4° Dimana hati ditambatkan?

14 9 2
                                    

"Dari mana bro?" tanya Bagas yang datang entah dari mana. Mungkinkah dari kayangan?

Bagas menatap secara bergantian arah kemunculan Vajer dan wajah Vajer. Entah maksud apa yang sedang ingin ia utaran.

"Sana!" tunjuk Vajer dengar bibirnya.

Mendengar itu, Bagas hampir senewen melihat tanggapan yang ia dapati. Ia menggaruk histeris kepalanya, "maksud gue lo ngapain munculnya dari sana?"

Bagas merasa aneh saja melihat kemunculan Vajer dari arah ruang dosen.

"Makanya kalau lo nanya itu yang benar dong. Lo nanya 'dari' ya gue jawab 'sana'," kata Vajer simpel.

Kembali ia dapati Bagas mengacak-acak rambutnya. Kali ini benar sejadi-jadinya. Bak kepalanya dipenuhi ketombe yang bikin gatel.

"Udah lupain. Epilepsi gue berhadapan sama lo," pinta Bagas. Kemudian mempraktekkan gerakan ala penyakit ayan. Kejang-kejang. Tak karuan dan bahkan ia tak menghiraukan pandangan orang-orang yang tiba-tiba berpindah padanya.

Begitulah Bagas. Suka lupa umur. Padahal ia sudah tidak kecil lagi. Seharusnya dunia perkuliahan sudah mampu mengubahnya menjadi manusia yang lebih dewasa. Namun, keliatannya pernyataan itu kurang berlaku untuk seorang Bagas yang sudah terlewat gila dari dulu.

"Masih mendingan gue yang bikin epilepsi. Nah lo bikin orang-orang depresi," asal Vajer. Ia geleng-gelang kepala saja melihat teman gilanya yang satu ini. Entah untuk tujuan apa Bagas bergoyang-goyang seperti itu.

"Baik sekali omongan anak mama," dengan nada dieluh-eluh kan Bagas berucap.

"Kambuh lagi dah," Vajer mendelikan matanya dengan malas. Sudah biasa dengan kebiasaan Bagas yang satu ini.

"Gue pusing liat lo. Gue mau ke FEB. Mau ikut nggak?" tawar Vajer.

"Lagi malas gue. Gebetan gue kayaknya udah pulang deh," jawaban yang tak bisa diduga. Biasanya tanpa diajak pun Bagas sering ke tempat itu. Tebar pesona. Mencari mangsa.

"Ya udah. Gue duluan deh, dari pada disini tambah pusing," kemudian Vajer berlalu sambil menepuk-nepuk pundak Bagas.

"Kalau liat cewek cantik titip salam gue ya!" teriakkan itu langsung masuk ke indra pendengaran Vajer. Heran saja dengan Bagas yang selalu begitu.

Tanpa berniat menghentikan langkah sedikit pun Vajer bergumam sendiri, "cewek cantik?"

Tiba-tiba ingatannya sebelum bertemu Bagas kembali. Ia terbayang wajah cewek yang ia temui dikoridor. Tampaknya cewek itu sangat terkejut melihatnya. Kemudian menunduk.

Suatu hal yang tak luput dari pandangan Vajer. Gaya rambutnya beda lagi dari pertemuaanya waktu itu.

Tidak nyentrik sih. Tapi eksotik. Karena terlihat seperti sengaja diacak-acak.

Ah! Vajer senyum-senyum sendiri melihat kejadian beberapa hari ini. Seperti hiburan tersendiri baginya.

***

Tak ada yang tau dimana hati itu akan ditambatkan. Begitulah Juwi sekarang. Ia tak pernah bisa menjelaskan kenapa ia memiliki rasa lebih pada Vajer? Bahkan tak mengenal lebih saja ia sudah sangat tertarik dengan kepribadian Vajer.

Juwi tersenyum manis saja ketika gambaran Vajer memenuhi otak sempitnya. Walau tak jarang kesialan selalu menghampirinya. Lihat saja beberapa hari ini. Bentuknya sukses membuat Vajer menaikkan sebelah alisnya kearah Juwi.

"Ah kamprett," keluh Juwi lagi setelah mengingat wajah Vajer tadi. Apakah sebgitu hancurnya Juwi tadi.

"Bikin maluuuu..." Juwi uring-uringan lagi. Tapi sekarang dihadapan keluarga.

Aku, with You (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang