Bab 5

24 8 3
                                    

Separuh Jiwa
Se_Ji
Part 5

Riuh dan celoteh anak-anak yang sedang bermain menyambut Eri saat dia menginjakan kaki di taman kanak-kanak tempat Mitha bekerja pagi harinya.

"Permisi, apa Ibu Mitha ada?" tanya Eri kepada beberapa perempuan yang sedang berkumpul, sepertinya mereka tenaga pengajar di lembaga pendidikan ini.

"Tidak ada, Pak." jawab salah seorang diantara mereka. "Ibu Mitha ke rumah sakit kabupaten. Kemarin siang Ibunya ditemukan pingsan"

Tubuh Eri mendadak kaku, mendengar perkataan barusan.

"Kabarnya beliau mengalami pembengkakan pembuluh darah di otak, kemungkinan akan dioperasi" jelas perempuan itu lagi.

Tanpa perlu menunggu lama, Eri berbalik segera menaiki kendaraannya. Memacu dengan kecepatan tinggi menembus jalanan desa yang sepi.

Eri berniat ingin menemui Mitha. Meminta maaf atas sikapnya kemarin. Semalaman dia nyaris tidak bisa tidur, memikirkan cerita Bik Sum dan mengutuki diri karena kata-kata yang telah dilontarkan. Perasaan bersalah tidak berhenti merayapi hatinya.

Hangatnya sinar matahari pagi menjelang siang menerpa wajah Eri. Jarak desa ke kota kabupaten sekitar empat puluh kilometer. Ditempuh dalam waktu satu jam. Beberapa tahun belakangan pembangunan di desa ini cukup maju, jalan yang menghubungkan dengan ibu kota Kabupaten sudah beraspal. Eri mensyukuri hal itu sehingga dia bisa memacu kendaraan tanpa ada rintangan.

Menggunakan aplikasi petunjuk arah saat memasuki kota, Eri menempuh jalanan yang ramai. Kerumunan kendaraan di beberapa tempat tampak menyambut, karena hari sudah mulai siang. Berbarengan dengan jadwal karyawan istirahat serta anak-anak pulang sekolah.

Eri langsung ke bagian informasi ketika memasuki gedung rumah sakit. Sebersit kesal timbul di hati menyadari sedikitnya informasi yang dimiliki tentang Mitha. Dia mengutuki diri yang tidak mencari tahu nama ibunya Mitha.

"Apa Bapak tahu nama desa pasien?" tanya si Resepsionist. Eri menyebutkan nama desa tempat Mitha tinggal.

Resepsionist tersebut memeriksa komputer kemudian menyebutkan nama ruangan Ibu Mitha dirawat. Setelah mengucapkan terima kasih, setengah berlari Eri menyusuri lorong rumah sakit. Tidak berapa lama tampak Mitha duduk di depan ruang ICCU. Didampingi seorang gadis muda yang tidak dikenali Eri.

Mitha terlihat tak berdaya, menunduk menatap lantai rumah sakit.

"Kak Mitha." Eri menyapa hati-hati.

Kedua wanita itu menatap Eri serempak, Mitha memandang tak percaya.

"Eri!" seru Mitha lemah. "Dari mana kamu tahu aku di sini?" tanya Mitha, tidak tampak sikap galaknya.

"Tadi pagi aku mencari Kak Mitha di sekolah, dari sana aku dapat informasi," jawab Eri.

"Bagaimana keadaan Ibu?" tanya Eri berikutnya sembari duduk di kursi kosong di samping Mitha. "Aku dengar akan dioperasi."

Mitha mendesah perlahan dan menggeleng, "Sudah mulai sadar, tapi kondisinya masih lemah." sahutnya. "Darah tingginya parah, tidak mungkin di operasi."

Eri menatap wajah Mitha dengan seksama. Mata gadis itu sembab dan hidungnya memerah. Gadis itu terlihat bingung dan lelah. Rasa ingin mendekap dan memberi perlindungan entah mengapa tiba-tiba menyusup di hati Eri dan dia segera menggelengkan kepala menepis semua pikirannya.

"Sabarlah, Ibu akan baik-baik saja," ujar Eri menenangkan.

Sebuah senyum tampak diusahakan Mitha tersungging di bibirnya yang bergetar. Seperti ada yang ingin diungkapkan tetapi tak mampu  terucap. Lalu, suasana menjadi hening, semua hanyut dalam jalan pikiran masing-masing.

Separuh JiwaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang