ling yang lolos dari pantauannya. Apalagi jika ada berita miring soal artisnya itu. Di guliran layar selanjutnya, Leomord menemukan sebuah postingan dari seseorang yang diam-diam menyebarkan foto adengan terakhir antara Ling dan Silvanna tadi pagi.

The Devil's WayTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang