Chapter 08

203 19 38
                                    

Note :

Hati-hati ada jumpscare!

Kabar buruk mengenai film terbaru antara Ling dan Silvanna sudah menyebar ke seluruh penjuru negeri. Film Romance Science Fiction yang digadang-gadang menjadi film terbaik tahun ini, pupus sudah harapannya. Rating penonton anjlok, berdampak pada penjualan tiket bioskop atas film itu.

Lepas menonton update rating terbaru di satu situs resmi perfilman, Silvanna tidak mau ambil pusing. Dalam hatinya ia membenarkan hal itu. Chemistry-nya dengan Ling sudah tidak sebaik dulu.

Perempuan bersurai panjang itu menyandarkan punggungnya seraya memijat pelipisnya yang mendadak berdenyut. Begitu pula dengan pesan dari Leomord yang sepertinya ikut terkejut dengan berita ini.

"Gimana pendapat lo?" kurang lebih, itu isi pesannya.

Silvanna tak ingin cepat membalas. Ia malah melempar ponselnya ke samping dan membiarkarnya terbengkalai beberapa saat.

"Kak Silvanna, saya buatkan teh hangat. Kau pasti lagi tidak enak badan, kan?" Melisa tahu-tahu masuk ke kamar Silvanna sambil membawakan satu teko kecil teh hangat beserta cangkir kosong. Tak lupa juga setoples macaron menjadi pelengkap nampan kecil itu.

Tanpa disuruh, Melisa meletakkan semuanya di meja.

"Terima kasih, Melisa. Kamu sungguh perhatian," kata Silvanna kala melihat Melisa tersenyum padanya. Gadis muda itu sungguh berbeda dengan Valentina. Jika Valentina masih ada, alih-alih dibuatkan teh, mungkin dia akan menyalahkan Silvanna habis-habisan.

"Sudah tugasku, Kak." Melisa membalas ucapan Silvanna. Namun, ada gurat kekhawatiran muncul di wajah manisnya.

"Kenapa?" tanya Silvanna kala melihat senyum Melisa pudar. "Apa kamu butuh libur? Aku bisa izinin kamu--"

"Bukan masalah itu, Kak." Melisa lekas menjawab. "Kak Leomord mengabariku kalau, produser web series yang akan memainkan Kak Silvanna dengan Kak Ling, membatalkan kontraknya, Kak." Melisa menyampaikan itu dengan hati-hati.

"Sudah kuduga." Silvanna hanya menghela napasnya. Ia sudah memprediksi hal ini akan terjadi dari jauh-jauh hari.

"Tapi kak Silvanna tenang saja. A-aku masih punya banyak relasi di banyak sponsor."

"Melisa, terima kasih banyak kamu udah bekerja keras buatku, meskipun memang kamu baru satu bulan bekerja denganku. Tapi, untuk masalah ini aku tidak mau ambil pusing. Anggap saja, aku punya waktu lebih untuk melakukan hal lain selain shooting dan modeling."

Silvanna meraih jaketnya yang menggantung di sandaran kursi. "Aku mau pergi dulu. Mau sedikit cari angin. Kamu mau ikut atau di sini?" tanya Silvanna sambil memakai jaketnya.

"Aku di sini aja, kak. Tapi kalau kakak perlu dijemput atau hal lain, segera hubungi aku."

Silvanna mengangguk. "Kalau kamu mau makan, ambil saja yang ada di kulkas. Dan bila ingin istirahat, bisa di kamar samping atau di kamarku," kata Silvanna sebelum dirinya lenyap di balik pintu.

Langkah pelannya terhenti kala kakinya berpijak di pintu masuk apartemen. Ia memandang ke arah langit, bulan nampak begitu sempurna. Ia tersenyum tipis lalu melanjutkan langkahnya. Hanya angin yang bisa menunjukkan arah ke mana dia harus pergi. Ke suatu tempat yang diyakininya sebagai tempat pertemuannya dengan seseorang yang kini menghuni hatinya.

***

Coffee shop yang menawarkan pemandangan tinggi menjadi pilihan Silvanna untuk rehat kali ini. Setengah cangkir latte sudah disesapnya. Sisanya masih memutar mengikuti jejak sendok kopi yang baru saja diangkat Silvanna.

The Devil's WayTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang