Chapter 06

134 22 46
                                    

"Semua yang membuatmu nggak nyaman akan hilang!"

Kalimat yang terdengar tegas itu membangunkan Silvanna pagi ini. Tak ada siapa-siapa. Hanya dia seorang diri bersama angin yang mengembus di balik tirai tipis kamar apartemen itu.

Silvanna bangkit, menginjak lantai parkit kayu ketika cuaca di luar sedang terik-teriknya. Entah kenapa dia merasa begitu lelah. Tenaganya bak terkuras hingga menyurutkan persediaan air di tubuhnya.

Hal pertama yang dilakukannya setelah mimpi panjang itu berakhir adalah mengambil segelas air untuk menawar tenggorokan yang terasa kesat.

Segelas air berhasil lolos ke tenggorokannya. Namun, rasa haus itu masih menyangkut. Mungkin segelas lagi bisa membuat tubuhnya segar seketika.

Baru sampai di kamar mandi untuk membersihkan diri, Silvanna menatap wajahnya dari kaca. Wajahnya tampak kebingungan sendiri. Ingatannya berhenti ketika duduk bersama pria yang baru ditemuinya dua kali.

Satu yang membuatnya merasa heran dan janggal. Di leher kanannya terdapat bekas kecokelatan membentuk bibir. Tak hanya membuatnya heran, penemuan itu juga membuat bintang terkenal itu begitu panik. Ia segera berbalik, membelakangi cermin double washtafle di kamar mandinya.

Silvanna menutup noda itu sambil pikirannya sibuk menggali ingatannya yang sempat terkubur. Yang diingat hanya Granger, pergi bersama, dan berciuman dengannya di taman. Apa mungkin Granger menyambar lehernya diam-diam?

Setelah itu, apa yang terjadi?

Ingatannya langsung meloncat ke waktu bangun tidur tadi.

Terlalu pusing dengan teka-teki siang ini, Silvanna buru-buru menutup pintu kamar mandi untuk membersihkan diri. Setelahnya mungkin ia sibuk mencari cara untuk menutupi noda tersebut.

***

Di depan meja riasnya, Silvanna mengambil satu jar krim. Ia mengoleskannya beberapa kali guna menyamarkan noda kecokelataan yang masih belum menghilang itu.

"Sweety, kamu nggak lupa kan kalau malam ini ke tempat peresmian cabang baru Diamond Beauty Lab?"

Silvanna terkesiap seolah tak siap mendengar suara mendadak bak jumpscare di film-film horor. Mungkin ia terlalu fokus pada noda di lehernya sehingga tidak menyadari kehadiran Valentina di sana.

Silvanna berbalik sambil tetap menutupi noda di lehernya dengan kedua jari kanannya.

"Aku inget, kok," jawabnya singkat sambil kembali menghadap kaca rias. Dari pantulan cermin, Valentina tengah sibuk dengan ponselnya. Mungkin ini kesempatan Silvanna untuk mengambil syal guna menutup keberadaan noda menyebalkan itu.

Valentina memperhatikan Silvanna yang tengah memasang syal hitam yang dipadupadan dengan dress fit warna senada. Dengan riasan yang natural, Silvanna justru terlihat segar. Apalagi berkat fashion serba gelap membuat kulit putihnya tampak benderang.

"Semalem Ling telepon aku, katanya nomor kamu nggak aktif. Kamu ketiduran apa gimana?" tanya Valentina.

"Aku lupa bawa powerbank. Jadi handphonenya kubiarin mati."

"Seenggaknya kamu usahalah buat ngabarin Ling! Kalau dia nyangkanya kamu kenapa-kenapa, gimana?"

"Udah cukup, Valentina. Sebelum handphoneku mati aku udah kabarin dia berkali-kali. Nggak mungkin juga aku kirim pesan atau telepon dia tiap satu jam sekali!"

Kali ini Valentina bangkit. Obrolannya dengan Silvanna mulai menegang. "Apanya yang nggak mungkin?"

"Bisa nggak kamu kasih ruang sedikit buat aku untuk nggak sebut nama Ling dulu?" mohon Silvanna yang tetap diam, duduk di tempatnya. Pandangannya mendongak, menatap kedua iris violet yang menatapnya angkuh. "Aku capek. Mumpung Ling lagi nggak di sini!"

The Devil's WayTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang